I.
PENDAHULUAN
I.
1 Latar Belakang
Analisis
vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran
berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung. Dilakukan dengan
membuat plot dan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada.
Kehadiran vegetasi pada suatu
landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam
skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi di alam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan
karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan
biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum
kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi
pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang
tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi
laju erosi tanah, tetapi besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan
yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut.
Komunitas vegetasi merupakan tumbuhan
yang mempunyai hubungan di antara mereka, mungkin pohon, semak, rumput, lumut
kerak dan Thallophyta, tumbuh-tumbuhan ini lebih kurang menempati strata atau
lapisan dari atas ke bawah secara horizontal, ini disebut stratifikasi.
Individu yang menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-perbedaan
bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi klas-klas
morfologi individu yang berbeda seperti, strata yang paling tinggi merupakan
kanopi pohon-pohon atau liana. Untuk tujuan ini, tumbuh-tumbuhan mempunyai klas
morfologi yang berbeda yang terbentuk dalam “sinusie” misalnya pohon dalam
sinusie pohon, epifit dalam sinusie epifit dan sebagainya (Hadisubroto, 1989).
1.2
Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Ekologi Hutan
adalah agar mahasiswa dapat mengetahui sekaligus memahami cara mengukur atau
menaksir potensi dari suatu tegakan hutan dalam hal pengukuran INP (Indeks
Nilai Penting) suatu jenis pohon.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa
dapat menambah wawasan sekaligus memahami tata cara pembuatan petak ukur,
penentuan arah jalur, penentuan jarak antar jalur dan pengukuran parameter
pohon dalam hal pengelolaan sumber daya hutan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi yaitu
kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat
di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik
di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi
dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari
individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana
individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai
suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978).
Menurut Marsono (1977), Vegetasi
merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang
hidup bersama-sama pada suatu tempat. Mekanisme kehidupan bersama tersebut
terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi
itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem
yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Vegetasi, tanah
dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan
yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat
1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang
sesuai dengan keadaan habitatnya.
Di Indonesia Perkembangan penelitian
vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang
mengevaluasi pustaka yang ada mengenai vegetasi dan ekologi tumbuhan di
Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari
informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka seperti seri buku
Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten dkk.,1984)
berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia.
Para pakar ekologi memandang
vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan
pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada
fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi
secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang
berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi
ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan
berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang
penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas atau
sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana
(dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi
secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Pakar
ekologi dalam pengetahuan yang memadai tentang sistematik tumbuhan
berkecenderungan untuk melakukan pendekatan secara floristika dalam
mengungkapkan sesuatu vegetasi, yaitu berupa komposisi dan struktur tumbuhan
pembentuk vegetasi tersebut.
Pendekatan kajian pun sangat tergantung pada permasalahan apakah
bersifat autokelogi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah
produktifitas atau hubungan sebab akibat. Pakar autekologi biasannya memerlukan
pengetahuan tentang kekerapan atau penampakan dari suatu spesies tumbuhan, sedangkan
pakar sinekologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi
sehubungan dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi. Pakar
ekologi produktifitas memerlukan data tentang berat kering dan kandungan kalori
yang dalam melakukannya sangat menyita waktu dan juga bersifat
destruktif.
Deskripsi
vegetasi juga memerlukan bagian yang integral dengan kegiatan survey sumber
daya alam, misalnya sehubungan dengan inventarisasi kayu untuk balok dihutan,
dan menelaah kapasitas tampung suatu lahan untuk tujuan ternak atau
pengembalaan. Pakar tanah, dan sedikit banyak pakar geologi dan pakar iklim
tertarik dengan vegetasi sebagai ekspresi dari faktor-faktor yang mereka pelajari. Dalam mendiskripsikan
suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi
merupakan suatu pengelompokan dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama didalam
suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai
komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat-sifatnya yang
mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fisiognomi.
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi
vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan
penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis,
diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun
komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif
tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Menurut
Soerianegara dan Indrawan (1978) yang dimaksud analisis vegetasi atau studi
komunitas adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Cain dan Castro (1959) dalam Soerianegara dan
Indrawan (1978) menyatakan bahwa penelitian yang mengarah
pada analisis vegetasi, titik berat penganalisisan terletak pada komposisi jenis atau
jenis. Struktur masyarakat hutan dapat dipelajari dengan mengetahui sejumlah
karakteristik tertentu diantaranya, kepadatan, frekuensi, dominansi dan nilai penting.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan
ke dalam 3 kategori yaitu :
1. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan
membandingkan
dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
2. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan
tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak
pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-petak tersebut dapat berupa petak
tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak.
Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Dombois dan
E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random,
sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu.
Mengerjakan
analisis vegetasi ada dua nilai yang di amati , yaitu nilai ekonomi dan nilai
bologi. Nilai ekonomi suatu vegetasi dapat dilihat dari potensi
vegetasi-vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi seperti
vegetasi yang berupa pohon yang diambil kayunya atau vegetasi padang rumput
yang dapat dijadikan padang penggembangan ternak dan lain-lain. Sedangkan dalam
istilah biologi suatu vegetasi dapat dilihat peranan vegetasi tersebut.,
seperti vegetasi hutan yang dapat dijadiakan sumber pakan , relung, ekologi (
tempat istirahat, bercengkrama, bermijah beberapa jenis hewan ), pengatur
iklim, pengatur tata aliran air dan indicator untuk beberapa unsur tanah dan
lain-lain.
Mempelajari
vegetasi dapat dibedakan
antara studi floristic dengan analisis vegetasi, dibedakan antara studi
floristic denan analisis vegetasi. Pada studi floristic data yang diperoleh
berupa data kualitatif, yaitu data yang menunjukan bagaimana habtus dan
penyebaran suatu jenis tanaman. Sedangkan analisis vegetasi data yang diperoleh
berupa data kualitatif dan kuantiatif. Data kuantitatif menyatakan jumlah ,
ukuran , berat kering , berat basah suatu jenis. Frekuensi temuan dan luas
daerah yang ditumbhinya. Data kuantitatif di dapat dari hasil penjabaran
pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data kualitatif didapat dari hasil
pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang luas. Parameter kualitatif
dalam pengamatan ini yaitu Fisiognomi, Fenologi, Periodisitas, Stratifikasi,
Kelimpahan, Penyebaran, Daya hidup, dan Bentuk Pertumbuhan. Sedangkan Parameter
kuantitatif dalam pengamatan atau analisis ini Densitas, Luas penutupan, Indeks Nilai
Penting (INP), Dominansi, Frekuensi, dan lain-lain.
Seorang peneliti/surveyor
dapat memperoleh informasi/data yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti
dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi
penuh (metoda sensus) pada anggota suatu populasi.
Komponen
tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :
1. Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki
kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak
subtangkai.
2. Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan
tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit
atau hemi-parasit.
3. Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga
atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada
rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai
kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun
lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5. Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput
yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya
seperti kayu atau belukar.
6. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun
tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki
bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai
lembut yang kadang-kadang keras.
7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar,
tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih
dari 20 cm.
Tingkat pohon
dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a. Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah
sampai anakan kurang dari 1.5 m.
b. Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m
sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
c. Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai
kurang dari 20 cm.
Parameter
vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah :
1. Nama jenis
(lokal atau botanis)
2. Jumlah
individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan
3. Penutupan
tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan
4. Diameter
batang untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume
pohon.
5. Tinggi
pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk
mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang dapat diketahui ditaksir
ukuran volume pohon.
Hasil pengukuran lapangan dilakukan
dianalisis data untuk mengetahui kondisi kawasan yang diukur secara
kuantitatif. Beberapa rumus yang penting diperhatikan dalam menghitung hasil
analisa vegetasi, yaitu (Gapala, 2010);
1.
Kerapatan
(Density)
Banyaknya (abudance) merupakan
jumlah individu dari satu jenis pohon dan tumbuhanlain yang besarnya dapat
ditaksir atau dihitung.Secara kualitatif kualitatif dibedakan menjadi jarang
terdapat ,kadang-kadang terdapat,sering terdapat dan banyak sekali terdapat
jumlah individu yang dinyatakan dalam persatuan ruang disebut kerapatan yang
umunya dinyatakan sebagai jumlah individu,atau biosmas populasi persatuan areal
atau volume,missal 200 pohon per Ha.
2.
Dominasi
Dominasi dapat diartikan sebagai
penguasaan dari satu jenis terhadap jenis lain (bisa dalam hal ruang ,cahaya
danlainnya),sehingga dominasi dapat dinyatakan dalam besaran:
a) Banyaknya Individu (abudance) dan
kerapatan (density)
b) Persen penutupan (cover percentage)
dan luas bidang dasar(LBD)/Basal area(BA)
c) Volume
d) Biomassa
e) Indek nilai penting (importance
value-IV)
Kesempatan ini besaran dominan yang
digunakan adalh LBH dengan pertimbangan lebih mudah dan cepat, yaitu dengan
melakukan pengukuran diameter pohon pada ketinggian setinggi dada (diameter
breas heigt-dbh)
3.
Frekuensi
Frekuensi merupakan ukuran dari
uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu jenis frekuensi memberikan
gambaran bagimana pola penyebaran suatu jenis,apakah menyebar keseluruh kawasan
atau kelompok.Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasinya terhadap
lingkungan.
Raunkiser dalam shukla dan Chandel (1977) membagi frekuensi
dalm lima kelas berdasarkan besarnya persentase, yaitu:
- Kelas A dalam frekuensi 01 –20 %
- Kelas B dalam frekuensi 21-40 %
- Kelas C dalm frekuensi 41-60%
- Kelas D dalam frekuensi 61-80 %
- Kelas E dalam frekuensi 81-100%
4.
Indeks
Nilai Penting (importance value Indeks)
Merupakan gambaran lengkap mengenai
karakter sosiologi suatu spesies dalam komunitas (Contis dan Mc Intosh, 1951)
dalam Shukla dan chandel (1977). Nilainya diperoleh dari menjumlahkan nilai
kerapatan relatif, dominasi relaif dan frekuensi relatif, sehingga jumlah
maksimalnya 300%.
Metode petak merupakan prosedur yang
paling umum digunakan untuk pengambilan contoh berbagai tipe organisme termasuk
komunitas tumbuhan. Disamping itu, untuk kepentingan analisis komunitas
tumbuhan dapat digunakan petak tunggal atau petak ganda. Pengambilan contoh
vegetasi pada metode petak ganda dilakukan dengan menggunakan banyak petak
contoh yang letaknya tersebar merata pada areal yanng dipelajari, dan peletakan
petak contoh dapat berupa petak secara acak dan secara sistematis (Indriyanto,
2010).
Dalam analisis vegetasi masalah yang dihadapi adalah
pembuatan kuadrat (petak contoh) di lapangan, ada metode sampling yang disebut
teknik sampling tanpa petak contoh (plotless sampling technique). Metode
ini pada dasamya memanfaatkan pengukuran jarak antar individu tumbuhan atau
jarak dari pohon yang dipilih secara acak terhadap individu-individu tumbuhan
yang terdekat dengan asumsi individu tumbuhan menyebar secara acak. Dengan
demikian disamping metode ini akan menghemat waktu karena tidak memerlukan
pembuatan petak contoh di lapangan, kesalahan sampling dalam proses pembuatan
petak contoh dan penentuan individu tumbuhan berada di dalam atau di luar
kuadrat dapat dikurangi. Paling sedikit terdapat empat macam metode tanpa petak
contoh yang berdasarkan satuan contoh berupa titik yang penempatannya di
lapangan bisa secara acak atau sistematik (Soerianegara, I dan Indrawan, 1988).
III.
METODE PELAKSANAAN
3.2 Alat
dan Bahan
Alat dan
bahan yang digunakan dalam praktikum Ekologi Hutan adalah peta kerja, GPS (Global Position System), meteran roll,
kompas sunto, parang, pita ukur/phi band, hagameter/spiegel relaskop, alat
tulis-menulis, tali rafia, tally sheet, dan kamera.
3.3 Teknik
Pelaksanaan
Metode
yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode petak ganda secara acak
menurut kerapatan vegetasi yang ada. Kemudian membuat petak pengamatan berukuran
100 x 100 meter. Setelah itu, membuat 4 (empat) plot dengan masing-masing plot
ukurannya 20 x 20 meter.
Setelah menentukan
plot dengan berukuran 20 m x 20 m, kita membuat Plot dari sudut ukuran 2 x 2 m, 5 x 5 m, 10 x 10 m. Kemudian
mencatat jenis-jenis pohon yang terdapat dalam plot yang telah kita tentukan
dan menentukan di nomor petak ukur berapa letaknya. Lalu mengukur keliling
pohon untuk mencari berapa besar diameter pohon tersebut dan mencari luas
bidang dasar pohon dengan rumus ¼ π d2 dan mencari nilai INP dari
tegakan hutan tersebut.
3.4 Analisis
Data
Berdasarkan data lapangan yang telah dikumpulkan,
maka dilakukan perhitungan Indeks Nilai Penting ( INP ) dengan rumus sebagai
berikut :
a. Kerapatan setiap spesies
b. Kerapatan relatif suatu spesies
c. Frekuensi
setiap spesies
d. Frekuansi
relatif setiap spesies
e.
Luas Bidang
Dasar (LBD)
f. Dominasi
setiap spesies
g. Dominasi
relatif setiap spesies
h. Indeks
Nilai Penting (INP) untuk tingkat pohon, tiang dan pancang
INP = KR + FR + DR
i.
Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat
semai
INP = KR + FR
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum di lapangan
didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel
1. Hasil Pengamatan Analisis Vegetasi
No
|
Nama Jenis
|
Jumlah Individu
|
INP
|
|
Pohon
|
Nama Lokal
|
Nama Latin
|
||
1
|
Nangka Hutan
|
Artocarpus Heterophyllus Lam
|
10
|
84,59
|
2
|
Kalka
|
Dryobalanops camphora
|
5
|
101,22
|
3
|
Damar
|
Arucaria spp
|
5
|
58,86
|
4
|
Lengaru
|
Alstonia scholaris
|
4
|
34,21
|
5
|
Beringin Hutan
|
Ficus benjamina
|
2
|
21,11
|
Tiang
|
||||
1
|
Bintangor
|
Challophyllum spp
|
7
|
52,1542
|
2
|
Nangka Hutan
|
Artocarpus Heterophyllus
Lam
|
8
|
75,5172
|
3
|
Kalka
|
Dryobalanops camphora
|
5
|
59,7445
|
4
|
Damar
|
Arucaria spp
|
3
|
56,6193
|
5
|
Waruh
|
Hibiscus tiliaceus
|
4
|
55,9649
|
Pancang
|
||||
1
|
Damar
|
Arucaria spp
|
3
|
47,1326
|
2
|
Bintangor
|
Challophyllum spp
|
4
|
35,8065
|
3
|
Beringin Hutan
|
Ficus benjamina
|
9
|
75,8423
|
4
|
Nantu
|
Palaqium obtusifolium Atlims
|
7
|
85,1613
|
5
|
Lengaru
|
Alstonia scholaris
|
8
|
56,0573
|
Semai
|
||||
1
|
Nantu
|
Palaqium obtusifolium Atlims
|
6
|
33,3333
|
2
|
Lengaru
|
Alstonia scholaris
|
3
|
16,6667
|
3
|
Damar
|
Arucaria spp
|
5
|
27,7778
|
4
|
Nangka Hutan
|
Artocarpus Heterophyllus
Lam
|
20
|
111,111
|
5
|
Bintangor
|
Challophyllum spp
|
2
|
11,1111
|
Tabel 2. Hasil Pengamatan untuk Jumlah Tingkat Vegetasi
No
|
Nama Jenis
|
Nama Ilmiah
|
Pohon
|
Tiang
|
Pancang
|
Semai
|
1
|
Nangka Hutan
|
Artocarpus Heterophyllus
Lam
|
+
|
+
|
-
|
+
|
2
|
Kalka
|
Dryobalanops camphora
|
+
|
+
|
-
|
-
|
3
|
Damar
|
Arucaria spp
|
+
|
+
|
+
|
+
|
4
|
Lengaru
|
Alstonia scholaris
|
+
|
-
|
+
|
+
|
5
|
Beringin Hutan
|
Ficus benjamina
|
+
|
-
|
+
|
-
|
6
|
Bintangor
|
Challophyllum spp
|
-
|
-
|
+
|
+
|
7
|
Waruh
|
Hibiscus tiliaceus
|
-
|
+
|
-
|
-
|
8
|
Nantu
|
Palaqium obtusifolium Atlims
|
-
|
-
|
+
|
+
|
4.2
Pembahasan
Berdasarkan
hasil pengolahan data lapangan, jenis yang paling tinggi nilai INP nya untuk
tingkat Pohon adalah jenis Kalka sebesar 101,22% dengan dominansi relatif
sebesar 63,47 %, dan yang paling rendah adalah jenis Beringin Hutan sebesar 21,11%
dengan dominansi relatif sebesar 6,01 %. Sedangkan untuk tingkat tiang nilai
INP paling tinggi yaitu jenis Nangka Hutan sebesar 75,52 % dan yang terendah
adalah jenis Bintangor sebesar 52,15 %.
Nilai
INP tertinggi untuk tingkat pancang yaitu jenis Nantu sebesar 85,16%. Sedangkan
yang terendah adalah jenis Bintangor sebesar 35,81 %. Tingkat semai, nilai INP tertinggi yaitu jenis Nangka Hutan
sebesar 111,11 % dan nilai INP terendah adalah jenis Lengaru yaitu sebesar
16,67 %.
V.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis perhitungan yang
telah dilakukan maka kami dapat memberikan kesimpulan bahwa :
1.
Nilai INP yang tertinggi pada tingkat
pohon adalah Kalka (Dryobalanops camphora)
sebesar 101,22 %.
Dan nilai INP yang terendah adalah Beringin Hutan (Ficus benjamina) sebesar 21,11 %.
2.
Nilai INP yang tertinggi pada tingkat tiang
adalah Nangka Hutan (Artocarpus Heterophyllus Lam) sebesar 75,52 %. Dan nilai INP
yang terendah adalah Bintangor
(Challophyllum spp) sebesar 52,15 %.
3.
Nilai INP yang tertinggi pada tingkat pancang
adalah Nantu (Palaqium obtusifolium Atlims) sebesar 85,16 %. Dan nilai INP
yang terendah adalah Bintangor
(Challophyllum
spp) sebesar 35,81
%.
4.
Nilai INP yang tertinggi pada tingkat semai
adalah Nangka Hutan (Artocarpus
heterophyllus Lam) sebesar 111,11
%.
Dan nilai INP yang terendah adalah Lengaru (Alstonia
scholaris) sebesar 16,67
%.
5.
Vegetasi jenis dominan yang terdapat
pada tingkat pohon adalah Kalka (Dryobalanops
camphora).
5.2
Saran
Diharapkan
agar dalam pelaksanaan praktek berikutnya dapat memberikan arahan dan informasi
yang lebih jelas dan akurat, agar para praktikan tidak mengalami kebingungan
dalam mengerjakan laporan dan perhitungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Indriyanto,
Ir. 2010. Ekologi Hutan. Bandar
Lampung. Penerbit Bumi Aksara.
Kurniawan,
Agung. 2008. Asosiasi Jenis-jenis Pohon Dominan di Hutan Dataran
Rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.
Latifah, Siti. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jurusan
Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Soerianegara,
I. Dan Indrawan. 1978. Ekologi Hutan
Indonesia. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutana, IPB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar