I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kayu telah menjadi bagian dari
kehidupan manusia, karena kayu telah banyak digunakan sebagai alat perlengkapan
sehari – hari mengingat karasteristik khas kayu khas yang tidak jumpai pada
bahan lain, yaitu tersedia hampir diseluruh dunia, penampilan sangat dekoratif
dan alami, mudah diperoleh dalam berbagai bentuk dan ukuran, relatif mudah
dalam pengerjaan, serta ringan.
Disisi lain, dari sekitar 4000 jenis
kayu Indinesia sebagian besar (80 – 85%) berkelas awet rendah (III,
IV, dan V) dan hanya sedikit yang berkelas awet tinggi. Kayu tidak
awet memiliki kelemahan antara dapat dirusak atau dilapuk oleh organisme
perusak kayu, akibatnya umur kayu menjadi menurun. Padahal nilai jenis suatu
kayu untuk keperluan bagunan kerumahan perangkat interior sangat ditentukan
oleh keawetanya. Karena bagamanapun kuatnya kayu tersebut penggunaannya tidak
akan berarti jika umur pakainya pendek.
Fenomena inilah yang mendorong upaya
untuk melakukan pengawetan kayu, diantaranya dengan melapisi kayu menggunakan
bahan beracun sehingga kayu tidak terserang oleh organisme perusak tidak
menimbulkan masalah secara teknis namun juga secara ekonomis. Selain itu
kerusakan kayu oleh organisme perusak mengakibatkan komponen bangunan harus
diganti.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang
terkait dalam pembahasan makalah ini adalah pengawetan kayu, tujuan melakukan
pengawetan kayu, manfaat atau kegunaan dari pengawetan kayu itu sendiri dan
metode-metode yang dilakukan dalam pengawetan kayu.
1.3
Tujuan
Dengan
adanya pembuatan makalah ini, mengetahui mengapa melakukan pengawetan kayu,
mengetahui manfaat atau kegunaannya, mengetahui metode-metode apa saja yang
dilakukan dalam pengawetan kayu tersebut dan mengetahui bagaimana pentingnya
pengawetan kayu.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Pengawetan
Kayu
Kayu adalah bagian
batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras karena mengalami
lignifikasi. Pengawetan kayu merupakan metode untuk menambah tingkat keawetan dari kayu,
dengan perlakuan fisik maupun kimia. Pengawetan kayu bertujuan untuk menambah
umur pakai kayu lebih lama, terutama kayu yang digunakan untuk material bagunan
atau perabot luar ruangan, karena penggunaan tersebut yang paling rentang
terhadap degradasi kayu, akibat serangga atau organisme maupun faktor abiotis
(panas, hujan, dan lembab).
Dalam SNI 03-5010.1-1999, hanya kayu
dengan kelas awet III, IV dan V yang memerlukan pengawetan, tetapi pada
keperluan tertentu, bagian kayu gubal dari kayu kelas awet I dan II juga
perlu diawetkan.
Metode pengawetan kayu sangat
beragam, bahan kimia seperti borax menjadi salah satu bahan yang digunakan
untuk mengawetkan dalam metode vakum, pencelupan dingin, pencelupan panas
hingga metode pemolesan.
Namun demikian dalam hubungannya
dengan lingkungan dan kesehatan pemakai, pengawetan kayu pada perabot sebaiknya
memperhatikan hal – hal berikut:
1. Minimalkan pengawetan
kayu dan jangan lakukan pengawetan khemis, apabila produk furniture anda
merupakan produk potensial kontak langsung dengan makanan.
2. Hindari penggunaan
kayu yang diawetkan untuk konstruksi, yang berpotensi kontak langsung.
3. Buang sisa
kayu hasil pengawetan dengan cara di kubur, hindari pembakaran atau dijadikan
bahan bakar. Asap kayu hasil pengawetan berpotensi mengandung bahan kimia
berbahanya.
4. Hindari diri
anda dari debu gergaji atau amplas terlalu banyak, gunakan masker yang memadai.
5. Bagi nada
yang terlibat pada pengawetan, terutama yang kontak langsung dengan bahan
kimia, gunakan safety wear dan cuci
bersih secara terpisah, pakaian maupun bagian tubuh anda yang sangat rentan
masih terdapat residu bahan kimia.
6. Perhatikan
pengolahan dan pembuangan limbah hasil.
Keawetan kayu
berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet apabila mempunyai
umur pakai yang lama. Kayu dapat berumur pakai yang lama apabila mampu menahan
bermacam-macam faktor perusak kayu. Dengan kata lain, keawetan kayu adalah daya
tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar
tubuh kayu itu sendiri (Ariyanti dan Erniwati, 2000).
Pengawetan kayu adalah
proses memperlakukan kayu dengan bahan-bahan kimia atau bahan pengawet,
sehingga kayu tersebut terhindar dari serangan jamur, cendawan, serangga dan
lain-lain organisme perusak kayu. selain itu, upaya pengawertan kayu dapat
menambah sifat keawetan alami, umur pakai, dan nilai (harga) kayu.
Kayu dapat diselidiki
keawetannya hanya pada bagian kayu terasnya saja, sedangkan kayu gubalnya
kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur keawetannya. Kayu yang
awet dipakai dalam kontruksi atap, belum tentu dapat bertahan lama bila
digunakan di laut, ataupun tempat lain yang berhubungan langsung dengan tanah.
Serangga perusak kayu
merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan karena akan mengakibatkan
pengaruh yang besar. Kayu yang dapat menahan serangan rayap tanah belum tentu
mampu menahan serangan bubuk. Oleh karena itu, tiap-tiap jenis kayu memiliki
keawetan yang berbeda-beda. Sifat keawetan alami ini berasal dari adanya zak
ekstraktif non-karbohidrat seperti resin, minyak-minyak, asam-asam dan
garam-garam lain yang bersifat racun.
Sifat keawetan alami
pada setiap jenis kayu berbeda-beda dan biasanya sejalan dengan kekuatan,
kekerasan, berat jenisnya dan warna kayunya. Kayu yang kuat, keras, berat
jenisnya tinggi dan warna kayunya lebih tua (gelap) secara umum mempunyai
keawetan alami yang lebih baik, sehingga umur pakainya juga lebih lama.
Di dalam pengawetan
kayu lebih dahulu harus dikenal kelas-kelas keawetan alami kayu. Kelas keawetan
alami kayu oleh Lembaga Penelitian Hasil Hutan Bogor dinyatakan sebagai Kelas
Awet Kayu, sebanyak 5 kelas yaitu I, II, III, IV, V, sebagai berikut :
Tabel 1. Kelas
Keawetan Alami Kayu
Sifat
Pemakaian
|
Kelas
Awet
|
||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
|
·
Berhubungan dengan kelembaban
(tahun)
·
Hanya dipengaruhi cuaca, tidak
direndam air dan kekurangan udara (tahun)
·
Di bawah atap, tidak berhubungan
dengan tanah lembab dan kekurangan udara
·
Di bawah atap tetapi dipelihara
dengan baik dan dicat teratur (tahun)
·
Serangan rayap tanah
·
Serangan bubuk kayu kering
|
8
20
Tak
terbatas
Tak
terbatas
Tidak
Tidak
|
5
15
Tak
terbatas
Tak
terbatas
Jarang
Tidak
|
3
10
Sangat
lama
Tak
terbats
Cepat
Hampir
tidak
|
Sangat
pendek
Beberapa
tahun
Beberapa
tahun
20
tahun
Sangat
cepat
Tidak
berarti
|
Sangat
pendek
Sangat
pendek
Pendek
20
tahun
Sangat
cepat
Sangat
cepat
|
Sumber
: Anonim (1967) dan Kasmudjo (2001)
2.2
Tujuan
Pengawetan
Keawetan kayu dikatakan
rendah apabila dalam pemakaian tidak tercapai tercapai umur yang diharapkan
sesuai dengan ketentuan kelas awet kayu. Alasan manusia melakukan pengawetan
kayu karena :
· Kayu
yang memiliki keawetan alami tinggi sangat sedikit, dan sulit di dapat dalam
jumlah yang banyak, selain itu harganya cukup mahal.
· Kayu
yang termasuk dalam kelas keawetan III sampai dengan V cukup banyak dan mudah
didapat.
· Dilain
pihak dengan dengan pengawetan kayu orang berusaha mendapatkan keuntungan
finansial
Tujuan pengawetan kayu
:
- Untuk
memperbesar keawetan kau sehingga kayu yang mulanya memiliki umur pakai pendek
menjadi lebih lama dalam pemakaian
- Memnafaatkan
pemakaian jenis-jenis kayu yang berkelas keawetan rendah dan sebelumnya belum
pernah digunakan dalam pemakaian, mengingat sumber kayu di Indonesia memiliki
potensi hutan yang cukup luas dan beraneka ragam jenisnya.
- Adanya
industri pengawetan kayu akan memberi lapangan kerja, sehingga pengangguran
dapat dikurangi.
2.3
Kegunaan
Pengawetan
Di
dalam penggunaannya, pengawetan tersebut diharapkan dapat menghambat atau
menghentikan serangan serangga dan lain-lain organisme perusak kayu.
2.4
Metode-metode
Pengawetan
Ada 2 macam metode
pengawetan yang pokok, yaitu :
1. Pengawetan
Metode Sederhana atau Cara Pengawetan Tanpa Tekanan.
Yaitu cara pengawetan
kayu tanpa menggunakan tekanan, sehingga hasil pengawetannya tidak bisa optimal
atau maksimal. Pengawetan dengan cara ini misalnya dengan :
a.
Metode
rendaman
Kayu
direndam di dalam bak larutan bahan pengawet yang telah ditentukan konsentrasi
(kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau beberapa
hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam, jangan sampai
ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker. Ada beberapa
macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas, dan
rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin dapat dilakukan dengan
bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara rendaman panas atau
rendaman panas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari logam.
Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup
banyak, perlu disediakan dua bak rendaman (satu bak untuk merendam dan bak
kedua untuk membuat larutan bahan pengawet, kemudian diberi saluran penghubung).
Setelah kayu siap dengan beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet
dialirkan ke bak berisi kayu tersebut. Cara rendaman panas dan dingin lebih
baik dari cara rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi
bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan bahan
pengawet berupa garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan pengawet
larut minyak atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang diawetkan
dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan penyerang
perusak kayunya tidak hebat.
Kelebihan
:
a.
Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih banyak
b.
Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama
c.
Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah
konsentrasi bila berkurang)
Kekurangan:
a.
Waktu agak lama, terlebih dengan rendaman dingin
b.
Peralatan mudah terkena karat
c.
Pada proses panas, bila tidak hati - hati kayu bisa
terbakar
d.
Kayu basah agak sulit diawetkan
b.
Metode
pencelupan
kayu dimasukkan ke dalam bak berisi
larutan bahan pengawet dengan konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu
hanya beberapa menit bahkan detik. Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi
bahan pengawet tidak memuaskan. Hanya melapisi permukaan kayu sangat tipis,
tidak berbeda dengan cara penyemprotan dan pelaburan (pemolesan). Cara ini
umumnya dilakukan di industri-industri penggergajian untuk mencegah serangan
jamur blue stain. Bahan pengawet yang dipakai Natrium Penthachlorophenol. Hasil
pengawetan ini akan lebih baik baila kayu yang akan diawetkan dalam keadaan
kering dan bahan pengawetnya dipanaskan lebih dahulu.
Kelebihan
:
a.
Proses sangat cepat
b.
Bahan pengawet dapat dipakai berulang kali (hemat)
c.
Peralatan cukup sederhana
Kekurangan
:
a.
Penetrasi dan retensi kecil sekali, terlebih pada kayu
basah
b.
Mudah luntur, karena bahan pengawet melapisi permukaan
kayu sangat tipis.
c.
Metode
pemulasan
Cara pengawetan ini dapat dilakukan
dengan alat yang sederhana. Bahan pengawet yang masuk dan diam di dalam kayu
sangat tipis. Bila dalam kayu terdapat retak-retak, penembusan bahan pengawet
tentu lebih dalam. Cara pengawetan ini hanya dipakai untuk maksut
tertentu,yaitu:
a.
Pengawetan sementara di daerah ekploatasi atau
kayu-kayu gergajian untuk mencegah serangan jamur atau bubuk kayu basah.
b.
Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang belum
banyak dan belum merusak kayu (represif).
c.
Untuk pengawetan kayu yang sudah terpasang. Cara
pengawetan ini hanya dianjurkan bila serangan perusak kayu tempat kayu akan
dipakai tidak hebat (ganas).
Kelebihan
:
a.
Alat sederhana, mudah penggunaannya
b.
Biaya relatif murah
Kekurangan
:
a.
Penetrasi dan retensi bahan pengawet kecil
b.
Mudah luntur
d.
Metode
pembalutan
Cara pengawetan ini khusus digunakan
untuk mengawetkan tiang-tiang dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream
(cairan) pekat, yang dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih
basah. Selanjutnya dibalut sehingga terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan
ke dalam kayu.
Kelebihan :
a.
Peralatan sederhana
b.
Penetrasi lebih baik, hanya waktu agak lama
c.
Digunakan untuk tiang-tiang kering ataupun basah
Kekurangan :
a.
Pemakaian bahan pengawet boros
b.
Jumlah kayu yang diawetkan terbatas, waktu membalut
lama
c.
Membahayakan mahluk hidup sekitarnya (hewan dan
tanaman)
Pengawetan
kayu basah dapat dilakukan dengan difusi dan perendaman. Cara ini harus
menggunakan konsentrasi bahan pengawet yang lebih banyak karena akan terjadi
pengenceran oleh air kayunya. Pengawetan untuk mencegah jamur atau cendawan
pada kayu persegi dan produk jadi dapat dilakukan dengan pelaburan, pencelupan
atau penyemprotan. Kalau menginginkan hasil yang baik dapat digunakan cara
perendaman.
2. Pengawetan
Metode Khusus atau Cara Pengawetan dengan Tekanan.
Yaitu cara pengawetan
kayu dalam tangki tertutup (silinder) dan dengan tekanan. Bahkan agar hasil
pengawetan lebih optimal dapat juga dilakukan perlakuan pem-vakuman ruang
pengawetan baik pada awal maupun akhir prosesnya.
Proses pengawetan kayu
dengan tekanan akan menghasilkan peresapan bahan pengawet yang lebih dalamdan
banyak. Kayu yang diawetkandapat berupa kayu persegi atau kayu bulat (tanpa
kulit) yang nantinyaakan digunakan di luar ruangan atau berhubungan dengan
tanah dan air. Yang termasuk jenis cara pengawetan ini adalah sebagai berikut :
a.
Metode
proses sel penuh
Pada proses sel penuh, pengawetan
kayu dilakukan dengan usaha untuk memasukkan bahan pengawet sebanyak munkin ke
dalam kayu dengan proses penekanan. Bahan pengawet ini berusaha disisikan
penuh-penuh ke dalam kayu dan dipertahankan untuk tetap tinggal di dalamnya,
sehingga di bagian kayu yang diawetkan terdapat bahan dalam jumlah maksimum.
Setiap sel penyusun kayu akan diisi penuh dengan bahan pengawet
sedalam-dalamnya ke dalam kayu serta retensi bahan pengawet sebanyak-banyaknya.
Bahan pengawet yang lazim digunakan
dalam proses sel penuh adalah bahan pengawet yang dilarutkan dalam air.
Meskipun demikian, bahan pengawet berupa minyak atau bahan pengawet yang
dilarutkan dapat digunakan, jumlah bahan pengawet yang diharapkan semakin
banyak yang tertinggal di dalam kayu dapat diusahakan dengan membuat bahan
pengawet ini lebih pekat.Oleh karena itu, konsentrasi bahan pengawet di buat
lebih tinggi.
1) Proses
Bethel. Proses pengawetan ini menggunakan bahan pengawet kreosot dengan urutan
proses sebagai berikut :
·
Kayu dimasukkan ke dalam tangki silinder
kemudian dilakukan pemvakumar, 15-60 menit
·
Selanjutnya bahan pengawet panas (suhu
85 – 100 derajat celcius) dimasukkan ke dalam silinder sambil di berikan tekana
125 – 200 psi. Tekanan dipertahankan beberapa saat agar absorbsi bahan pengawet
ke dalam kayu tercapai.
·
Setelah itu tekanan dalam tangki
silinder secara perlahan-lahan dikurangi hingga mencapau tekanan dengan udara
luar (atmosfir)
·
Selanjutnya sisa minyak dikeluarkan dari
tangki silinder sambil diadakan pemvakuman lagi beberapa saat. Pemvakuman
dimaksudkan untuk mengeringkan kayu
·
Setelah itu pemvakuman tangki silinder
pengawet dilepas ( diakhiri), sehingga udara bisa masuk dan tekanan dalam
tangki silinder kembali menjadi normal sama dengan udara sekitarnya.
2) Proses
Burnet. Proses pengawetan ini menggunakan bahan pengawet larut dalam aur
beruapa Zn Cl2 (seng klorida). Secara umum urutan
prosesnya sama dengan proses Bethel, hanya seng khlorida panas suhunya 55 – 65
C dan konsentrasinya 2 -4 %.
b.
Metode
proses sel kosong
Pada
proses sel kosong, meskipun pengawetan yang dilakukan juga dengan menekan bahan
pengawet agar masuk ke dalam kayu, penekanan ini tidak bertujuan untuk mengisi
setiap sel kayu secara penuh dengan bahan peengawetan, melainkan hanya melapisi
sel-sel penyusun kayu dengan bahan pengawet tersebut. Karena sel kayu hanya di
lapisi bahan pengawet, bagian dalam sel kayu (rongga sel kayu) ini masih tetap
kosong.Dengan demikian, proses sel kosong berusaha untuk meresapkan bahan
pengawet sedalam-dalamnya di dalam kayu, namun retensi bahan pengawet tersebut
tidak begitu banyak.
Bahan
pengawet yang digunakan dalam proses sel kosong adalah bahan pengawet berupa
minyak atau bahan pengawet yang dilarutkan dalam minyak. Mekipun demikian,
proses sel kosong dapat juga menggunakan bahan pengawetan yang dilarutkan dalam
air.Bila bahan pengawet larut air yang digunakan, pengawetan harus segera
diikuti dengan pemasukan bahan pengawet minyak atau bahan pengawet yang larut
minyak ke dalam kayu.Penggunaan bahan pengawet larut air di sini terutama
bertujuan untuk mengurangi tambahan berat kayu setelah setelah diawetkan.
1) Proses
Rueping
Proses
ini diawali dengan pemberian tekanan udara pada tangki silinder pada awal
proses. Kayu yang diawetkan dapat berupa kayu yang telah kering, masih basah
atau telah dilakukan pengukusan.
2) Proses
Lowry
Proses
ini prinsipnya sama dengan proses Rueping, hanya bedanya tidak diawali dengan
pemberian tekanan udara ke dalam tangki pengawet.
c.
Metode
proses tekanan ringan
Proses pengawetan ini
tidak dilakukan dalam tangki tertutup tapi ditempat terbuka. Biasanya proses
Boucherie digunakan untuk mengawetkan kayu bulat (dengan kulit). Tekanan ringan
proses pengawetan terjadi karena selisih tinggi antara bak penyimpanan bahan
pengawet dan kayu yang akan diawetkan.
Perbedaan
proses sel penuh dan sel kosong ialah sebagai berikut :
a.
Pada proses sel penuh bahan pengawet dapat mengisi
seluruh lumen sel
b.
Sedangkan pada sel kosong hanya mengisi ruang antar
sel.
III.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pengawetan kayu sudah sejak lama mendapat perhatian
dari pemerintah terbukti dengan keluarnya berbagai peraturan, namun kesadaran
masyarakat dalam hal ini masih rendah, dimana salah satu penyebabnya adalah kurangnya
minat konsumen untuk memakai kayu awetan. Upaya pengawetan kayu memeberikan keuntungan secara ekonomi. Disadari
atau tidak munculnya ilmu pengawetan kayu merupakan suatu terobosan penting
untuk menyelamatkan hutan dari eksploitasi tanpa henti dan menjadi solusi
menipisnya hutan.
3.2
Saran
Menjaga
hutan dengan meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat di manapun berada
tentang pentingya menjaga kelestarian ekosistem hutan. Mengingat kayu dipilih
sebagai bahan bangunan dan perabot maka kita dapat menggunakan kayu yang sudah
awet, dengan nilai keawetan yang tinggi. Mengingat kepada masyarakat bahwa
pemanfaatan kayu bisa digunakan secara efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti
dan Erniwati. 2000. Dasar-dasar Teknologi
Hutan. Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako.
Kasmudjo.
2010. Teknologi Hasil Hutan.
Cakrawala Media. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar