Kamis, 16 Januari 2014

Laporan Lengkap Praktikum Ekologi SDH



I.                  PENDAHULUAN
I. 1    Latar Belakang
          Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung. Dilakukan dengan membuat plot dan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada.
Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi di alam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut.
Komunitas vegetasi merupakan tumbuhan yang mempunyai hubungan di antara mereka, mungkin pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta, tumbuh-tumbuhan ini lebih kurang menempati strata atau lapisan dari atas ke bawah secara horizontal, ini disebut stratifikasi. Individu yang menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-perbedaan bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi klas-klas morfologi individu yang berbeda seperti, strata yang paling tinggi merupakan kanopi pohon-pohon atau liana. Untuk tujuan ini, tumbuh-tumbuhan mempunyai klas morfologi yang berbeda yang terbentuk dalam “sinusie” misalnya pohon dalam sinusie pohon, epifit dalam sinusie epifit dan sebagainya (Hadisubroto, 1989).

1.2         Tujuan dan Kegunaan
          Tujuan dari praktikum Ekologi Hutan adalah agar mahasiswa dapat mengetahui sekaligus memahami cara mengukur atau menaksir potensi dari suatu tegakan hutan dalam hal pengukuran INP (Indeks Nilai Penting) suatu jenis pohon.
          Kegunaan  dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat menambah wawasan sekaligus memahami tata cara pembuatan petak ukur, penentuan arah jalur, penentuan jarak antar jalur dan pengukuran parameter pohon dalam hal pengelolaan sumber daya hutan.
II.               TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978).
Menurut Marsono (1977), Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Di Indonesia Perkembangan penelitian vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang mengevaluasi pustaka yang ada mengenai vegetasi dan ekologi tumbuhan di Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka seperti seri buku Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten dkk.,1984) berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia.
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Pakar ekologi dalam pengetahuan yang memadai tentang sistematik tumbuhan berkecenderungan untuk melakukan pendekatan secara floristika dalam mengungkapkan sesuatu vegetasi, yaitu berupa komposisi dan struktur tumbuhan pembentuk vegetasi tersebut. Pendekatan kajian pun sangat tergantung pada permasalahan apakah bersifat autokelogi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktifitas atau hubungan sebab akibat. Pakar autekologi biasannya memerlukan pengetahuan tentang kekerapan atau penampakan dari suatu spesies tumbuhan, sedangkan pakar sinekologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi sehubungan  dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi. Pakar ekologi produktifitas memerlukan data tentang berat kering dan kandungan kalori yang dalam melakukannya sangat menyita waktu dan juga bersifat  destruktif.
Deskripsi vegetasi juga memerlukan bagian yang integral dengan kegiatan survey sumber daya alam, misalnya sehubungan dengan inventarisasi kayu untuk balok dihutan, dan menelaah kapasitas tampung suatu lahan untuk tujuan ternak atau pengembalaan. Pakar tanah, dan sedikit banyak pakar geologi dan pakar iklim tertarik dengan vegetasi sebagai ekspresi dari faktor-faktor yang mereka pelajari. Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama didalam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fisiognomi.
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978) yang dimaksud analisis vegetasi atau studi komunitas adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Cain dan Castro (1959) dalam Soerianegara dan Indrawan (1978) menyatakan bahwa penelitian yang mengarah pada analisis vegetasi, titik berat penganalisisan terletak pada komposisi jenis atau jenis. Struktur masyarakat hutan dapat dipelajari dengan mengetahui sejumlah karakteristik tertentu diantaranya, kepadatan, frekuensi, dominansi dan nilai penting.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu :
1.      Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan  membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
2.      Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3.      Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu.
Mengerjakan analisis vegetasi ada dua nilai yang di amati , yaitu nilai ekonomi dan nilai bologi. Nilai ekonomi suatu vegetasi dapat dilihat dari potensi vegetasi-vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi seperti vegetasi yang berupa pohon yang diambil kayunya atau vegetasi padang rumput yang dapat dijadikan padang penggembangan ternak dan lain-lain. Sedangkan dalam istilah biologi suatu vegetasi dapat dilihat peranan vegetasi tersebut., seperti vegetasi hutan yang dapat dijadiakan sumber pakan , relung, ekologi ( tempat istirahat, bercengkrama, bermijah beberapa jenis hewan ), pengatur iklim, pengatur tata aliran air dan indicator untuk beberapa unsur tanah dan lain-lain.
Mempelajari vegetasi dapat dibedakan antara studi floristic dengan analisis vegetasi, dibedakan antara studi floristic denan analisis vegetasi. Pada studi floristic data yang diperoleh berupa data kualitatif, yaitu data yang menunjukan bagaimana habtus dan penyebaran suatu jenis tanaman. Sedangkan analisis vegetasi data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantiatif. Data kuantitatif menyatakan jumlah , ukuran , berat kering , berat basah suatu jenis. Frekuensi temuan dan luas daerah yang ditumbhinya. Data kuantitatif di dapat dari hasil penjabaran pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data kualitatif didapat dari hasil pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang luas. Parameter kualitatif dalam pengamatan ini yaitu Fisiognomi, Fenologi, Periodisitas, Stratifikasi, Kelimpahan, Penyebaran, Daya hidup, dan Bentuk Pertumbuhan. Sedangkan Parameter kuantitatif dalam pengamatan atau analisis ini Densitas, Luas penutupan, Indeks Nilai Penting (INP), Dominansi, Frekuensi, dan lain-lain.
Seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh informasi/data yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggota suatu populasi.
Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :
1.      Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
2.      Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
3.      Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4.      Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5.      Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
6.      Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
7.      Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a.       Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
b.      Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
c.       Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah :
1.      Nama jenis (lokal atau botanis)
2.      Jumlah individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan
3.      Penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan
4.      Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon.
5.      Tinggi pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang dapat diketahui ditaksir ukuran volume pohon.
Hasil pengukuran lapangan dilakukan dianalisis data untuk mengetahui kondisi kawasan yang diukur secara kuantitatif. Beberapa rumus yang penting diperhatikan dalam menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu (Gapala, 2010);
1.             Kerapatan (Density)
Banyaknya (abudance) merupakan jumlah individu dari satu jenis pohon dan tumbuhanlain yang besarnya dapat ditaksir atau dihitung.Secara kualitatif kualitatif dibedakan menjadi jarang terdapat ,kadang-kadang terdapat,sering terdapat dan banyak sekali terdapat jumlah individu yang dinyatakan dalam persatuan ruang disebut kerapatan yang umunya dinyatakan sebagai jumlah individu,atau biosmas populasi persatuan areal atau volume,missal 200 pohon per Ha.
2.             Dominasi
Dominasi dapat diartikan sebagai penguasaan dari satu jenis terhadap jenis lain (bisa dalam hal ruang ,cahaya danlainnya),sehingga dominasi dapat dinyatakan dalam besaran:
a)      Banyaknya Individu (abudance) dan kerapatan (density)
b)      Persen penutupan (cover percentage) dan luas bidang dasar(LBD)/Basal area(BA)
c)      Volume
d)     Biomassa
e)      Indek nilai penting (importance value-IV)
Kesempatan ini besaran dominan yang digunakan adalh LBH dengan pertimbangan lebih mudah dan cepat, yaitu dengan melakukan pengukuran diameter pohon pada ketinggian setinggi dada (diameter breas heigt-dbh)
3.             Frekuensi
Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu jenis frekuensi memberikan gambaran bagimana pola penyebaran suatu jenis,apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok.Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasinya terhadap lingkungan.
Raunkiser dalam shukla dan Chandel (1977) membagi frekuensi dalm lima kelas berdasarkan besarnya persentase, yaitu:
  • Kelas A dalam frekuensi 01 –20 %
  • Kelas B dalam frekuensi 21-40 %
  • Kelas C dalm frekuensi 41-60%
  • Kelas D dalam frekuensi 61-80 %
  • Kelas E dalam frekuensi 81-100%
4.             Indeks Nilai Penting (importance value Indeks)
Merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies dalam komunitas (Contis dan Mc Intosh, 1951) dalam Shukla dan chandel (1977). Nilainya diperoleh dari menjumlahkan nilai kerapatan relatif, dominasi relaif dan frekuensi relatif, sehingga jumlah maksimalnya 300%.
Metode petak merupakan prosedur yang paling umum digunakan untuk pengambilan contoh berbagai tipe organisme termasuk komunitas tumbuhan. Disamping itu, untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan dapat digunakan petak tunggal atau petak ganda. Pengambilan contoh vegetasi pada metode petak ganda dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata pada areal yanng dipelajari, dan peletakan petak contoh dapat berupa petak secara acak dan secara sistematis (Indriyanto, 2010).
Dalam analisis vegetasi masalah yang dihadapi adalah pembuatan kuadrat (petak contoh) di lapangan, ada metode sampling yang disebut teknik sampling tanpa petak contoh (plotless sampling technique). Metode ini pada dasamya memanfaatkan pengukuran jarak antar individu tumbuhan atau jarak dari pohon yang dipilih secara acak terhadap individu-individu tumbuhan yang terdekat dengan asumsi individu tumbuhan menyebar secara acak. Dengan demikian disamping metode ini akan menghemat waktu karena tidak memerlukan pembuatan petak contoh di lapangan, kesalahan sampling dalam proses pembuatan petak contoh dan penentuan individu tumbuhan berada di dalam atau di luar kuadrat dapat dikurangi. Paling sedikit terdapat empat macam metode tanpa petak contoh yang berdasarkan satuan contoh berupa titik yang penempatannya di lapangan bisa secara acak atau sistematik (Soerianegara, I  dan Indrawan, 1988).         
III.           METODE PELAKSANAAN

3.2     Alat dan Bahan                                                          
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Ekologi Hutan adalah peta kerja, GPS (Global Position System), meteran roll, kompas sunto, parang, pita ukur/phi band, hagameter/spiegel relaskop, alat tulis-menulis, tali rafia, tally sheet, dan kamera.
3.3     Teknik Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode petak ganda secara acak menurut kerapatan vegetasi yang ada. Kemudian membuat petak pengamatan berukuran 100 x 100 meter. Setelah itu, membuat 4 (empat) plot dengan masing-masing plot ukurannya 20 x 20 meter.
Setelah menentukan plot dengan berukuran 20 m x 20 m, kita membuat Plot dari sudut  ukuran 2 x 2 m, 5 x 5 m, 10 x 10 m. Kemudian mencatat jenis-jenis pohon yang terdapat dalam plot yang telah kita tentukan dan menentukan di nomor petak ukur berapa letaknya. Lalu mengukur keliling pohon untuk mencari berapa besar diameter pohon tersebut dan mencari luas bidang dasar pohon dengan rumus ¼ π d2 dan mencari nilai INP dari tegakan hutan tersebut.
                  
3.4     Analisis Data
Berdasarkan data lapangan yang telah dikumpulkan, maka dilakukan perhitungan Indeks Nilai Penting ( INP ) dengan rumus sebagai berikut :
a.       Kerapatan setiap spesies

b.      Kerapatan relatif suatu spesies
                           
c.       Frekuensi setiap spesies
                                 
d.      Frekuansi relatif setiap spesies
                                 
e.       Luas Bidang Dasar (LBD)
f.       Dominasi setiap spesies
                                 
g.      Dominasi relatif setiap spesies
                                 
h.      Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat pohon, tiang dan pancang
                          INP = KR + FR + DR
i.        Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat semai
INP = KR + FR

IV.           HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil
          Berdasarkan hasil pengamatan praktikum di lapangan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Analisis Vegetasi
No
Nama Jenis
Jumlah Individu
INP
Pohon
Nama Lokal
Nama Latin


1
Nangka Hutan
Artocarpus Heterophyllus Lam
10
84,59
2
Kalka
Dryobalanops camphora
5
101,22
3
Damar
Arucaria spp
5
58,86
4
Lengaru
Alstonia scholaris
4
34,21
5
Beringin Hutan
Ficus benjamina
2
21,11
Tiang




1
Bintangor
Challophyllum spp
7
52,1542
2
Nangka Hutan
Artocarpus Heterophyllus Lam
8
75,5172
3
Kalka
Dryobalanops camphora
5
59,7445
4
Damar
Arucaria spp
3
56,6193
5
Waruh
Hibiscus tiliaceus
4
55,9649
Pancang




1
Damar
Arucaria spp
3
47,1326
2
Bintangor
Challophyllum spp
4
35,8065
3
Beringin Hutan
Ficus benjamina
9
75,8423
4
Nantu
Palaqium obtusifolium Atlims
7
85,1613
5
Lengaru
Alstonia scholaris
8
56,0573
Semai




1
Nantu
Palaqium obtusifolium Atlims
6
33,3333
2
Lengaru
Alstonia scholaris
3
16,6667
3
Damar
Arucaria spp
5
27,7778
4
Nangka Hutan
Artocarpus Heterophyllus Lam
20
111,111
5
Bintangor
Challophyllum spp
2
11,1111







Tabel  2. Hasil Pengamatan untuk Jumlah Tingkat Vegetasi
No
Nama Jenis
Nama Ilmiah
Pohon
Tiang
Pancang
Semai
1
Nangka Hutan
Artocarpus Heterophyllus Lam
+
+
-
+
2
Kalka
Dryobalanops camphora
+
+
-
-
3
Damar
Arucaria spp
+
+
+
+
4
Lengaru
Alstonia scholaris
+
-
+
+
5
Beringin Hutan
Ficus benjamina
+
-
+
-
6
Bintangor
Challophyllum spp
-
-
+
+
7
Waruh
Hibiscus tiliaceus
-
+
-
-
8
Nantu
Palaqium obtusifolium Atlims
-
-
+
+

4.2    Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan, jenis yang paling tinggi nilai INP nya untuk tingkat Pohon adalah jenis Kalka sebesar 101,22% dengan dominansi relatif sebesar 63,47 %, dan yang paling rendah adalah jenis Beringin Hutan sebesar 21,11% dengan dominansi relatif sebesar 6,01 %. Sedangkan untuk tingkat tiang nilai INP paling tinggi yaitu jenis Nangka Hutan sebesar 75,52 % dan yang terendah adalah jenis Bintangor sebesar 52,15 %.
Nilai INP tertinggi untuk tingkat pancang yaitu jenis Nantu sebesar 85,16%. Sedangkan yang terendah adalah jenis Bintangor sebesar 35,81 %. Tingkat semai,  nilai INP tertinggi yaitu jenis Nangka Hutan sebesar 111,11 % dan nilai INP terendah adalah jenis Lengaru yaitu sebesar 16,67 %.
V.               PENUTUP
5.1     Kesimpulan
Berdasarkan analisis perhitungan yang telah dilakukan maka kami dapat memberikan kesimpulan bahwa :
1.      Nilai INP yang tertinggi pada tingkat pohon adalah Kalka (Dryobalanops camphora) sebesar 101,22 %. Dan nilai INP yang terendah adalah Beringin Hutan (Ficus benjamina) sebesar 21,11 %.
2.      Nilai INP yang tertinggi pada tingkat tiang adalah Nangka Hutan (Artocarpus Heterophyllus Lam) sebesar 75,52 %. Dan nilai INP yang terendah adalah Bintangor (Challophyllum spp) sebesar 52,15 %.
3.      Nilai INP yang tertinggi pada tingkat pancang adalah Nantu (Palaqium obtusifolium Atlims) sebesar 85,16 %. Dan nilai INP yang terendah adalah Bintangor  (Challophyllum spp) sebesar 35,81 %.
4.      Nilai INP yang tertinggi pada tingkat semai adalah Nangka Hutan (Artocarpus heterophyllus Lam) sebesar 111,11 %. Dan nilai INP yang terendah adalah Lengaru (Alstonia scholaris) sebesar 16,67 %.
5.      Vegetasi jenis dominan yang terdapat pada tingkat pohon adalah Kalka (Dryobalanops camphora).

5.2         Saran
Diharapkan agar dalam pelaksanaan praktek berikutnya dapat memberikan arahan dan informasi yang lebih jelas dan akurat, agar para praktikan tidak mengalami kebingungan dalam mengerjakan laporan dan perhitungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Indriyanto, Ir. 2010. Ekologi Hutan. Bandar Lampung. Penerbit Bumi Aksara.

Kurniawan, Agung. 2008. Asosiasi Jenis-jenis Pohon Dominan di Hutan Dataran Rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.

Latifah, Siti. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Soerianegara, I. Dan Indrawan. 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutana, IPB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar