Kamis, 16 Januari 2014

Laporan Lengkap Praktikum DAS-Me and friend's



I.  PENDAHULUAN
1.1     LatarBelakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Daerah aliran sungai di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensef sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi daerah aliran sungai semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi, banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang system kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian besarnya.
Sebagai suatu kesatuan tata air, daerah aliran sungai dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian daerah aliran sungai ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (institutional arrangement).
Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan tidak adanya ketidakterpaduan antar sector dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadang kala bertolak belakang.  Sulitnya koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi daerah dalam pemerintahan dan pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.
Permasalahan ego-sektoral dan ego-kedaerahan ini akan menjadi sangat komplek pada DAS yang lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karenaitu, dalam rangka memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka perlu dilakukan pengelolaan DAS secara terpadu.

1.2         Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengukur luas penampang dan kecepatan rata-rata aliran air disungai Poboya, Kecamatan Palu Timur, Palu .
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui nilai kuantitas debit air dari hasil pengukuran luas penampang dan kecepatan rata-rata aliran air sungai.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1     Pengertian DAS
Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau/laut (Manan, 1979 dalam Rahmat,2013)
DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur utama vegetasi, tanah, air dan manusia dengan segala upaya yang dilakukan di dalamnya (Soeryono, 1979 dalam Rahmat, 2013).
Berdasarkan sudut pandang biofisik, yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan tertentu yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas di daratan  (UU air Pasal 1 ayat 11 UU No. 7 Tahun 2004) .
Sementara dari sudut pandang pengelolaan, Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur - unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat dan pengelola sumberdaya alam tersebut.  Daerah aliran sungai dipandang sebagai basis utama yang tepat dalam membentuk unit pembangunan berkelanjutan yang berpilarkan ekologi, ekonomi dan sosial dikarenakan beberapa hal, yaitu : Daerah Aliran Sungai(DAS) merupakan sistem alami yang jelas batas-batasnya, rentang area dimulai dari pegunungan sampai dengan pesisir beserta area diantaranya, dapat memberikan pandangan secara holistik dari berbagai komponen pembentuknya, memperlihatkan bagaimana ekosistem dataran tinggi, rendah dan pesisir saling berhubungan dan sederhana dalam memonitoring pengaruh berbagai aktifitas/kegiatan terhadap lingkungan.  Sebagai sebuah unit pembangunan berkelanjutan sistem DAS mempunyai kerangka kerja yang mendorong kolaborasi atau kerjasama diantara stakeholder (pemangku kewajiban) untuk mengelola, mempertahankan dan mendistribusikan manfaat kepada stakeholder generasi sekarang dan mendatang, diantara dan diluar unit tersebut. (Rahmat, 2013)
Sehingga sangatlah tepat apabila dikatakan bahwa suatuDaerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia (human systems) dimana setiap sistem dan sub-sub sistem di dalamnya saling berinteraksi. DAS sebagai suatu sistem akan memelihara keberadaannya dan berfungsi sebagai sebuah kesatuan melalui interaksi antar komponennya. Kualitas output dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh kualitas interaksi antar komponennya, sehingga dalam proses ini peranan tiap-tiap komponen dan hubungan antar komponen sangat menentukan kualitas ekosistem DAS (Senge, 1994 dan Kartodihardjo et al., 2004dalam Rahmat,2013)

2.2     Pengelolaan DAS
Sebagai suatu ekosistem, di daerah aliran sungai terjadi interaksi antara faktor biotik dan fisik yang menggambarkan keseimbangan masukan dan keluran berupa erosi dan sedimentasi. Suatu wilayah daratan yang menampung, menyimpan kemudian mengalirkanair hujan ke laut atau danau melalui satu sungai utamaatausuatu daerah aliran sungai yang dipisahkan dengan daerah lain oleh pemisah topografis sehingga dapat dikatakan seluruh wilayah daratan terbagi atas beberapa DAS (Rahmat, 2013).
Unsur-unsur utama di dalam suatu DAS adalah sumberdaya alam (tanah, vegetasi dan air) yang merupakan sasaran dan manusia yang merupakan pengguna sumberdaya yang ada). Unsur utama (sumberdaya alam dan manusia) di DAS membentuk suatu ekosistem dimana peristiwa yang terjadi pada suatu unsur akan mempengaruhi unsur lainnya (Rahmat, 2013).
DAS merupakan kumpulan dari beberapa Sub-DAS. Mangundikoro (1985) mengemukakan Sub-DAS merupakan suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui sungai. Manusia dengan aktivitasnya dan sumberdaya tanah, air, flora serta fauna merupakan komponen ekosistem di Sub-DAS yang saling berinteraksi dan berinterdependensi (Rahmat, 2013).
Pengelolaan DAS dapat dianggap sebagai suatu sistem dengan input manajemen dan input alam untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan baik di tempat (on site) maupun di luar (off-site). Secara ekonomi ini berarti bentuk dari proses produksi dengan biaya ekonomi untuk penggunaan input manajemen dan input alam serta hasil ekonomi berupa nilai dari outputnya (Hulfschmidt, 1985 dalam Rahmat, 2013).

2.3     Kualitas Air
Kualitas air (mutu air) sangat penting, karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan air sesuai dengan peruntukkannya. Studi dan pembahasan tentang air pada dasarnya menyangkut tentang dua hal, yaitu kuantitas dan kualitasnya. Hal ini penting untuk menentukan permasalahan berada di mana, dalam lingkungan apa, kualitas air yang bagaimana, sehingga dapat dengan tepat menentukan strategi pengelolaannya.
  • Mutu air adalah karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk pemanfaatan tertentu dari sumber air. karaktenstik mutu air merupakan sitatu dasar untuk baku mutu air di samping faktor-faktor lain.
  • Baku mutu air adalah persyaratan mutu air yang disiapkan oleh suatu negara atau daerah yang bersangkutan. Baku mutu air yang berlaku harus dapat dilaksanakan semaksimal mungkin melindungi lingkungan, tetapi cukup memberi toleransi bagi pembangiman industri atau bentuk pembangunan tertentu dan saran pengendalian pencemaran yang ekonomis. Dalam pengelolaan mutu air dikenal dua baku mutu air dalam sumber air yaitu: “Stream Standard” dan “Effluent Standard”.(Badruddin Mahbub, 1982 dalam Anonim, 2010).
  • Stream standard adalah persyaratan mutu air bagi sumber air seperti: sungai, danau,  air tanah  yang disusun  dengan  mempertimbangkan  pemanfaat sumber air tersebut, kemampuan mengencerkan dan membersihkan diri terhadap beban pencemaran dan faktor ekonomis.
  • Effuent standard adalah persyaratan mutu air limbah yang dialirkan ke sumber air, sawah, tanah dan tempat-tempat lain dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumber air yang bersangkutan dan faktor ekonomis pengelolaan air buangannya (untuk daerah industri atau daerah pengembangan industri).
Kriteria kualitas sumber air di Indonesia ditetapkan berdasarkan pemanfaatan sumber-sumber air tersebut dan mutu yang disyaratkan, sedang baku mutu air limbah ditetapkan berdasarkan karakteristik suatu sumber air penamping buangan tersebut dan pemanfaatannya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan suatu pengelolaan dan penanganan air dengan maksud antara lain: 1) mendapatkan air yang terjamin kualitas kesehatannya; 2) mendapatkan air yang bebas dari kekeruhan, warna dan bau; 3) menyediakan produk air yang sehat dan nyaman; dan 4) menjaga kebutuhan air konsumen.(Noordwijk& Farida,2004)
Klasifikasi dan kriteria kualitas air di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, kualitas air diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu:
·         Kelas I: dapat digunakan sebagai air minum atau untuk keperluan konsumsi lainnya.
·         Kelas II: dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan mengairi tanaman.
·         Kelas III: dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan mengairi tanaman.
·         Kelas IV: dapat digunakan untuk mengairi tanaman.
Secara sederhana, kualitas air dapat diduga dengan melihat kejernihannya dan mencium baunya. Namun ada bahan-bahan pencemar yang tidak dapat diketahui hanya dari bau dan warna, melainkan harus dilakukan serangkaian pengujian. Hingga saat ini, dikenal ada dua jenis pendugaan kualitas air yaitu fisik, kima dan biologi..(Noordwijk & Farida,2004)
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
·         Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.
·         Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.
·         Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD) (Anonim, 2010).

Dalam mempelajari pencemaran air yang penting untuk diperhatikan adalah:
1.      Zat beracun yang menyebabkan rusaknya atau hilangnya aktivitas biologi di dalam air. Sebagian besar zat racun ini berasal dari limbah industri termasuk logam berat dari perlapisan logam, phenol dari gas dan industri pengolahan pestisida dan radioisotop. Pertumbuhan ganggang kadang-kadang menjadi sebab zat beracun dalam air, sehingga tidak lagi dapat digunakan untuk minum temak.
2.      Material yang mempengaruhi keseimbangan oksigen di dalam air.
a.       Zat yang mengkonsumsi oksigen terlarut (DO), ini dapat berupa zat organik yang terdegradasi secara biologi dan menimbulkan BOD atau bentuk reduksi dari zat anorganik.
b.      Zat yang menghalangi reoksigenasi, DO dalam air diperoleh dari perpindahan oksigen di atmosfer. Material seperti minyak, detergen dan sebagainya dapat membentuk lapisan (film) pelindung pada permukaan air yang dapat mengurangi laju perpindahan oksigen dan memperbanyak efek substansi yang menggunakan oksigen.
c.       Aliran buangan yang panas dapat merubah kesetimbangan oksigen karena konsentrasi jenuh DO berkurang dengan bertambahnya temperatur.
Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan oksigen terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak (Rahayu, 1991 dalam Anonim, 2010).
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk hidup didalam air maupun hewan teristrial. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan organik yang banyak mengkonsumsi oksigen sewaktu penguraian berlangsung (Hardjojo dan 0,0-15,0 mg/l (Hadic dan Jatna, 1998 dalam Anonim, 2010).
Hardjojo dan Djokosetiyanto (2005) dalam Anonim (2010) menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air, karena bersama-sama dengan zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan untuk menentukan densitas air.
Selanjutnya, densitas air dapat digunakan untuk menentukan kejenuhan air. Suhu air sangat bergantung pada tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan suhu air di badan air penerima, saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan menimbulkan akibat sebagai berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, maka akan menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati.
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik et al., 1997 dalam Anonim, 2010).
Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan. Suhu air yang layak untuk budidaya ikan laut adalah 27 – 32 0C (Mayunar et al., 1995; Sumaryanto et al.,2001 dalam Anonim, 2010). Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organism perairan (Brown dan Gratzek, 1980 dalam Anonim, 2010).
Selanjutnya Kinne (1972) dalam Anonim (2010) menyatakan bahwa suhu air berkisar antara 35 – 40 0C merupakan suhu kritis bagi kehidupan organism yang dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, suhu udara rata-rata pada siang hari di berbagai tempat berkisar antara 28,2 0C sampai 34,6 0C dan pada malam hari suhu berkisar antara 12,8 0C sampai 30 0C. Keadaan suhu tersebut tergantung pada ketinggian tempat dari atas permukaan laut. Suhu air umumnya beberapa derajat lebih rendah dibanding suhu udara disekitarnya. Secara umum, suhu air di perairan Indonesia sangat mendukung bagi pengembangan budidaya perikanan (BPS, 2003; Cholik et al.,2005 dalam Anonim, 2010).
pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air, besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Besaran pH berkisar antara 0 – 14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH =7 disebut sebagai netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005 dalam Anonim, 2010).
Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan perairan yang sangat basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982; Nybakken, 1992).
Pescod (1973) dalam Anonim (2010) menyatakan bahwa toleransi untuk kehidupan akuatik terhadap pH bergantung kepada banyak faktor meliputi suhu, konsentrasi oksigen terlarut, adanya variasi bermcam-macam anion dan kation, jenis dan daur hidup biota. Perairan basa (7 – 9) merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong proses perubahan bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diassimilasi oleh fotoplankton (Suseno, 1974 dalam Anonim, 2010).
pH air yang tidak optimal berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan, menyebabkan tidak efektifnya pemupukan air di kolam dan meningkatkan daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S. pH air berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan terbalik, semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan demikian pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air mengandung garam CaCO3 (Cholik et al., 2005 dalam Anonim, 2010).
Fungsi hutan dalam ekosistem DAS perlu dipandang dari tiga aspek berbeda, yaitu pohon, tanah dan lansekap (landscape). Vegetasi hutan berfungsi mengintersepsi air hujan, namun laju transpirasi yang tinggi mengakibatkan perbandingan dengan jenis vegetasi non-irigasi lainnya. Tanah hutan memiliki lapisan seresah yang tebal, kandungan bahan organik tanah, dan jumlah makro porositas yang cukup tinggi sehingga laju infiltrasi air lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pertanian. Dari sisi lansekap, hutan tidak peka terhadap erosi karena memiliki filter berupa seresah pada lapisan tanahnya. Hutan dengan karakteristik tersebut di atas sering disebut mampu meredam tingginya debit sungai pada saat musim hujan dan menjaga kestabilan aliran air pada musim kemarau. Namun prasyarat penting untuk memiliki sifat tersebut adalah jika tanah hutan cukup dalam (e-3m). Dalam kondisi ini hutan akan mampu berpengaruh secara efektif terhadap berbagai aspek tata air (Noordwijk dan Farida, 2004).
Daerah resapan air berperan sebagai penyaring air tanah. Ketika air masuk ke daerah resapan maka akan terjadi proses penyaringan air dari partikel-partikel yang terlarut di dalamnya. Hal ini dimungkinkan karena perjalanan air dalam tanah sangat lambat dan oleh karenanya memerlukan waktu yang relatif lama. Pada keadaan normal, aliran air tanah langsung masuk ke sungai yang terdekat (Asdak, 1995).
Berkurangnya infiltrasi air ke dalam tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS menyebabkan pengisian kembali (recharge) air di bawah tanah (ground water) juga berkurang yang mengakibatkan kekeringan di musim kemarau. Dengan demikian terlihat bahwa peristiwa banjir dan kekeringan merupakan fenomena ikutan yang tidak terpisahkan dari peristiwa erosi. Bersama dengan sedimen, unsur-unsur hara terutama N dan P serta bahan organikpun banyak yang ikut terbawa masuk ke dalam waduk atau danau (Agus, dkk., 2007 dalam Kakarman, 2011).
III.  METODE PRAKTEK
3.2        Alat dan Bahan
             Alat yang digunakan adalah meteran roll, stopwatch, tali rafia dan kalkulator. Bahan yang digunakan yaitu sepotong kayu, tali rafia, botol aqua/bola pimpong.

3.3        Prosedur Kerja
             Dalam pengamatan debit air mula-mula kita mempersiapkan alat dan bahan yang telah disiapkan, kemudian kita mengukur panjang sungai ke bawah sebesar 10 meter dan lebar sungai bagian atas, tengah dan bawah dengan menggunakan meteran roll sebesar 5 meter, kemudian diberikan patok yang telah diikat tali rafia untuk pembatas-pembatasnya. Setelah itu, pada lebar sungai bagian atas mengukur panjang horizontal pada jarak antar 2 (dua) titik masing-masing sebesar 1 meter. Selanjutnya, mengukur kedalaman sungai antar jarak titik panjang horizontal. Kemudian melihat kecepatan aliran sungai dengan menggunakan botol aqua atau bola pimpong sebagai medianya dan stopwatch sebagai alat pencatat kecepatan, percobaan tersebut dilakukan sebanyak 3 kali.

3.4        Analisis Data
1.  Mengukur panjang dan lebar sungai
2.  Mengukur luas penampang sungai
3.  Menghitung kecepatan rata-rata aliran air sungai dengan menggunakan bola pimpong
4.  Mengambil air sungai dengan menggunakan botol aqua lalu mengendapkannya selama beberapa jam untuk mengamati kualitas air tersebut.

IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1        Hasil
            Setelah melakukan pengamatan, dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
D1 : l1 = 1 m                            d1 = 0,19 m
        l2  = 1 m                           d2=0,22 m
        l3  =1 m                            d3 = 0,24 m
        l4  =1 m                            d4 = 0,26 m
        l5  =0,8 m                         d5 = 0,26 m
        L = 10 m
          T1 = 4,715
          T2= 5,095
          T3= 6,215
          Fk = 0,65
D2 :    Debit air Sungai … ?
D3 :
Rumus :
·    A = l1 .d1+l2 . d2 + l3 . d3 + l4 . d4 +l5 . d5
·    V =
·    Q = A . V
Dimana :  l  = lebar penampang horizontal (m)
                 d =  kedalaman (m)
                 L = Jarak antara 2 titik pengamatan (m)
                 T = Waktu tempuh (s)
                 Q = Debit Air (m3/s)
                 A = Luas penampang (m2)
                 V = Kecepatan (m/s)
Sehingga Q :
·            A = l1 .d1 +l2 . d2 + l3 . d3 + l4 . d4 +l5 . d5
            A = (1.0,19) + (1.0,22) + (1.0,24) + (1.0,26) + (0,8.0,26)
            A = 0,19 + 0,22 + 0,24 + 0,26 + 0,208
            A = 1,118 m2
·          V = L / T
V = 10 / 0,19
V = 52,63x 0,65
V =  34, 21 m/s
·     Q = A . V
   = 1,118 x 34,21
   = 38,25 m3/s

4.2     Pembahasan
Debit air termasuk dalam pengelolaan suatu DAS yang sangat penting untuk dikelola karena akan berkaitan dengan kehidupan masyarakat sekitar aliran sungai. Dan untuk mencari debit air suatu sungai, kita harus mengetahui luas penampang dan kecepatan aliran suatu sungai, dengan cara mengukur lebar penampang horizontal dan kedalaman sungai tersebut. Pengukuran lebar sungai sepanjang 5 (lima) meter dilakukan untuk mengetahui lebar penampang masing-masing horizontalnya (l) begitupun untuk kedalaman sungai tersebut (d), dimana l1 = 1 m ; l2 = 1 m ; l3 = 1 m ; l4 = 1 m ; l5 = 0,8 m dan untuk kedalaman (d), d1 = 0,19 m ; d2 = 0,22m ; l3 = 0,24 m ; l4 = 0,26 m ; l5 = 0, 26 m.
Mencari kecepatan aliran suatu sungai, terlebih dahulu mencari nilai jarak antara 2 (dua) titik pengamatan dan waktu tempuh aliran sungainya. Untuk waktu tempuhnya diperlukan 3 (kali) percobaan agar mendapat waktu rata-rata aliran sungainya. Waktu tempuh yang pertama sebesar 4,71 s, waktu tempuh kedua sebesar 5,09 s dan waktu tempuh yang terakhir sebesar 6, 21 s. Sehingga waktu tempuh rata-rata aliran sungainya sebesar 0,19 s. Dan untuk jarak antara 2 titik pengamatan sebesar 10 m. Rumus kecepatan (V) adalah L/T, dan hasil yang didapatkan sebesar 52,63 m/s, kemudian hasil tersebut dikalikan lagi dengan faktor koreksi sebesar 0, 65. Jadi, untuk kecepatan (V) sebesar 34,21 m/s.
          Sehingga Debit Air (Q) yang diperoleh di sungai Poboya dari luas penampang (A) dikalikan dengan kecepatan (V) sebesar 38,25 m3/s.  Akan tetapi, pengukuran debit air sungai memerlukan penentuan lokasi alat ukur yang memadai untuk mendapatkan kecepatan aliran sungai rata-rata yang tepat. Jumlah lokasi alat ukur perlu dibatasi agar waktu yang diperlukan masih dalam jangkauan, terutama bila terjadi perubahan yang tinggi maka air akan berlangsung sangat cepat.
Pelestarian hutan juga penting dalam rangka menjaga kestabilan debit air yang ada di DAS, karena hutan merupakan faktor utama dalam hal penyerapan air tanah serta dalam proses Evaporasi dan Transpirasi. Juga pengendali terjadinya longsor yang mengakibatkan permukaan sungai menjadi dangkal, jika terjadi pendangkalan maka debit air sungai akan ikut berkurang.
Selain menjaga pelestarian hutan, juga yang tidak kalah pentingnya yang sangat penting kita perhatikan yaitu tingkah laku manusia terhadap DAS, seperti pembuangan sampah sembarangan.
Hal-hal berikut ini adalah yang mempengaruhi debit air:
1. Intensitas hujan.
2. Pengundulan Hutan
3. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian
4. Intersepsi
5. Evaporasi dan Transpirasi
Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan yang ada (Windi, 2011).
Suatu DAS dikatakan baik apabila:
�      Debit sungai konstan dari tahun ke tahun
�      Kualitas air baik dari tahun ke tahun
�      Fluktuasi antara debit maksimum dan minimum kecil
�      Ketinggian muka air tanah konstan dari tahun ke tahun
�      Kondisi curah hujan tidak mengalami perubahan dalam kurun waktu tertentu
                            
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1        Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.      Kuantitas Debit Air (Q) yang dimiliki oleh sungai Poboya berkisar 38,25 m3/s.
2.      Air yang terdapat di sungai Poboya tidak mengalami tingkat kejernihan melainkan terjadi tingkat kekeruhan pada air sungai tersebut . Hal ini bisa saja terjadi karena terkikisnya lapisan tanah akibat air hujan.
5.2        Saran
             Kami berharap dalam praktek nantinya dapat memilih waktu yang lebih baik lagi dan alat yang diperlukan dapat disiapkan selengkap mungkin agar pengukuran yang dilakukan di lapangan dapat meminimalisir kesalahan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Laman Web :
Diakses pada tanggal 19 Juni 2013

Kiki. 2013. Debit Air. Laman Web :
Diakses pada 19 Juni 2013
Kakarman. 2011. Makalah Ilmu Lingkungan. Tambang Emas Poboya. Laman Web : http://kakarmand.blogspot.com/2011/03/makalah-mata-kuliah-ilmu-lingkungan.html
Diakses pada tanggal 19 Juni 2013
Noordwijkdan Farida, 2004. Teknik Sumberdaya Air. Erlangga : Jakarta.

Rahmat. 2013. Laporan Lengkap Makalah DAS. Laman Web :
Diakses pada tanggal 19 Juni 2013
Undang-undang Nomor 7/2004 Pasal 1. DepartemenPertanian, PerhimpunanMeteorologipertanianIndonesia : Jakarta.
Windi. 2011. Faktor Penentu Debit Air. Laman Web :
          ilmu-tekniksipil.blogspot.com/2011/01/faktor-penentu-debit-air.html
          Diakses pada tanggal 21 Juni 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar