I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hutan
merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen mahkluk hidup yang ada di
bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil baik yang
bersifat benefit cost maupun non benefit cost, namun dalam upaya untuk
memaksimalkan fungsi hutan terkadang muncul faktor – faktor yang dapat menjadi
pembatas tercapainya fungsi dan manfaat hutan secara optimal.
Dewasa
ini sumber daya hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman yang ada di hampir
sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami penurunan fungsi secara
drastis dimana hutan tidak lagi berfungsi secara maksimal sebagai akibat dari
ekploitasi kepentingan manusia baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Oleh karena itu penyelamatan fungsi hutan dan perlindunganya sudah saatnya
menjadi tumpuan harapan bagi kelangsungan jasa produksi ataupun lingkungan
untuk menjawab kebutuhan mahkluk hidup.
Mengingat
tinggi dan pentingya nilai hutan, maka upaya pelestarian hutan wajib dilakukan
apapun konsekuensi yang harus dihadapi, karena sebetulnya peningkatan
produktivitas dan pelestarian serta perlindungan hutan sebenarnya mempunyai
tujuan jangka panjang, oleh karena itu perlu dicari solusi yang tepat untuk
mempertahankan produktivitas tegakan ataupun ekosistem hutan.
Perlindungan
dan aspek kesehatan hutan sebagai mata rantai pemeliharaan atau pembinaan hutan
harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam satu kesatuan pengelolaan
hutan dalam rangka melindungi hutan berikut komponen yang ada di dalamnya dari
berbagai macam faktor penyebab kerusakan. Hutan jika ditinjau dari aspek
kesehatannya terbagi atas tiga komponen yakni dari sisi pemanfaatan yakni pada
tegakan hutan, lingkungan yakni terhadap sebuah komunitas dan kesehatan
ekosistem.
Jati
(Tectona grandis L.f) yang saat ini mencapai ratusan pohon telah menjadi
salah satu jenis tanaman yang penting dalam pembangunan hutan di Indonesia
khususnya untuk jenis hutan tanaman baik untuk keperluan industri maupun
pendidikan dan penelitian dimana sejak akhir tahun 1980-an. Jenis ini banyak
dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan warga masyarakat akan kayu
di pasaran karena kemampuan adaptasi yang tinggi terutama pada tanah-tanah
marginal bekas padang alang-alang (Imperata cylindrica).
Salah
satu faktor penyebab yang dicurigai sebagai faktor pembatas menurunnya kualitas
tegakan Jati adalah kehadiran organisme perusak dan agen – agen penyebab
penyakit pohon. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka melakukan
pencegahan awal ataupun pengendalian terstrktur terhadap kehadiran agen – agen
penyebab kerusakan tegakan hutan adalah dengan melakukan tindakan monitoring
terhadap tingkat kesehatan tegakan hutan sehingga sedini mungkin dapat dicari
alternatif pencegahan ataupun pengendalian terhadap kondisi yang terjadi pada
tegakan melalui tindakan monitoring pengamatan, pengidentifikasian dan penilai
tipe kerusakan, lokasi kerusakan dan tingkat keparahannya (Sumardi.Widyastuty, 2004).
I.2 Tujuan dan Kegunaan
Adapun
tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah menginventarisasi serangan hama, penyakit dan gulma pada tegakan Jati (Tectona grandis L.f) di
areal Hutan Rakyat Desa Sidera.
Adapun
kegunaan dari pelaksanaan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat melihat dan
memantau secara langsung kondisi kesehatan pada tegakan Jati
(Tectona grandis L.f) di Hutan Rakyat Desa Sidera dan
agar mahasiswa dapat mengenali dan mengetahui
jenis serangan hama, penyakit dan gulma yang biasa terdapat pada tegakan Jati (Tectona grandis L.f).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jati (Tectona
grandis L.f.)
Jati (Tectona grandis L.f) adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu
tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m.
Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata
thekku dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara
bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona
grandis L.f. (Sumarna, 2001).
Pohon
besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas
cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan
alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang
bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur
dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku
seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal
dalam alur memanjang batang (Sumarna, 2001).
Pohon
jati (Tectona grandis L.f) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun
dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati
rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon
jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang
lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang
berumur lebih daripada 80 tahun (Sumarna, 2001).
Daun
umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat
pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm;
sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan
mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna
kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting
yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.

Gambar 1: Tanaman Jati
Bunga
majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi
ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung
ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8
mm. Berumah satu. Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut
kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh.
Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon
kecil (Wikipedia, 2012).
Jati
yang terkenal dengan kayu mewah karena kekuatan dan keawetannya merupakan salah
satu tanaman yang berkembang baik di Indonesia. Hal ini tercemin dari telah
tumbuhnya tanaman jati sejak tahun 1842. Jati merupakan salah satu spesies
daerah tropis yang bersifat desiduous yaitu menggugurkan daunnya pada musim
kemarau. Penyebarannya di Indonesia terjadi secara alami dengan daerah
pertumbuhan terutama di jawa. Hutan jati di Jawa saat ini merupakan hutan
buatan bukan hutan alam sebagai akibat dari sistem pengelolaan tebang habis
yang disusul dengan penanaman kembali hutan tersebut.
Tata
Nama Sistematika Jati yang dikemukakan oleh Samuel dan Arlene (1979)
adalah sebagai berikut:
Divisio
: Spermatophyta
Sub
Divisio : Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Sub
Class :
Asteridae
Ordo
: Lamiales
Familia
: Verbenaceae
Genus
: Tectona
Species
: Tectona
grandis L.f.
Dalam
bahasa Melayu dan Jawa disebut Jati dan Kayu Jati. Istilah lain untuk pohon
jati adalah Quercus indica.
Berbagai formasi hutan Jati dikelompokkan menjadi tiga tipe utama, yaitu :
formasi Jati alami lembab ( curah hujan tahunan1500-2500 mm), formasi jati
alami kering (curah hujan tahunan 760-1500 mm) dan formasi Jati Indonesia
(curah hujan tahunan 1200 – 2000 mm). Tanah
yang paling cocok untuk jati ialah aluvial-koluvial yang dalam, berdrainase
baik, subur, dengan pH tanah 6.5 – 8.0 dan kandungan Ca dan P yang cukup
tinggi. Jati tidak tahan genangan air atau tanah laterit miskin hara, namun
merupakan jenis pionir berumur panjang. Persebaran Jati di Asia terletak pada
25,5° LU sampai dengan 9° LS. Di Indonesia tegakan jati alam yang agak luas
terdapat di Jawa (barat laut, tengah dan timur), Pulau Kangean, Muna, Sumba dan
Bali (Sumarna, 2001).
Jadi
persebaran terbatas pada tempat-tempat dimana terdapat iklim yang nyata yaitu
iklim kemarau periodik. Daerah persebaran jati meliputi India, Birma, Thailand
dan Vietnam. Di Indonesia tanaman ini banyak dijumpai di pulau Jawa, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (Sumbawa), dan Lampung. Tinggi
pohon dapat mencapai 50 m dengan panjang batang bebas cabang 15-20 m dan
diameternya mencapai 220 cm. Bentuk batang umumnya bulat dan lurus, kulit kayu
agak tipis dan teratur. Sedangkan di luar Indonesia terdapat di India, Burma,
Siam dan Indocina
(Sutisna, 1998).
Ada
dua syarat bagi pertumbuhan Jati yaitu tanah dan iklim. Jati dapat tumbuh baik
pada tanah-tanah yang tidak terlalu kering dan aerasinya baik. Pertumbuhan Jati
kurang baik jika, tanahnya pasir atau margel. Di Pulau Jawa. Pada ketinggian
900 m dpi Jati masih mampu tumbuh, meskipun ditempat-tempat yang kemaraunya
terlalu panjang tumbuhnya tidak begitu subur.
Di
Indonesia temperatur optimum untuk jati adalah 22°C-27°C dengan temperatur
ekstrim 15°C-30°C. Secara alami jati berada pada sebaran iklim yang cukup luas,
dimana suliu maksimum 48°C dan suhu minimum bulanan sekitar 13°C (Sumarna, 2001).
Jati
merupakan pohon yang besar, pada umur 150 tahun dapat mencapai tinggi 20- 50m.
Bentuk batang jati bulat dan lurus pada tanah-tanah yang
subur, tetapi pada tanah miskin dan pada kondisi yang tegakannya kurang rapat
mempunyai kecenderungan untuk melengkung. Daun jati bertangkai pendek, bentuk
clips, letak daun saling berhadapan. Tajuk berbentuk tidak beraturan dan
letaknya agak rendah pada tegakan yang kurang rapat (Sumarna, 2001).
2.2 Hama
Tanaman
2.2.1 Hama
Serangan merupakan kelompok hama paling berat yang
menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan
kerugian bila berada pada tingkat populasi yang tinggi. Kerusakan hutan dapat
terjadi oleh adanya aktifitas berbagai serangga yang hidup di dalamnya dengan
memanfaatkan tanaman hutan sebagai tempat berkembang dan sumber makanan. Tetapi
banyak pula jenis serangga yang hidup terus-menerus di dalam hutan tanpa
menimbulkan kerusakan yang berarti. Banyak dari jenis-jenis serangga tersebut
pada waktu-waktu tertentu berkembang dalam jumlah yang sangat banyak sehingga
menimbulkan kerusakan yang serius.
Kerusakan oleh serangga hama dapat terjadi pada
semua tumbuhan penyusun hutan, pada semua tingkat pertumbuhan dan organ
tumbuhan (akar, batang, daun, dan biji). Besarnya kerusakan yang terjadi
ditentukan oleh banyak factor, termasuk jumlah seranggan hama, cara serangga
merusak, bagian tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman serta bagian luas
bagian hutan yang dirusak. Bentuk kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh
serangga hama pada pohon atau tegakan hutan dapat dibagi sebagai berikut :
Kerusakan langsung :
1.
mematikan
pohon
2.
merusak
sebagian dari pohon
3.
menurunkan
pertumbuhan pohon/tegajan
4.
merusak
biji dan buah
Kerusakan tidak
langsung :
1.
mengubah
suksesi atau komposisi tegakan
2.
menurunkan
umur tegakan
3.
mengurangi
nilai keindahan
4.
membawa
penyakit
Populasi
serangga hama yang merusak tidak timbul dengan sendirinya, melainkan merupakan
akibat dari hasil interaksi antara populasi itu dengan berbagai unsur dan
factor yang ada di lingkungan, maupun adanya tindakan yang dilakukan oleh
manusia yang tidak berasal dari dalam lingkungan hama. Sebagai organisme, serangga
hama dapat dipandang sesuai penjenjangan aras ekologi, yaitu (1) sebagai
individu yang secara genetic unik, yang berusaha mempertahankan hidup, (2)
sebagai populasi spesies tertentu yang berkembang biak bersama (interbreed) dan menempati lokasi yang
sama, (3) sebagai bagian dari komunitas yang terdiri dari berbagai jenis
orgganisme yang hidup bersama pada suatu tempat, saling memakan dan
berkompetisi unruk makan dan habitat, (4) sebagai bagian dari ekosistem
setempatdalam interaksinya dengan lingkungan fisik, dan (5) sebagai bagian
biosfer yang merupakan keseluruhan biomassa organisme di muka bumi dan
lingkungan abiotik yang menopangnya (Untung, 1993) dalam buku (Sumardi dan
Widyastuti, 2007).
2.2.2 Jenis-jenis
Hama pada Tanaman Jati (Tectona
grandis L.f)
Tabel 1. Jenis Hama pada Tanaman Jati (Tectona
grandis L.f)
No
|
Jenis Hama
|
Nama Umum
Hama
|
Bagian Yang
diserang
|
Lokasi
|
1
|
Duomitus ceramicus
|
Oleng-oleng
|
Batang
|
Lapangan
|
2
|
Neotermes tectonae
|
Inger-inger
|
Batang
|
|
3
|
Hyblaea puera
|
Ulat jati
|
Daun
|
Lapangan
|
4
|
Pyrausta machaeralis
|
Ulat jati
|
Daun
|
Persemaian,
lapangan
|
5
|
Phyllophaga
sp
|
Uret
|
Akar
|
Persemaian,
lapangan
|
6
|
Acarina sp.
|
Tungau
merah
|
Daun
|
Persemaian
|
7
|
Kutu
putih/lilin
|
Daun/pucuk
|
Persemaian
|
|
8
|
Lalat
Putih
|
Batang
|
Persemaian
|
1. Hama Ulat Jati (Hyblaea puera & Pyrausta machaeralis)
Hama ini menyerang pada awal
musim penghujan, yaitu sekitar bulan Nopember – Januari. Daun-daun yang
terserang berlubang-lubang dimakan ulat. Bila ulat tidak banyak cukup diambil
dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah tinggi, maka perlu dilakukan
pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida.
2. Hama Uret (Phyllophaga sp)
Hama ini
biasanya menyerang pada bulan Pebruari – April. Uret merupakan larva dari kumbang. Larva ini aktif memakan akar tanaman
baik tanaman kehutanan (tanaman pokok dan sela) maupun tanaman tumpangsari
(padi, palawija, dll) terutama yang masih muda, sehingga tanaman yang terserang
tiba-tiba layu, berhenti tumbuh kemudian mati. Jika media dibongkar akar
tanaman terputus/rusak dan dapat dijumpai hama uret.
Kerusakan dan kerugian paling
besar akibat serangan hama uret terutama terjadi pada tanaman umur 1-2 bulan di
lapangan, tanaman menjadi mati. Serangan hama uret di lapangan berfluktuasi
dari tahun ke tahun, umumnya bilamana kasus-kasus serangan hama uret
tinggi pada suatu tahun, maka pada tahun berikutnya kasus-kasus
kerusakan/serangan menurun.
·
Pengendalian
a.
Kasus-kasus
serangan hama uret umumnya menonjol pada lokasi-lokasi dengan jenis tanah
berpasir (regosol).
b.
Pencegahan dan
pengendalian hama uret dilakukan dengan penambahan insektisida-nematisida
granuler (G) di lubang tanam pada saat penanaman tanaman atau pada waktu
pencampuran media di persemaian, khususnya pada lokasi-lokasi endemik/rawan
hama uret.
c.
Untuk
efektivitas dan efisiensi langkah pengendalian, informasi tentang fluktuasi
serangan hama uret dari tahun ke tahun perlu dimiliki pengelola lapangan. Ini
penting untuk menentukan perlu tidaknya memberikan tindakan pencegahan/
pengendalian pada suatu penanaman pada suatu waktu.
3. Hama rayap
Serangan dapat
terjadi pada tanaman jati muda pada musim hujan yang tidak teratur dan puncak
kemarau panjang. Pada kasus serangan di puncak kemarau disebabkan rendahnya
kelembaban di dalam koloni rayap sehingga rayap menyerang tanaman jati muda. Prinsip pengendaliannya dengan mencegah kontak rayap dengan
batang/perakaran tanaman
·
Cara-cara
penanggulangan rayap yang dapat dilakukan :
1)
Preventif
- secara tradisional dilakukan
dengan menaburkan abu kayu di pangkal batang pada waktu penanaman
- pemberian insektisida granuler (G), pada lubang tanam ketika
penanaman, khususnya pada lokasi yang diketahui endemik/rawan rayap
- mengurangi kerusakan mekanis
pada perakaran dalam sistem tumpang sari
- menghilangkan sarang-sarang
pada lokasi
2)
Pengendalian :
- mengoleskan
kapur serangga di pangkal batang
- pemberian
insektisida granuler di pangkal batang
- penaburan abu
kayu di sekeliling pangkal batang
- menghilangkan
sarang-sarang pada lokasi
4. Hama Kutu Putih (Pseudococcus/mealybug)
Kutu putih/kutu
sisik (famili Coccidae, ordo Homoptera) yang pernah dilaporkan menyerang
tanaman jati antara lain : Pseudococcus hispidus dan
Pseudococcus (crotonis) tayabanus.
Kutu ini
mengisap cairan tanaman tumbuhan inang. Waktu serangan terjadi pada musim
kering (kemarau). Seluruh tubuhnya dilindungi oleh lilin/tawas dan dikelilingi
dengan karangan benang-benang tawas berwarna putih; pada bagian belakang
didapati benang-benang tawas yang lebih panjang. Telur-telurnya diletakkan
menumpuk yang tertutup oleh tawas.
Kerusakan pada
tanaman jati muda dapat terjadi bilamana populasi kutu tinggi. Kerusakan yang
terjadi antara lain : daun mengeriting, pucuk apikal tumbuh tidak normal
(bengkok dan jarak antar ruas daun memendek).
Gangguan kutu
ini akan menghilang pada musim penghujan. Namun demikian kerusakan tanaman muda
berupa bentuk-bentuk cacat tetap ada. Hal tersebut tentunya sangat merugikan
regenerasi tanaman yang berkualitas.
Kutu-kutu ini
memiliki hubungan simbiosis dengan semut (Formicidae), yaitu semut gramang (Plagiolepis
[Anaplolepis] longipes) dan semut hitam (Dolichoderus bituberculatus)
yang memindahkan kutu dari satu tanaman ke tanaman lain.
·
Pengendalian
Pengendalian
dilakukan bila populasi kutu per tanaman muda cukup besar. Pengendalian
dilakukan dengan penyemprotan pada tanaman-tanaman yang terserang.
Langkah-langkah pengendalian hama kutu putih antara lain sebagai berikut :
a.
Penyemprotan
dengan insektisida nabati
b.
Untuk
memulihkan bentuk-bentuk yang cacat maka dapat dilakukan pemotongan sampai pada
batas atas kuncup ketiak, yang kelak akan menjadi tunas akhir yang lurus dan
baik. Kegiatan pemotongan bagian-bagian yang cacat ini hendaknya dilakukan pada
awal musim penghujan.
5.
Hama Kupu Putih
(Peloncat Flatid Putih)
Kasus serangan
hama kupu putih dalam skala luas pernah terjadi pada tanaman jati muda di KPH
Banyuwangi Selatan pada musim kemarau tahun 2006. Serangga ini hinggap menempel
di batang muda dan permukaan daun bagian bawah. Jumlah individu serangga tiap
pohon dapat mencapai puluhan sampai ratusan individu.
Hasil
identifikasi serangga, diketahui bahwa serangga yang menyerang tanaman jati
muda ini adalah dari kelompok peloncat tumbuhan (planthopper) flatid
warna putih (famili Flatidae, ordo Homoptera/Hemiptera). Dari kenampakan
serangga maka kupu putih yang menyerang jati ini sangat mirip dengan spesies
flatid putih Anormenis chloris. Jenis-jenis serangga flatid jarang
dilaporkan menyebabkan kerusakan ekonomis pada tanaman budidaya.
Nilai kehadiran
serangga kupu putih (flatid putih) ini menjadi penting karena waktu serangan
terjadi pada musim kemarau yang panjang. Tanaman jati yang telah
mengurangi tekanan lingkungan dengan menggugurkan daun semakin meningkat
tekanannya akibat cairan tubuhnya dihisap oleh serangga flatid putih. Dengan
demikian serangan serangga flatid putih ini dapat meningkatkan resiko mati
pucuk jati muda selama musim kemarau.
·
Pengendalian :
Serangga
jenis-jenis peloncat flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerugian ekonomis
pada tanaman budidaya. Namun demikian bilamana populasi serangga tiap individu
pohon sudah tinggi dan dalam skala luas serta dalam musim kemarau yang panjang
maka kehadiran serangga flatid putih ini dapat memperbesar tekanan terhadap
tanaman jati muda berupa peningkatan resiko mati pucuk di lapangan.
Pengendalian
hama seperti peloncat flatid putih di atas dapat dilakukan dengan aplikasi
insektisida sistemik melalui batang (bor atau bacok oles), dan penyemprotan
bagian bawah daun, ranting-ranting, dan batang muda jati dengan insektisida
racun lambung.
2.3 Penyakit Tanaman
2.3.1
Penyakit Hutan
Dari suatu jenis pohon terdapat
individu-individu pohon yang lebih mampu tumbuh dan berkembang pada kondisi
lingkungan fisik atau kimia yang umumnya kurang baik untuk pertumbuhan jenis
pohon tersebut. Ini berarti bahwa dalam suatu populasi suatu jenis, terdapat
individu-individu yang mungkin menjadi sumber untuk memperoleh sifat yang dapat
diturunkan dengan demikia bermanfaat untuk pemuliaan pohon, khususnya yang
memiliki ketahanan terhadap penyakit (Yunafsi, 2007).
Penyakit
tanaman adalah suatu perubahan atau penyimpangan dalam satu atau lebih bagian
dari rangkaian proses fisiologis penggunaan energy yang mengakibatkan hilangnya
koordinasi di dalam tanaman inang (host).
Termasuk di dalamnya gangguan dan kemunduran aktivitas seluler yang biasanya
ditunjukkan oleh perubahan morfologi tanaman inang yang disebut gejala (symptom) (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
Penyakit tanaman hutan dapat disebabkan oleh banyak faktor,
baik faktor biotik (sesuatu yang hidup) maupun abiotik (sesuatu yang tidak
hidup). Dalam pengertian umum dapat dinyatakan bahwa penyebab penyakit pada tanaman
adalah pengganggu (pest), sedangkan
penyebab penyakit adalah patogen (pathogen) . Dalam pengertian luas, patogen (pathos = menderita + gen = asal-usul)
merupakan agen yang menyebabkan penderitaan (sakit). Tanaman hutan yang sakit
disebut tanaman inang (Bambang, 2006).
Berdasarkan
penyebabnya, penyakit dibagi menjadi dua, yaitu penyakit biotic dan abiotik.
Penyakit biotic terdiri dari komponen inang, pathogen (penyebab penyakit), dan
lingkungan. Sedangkan penyakit abiotik terdiri dari komponen inang dan
lingkungan. Suatu organisme disebut pathogen apabila dapat memenuhi postulat
Koch yaitu :
1.
Pathogen
ditemukan pada pohon yang terserang pathogen
2.
Pathogen
dapat diisolasi dan diidentifikasi
3.
Pathogen
dapat diinokulasikan di spesies inang yang sama dan menunjukkan gejala yang
sama
4.
Dapat
diisolasi kembali (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
Serangan
penyebab penyakit dapat mengganggu fungsi fisiologis, di antaranya dalam proses
:
1.
Pembentukan
cadangan bahan dalam bentuk biji, akar dan tunas
2.
Pertumbuhan
juvenile baik pada semai maupun perkembangan tunas
3.
Perpanjangan
akar dalam usaha untuk mendapatkan air dan mineral
4.
Transportasi
air
5.
Fotosintesis
6.
Translokasi
fotosintat untuk dimanfaatkan oleh sel
7.
Integritas
structural (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
Indikasi
penyakit secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
·
Gejala,
ialah kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal yang ditunjukkan oleh
tanaman itu sendiri sebagai reaksi terhadap adanya pathogen;
·
Tanda
(sign), yaitu indikasi lain selain
gejala, merupakan struktur vegetative dan generative dari patogen (misalnya :
tubuh buah, hifa, spora)
Menurut
proses terjadinya, gejala penyakit dapat dibedakan menjadi tipe-tipe gejala
pokok (Tainter dan Baker, 1996) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007), yaitu
:
1.
Nekrosis
(necrosis symptom)
Nekrosis adalah gejala kerusakan berupa
kematian sel-sel jaringan tanaman. Kematian jaringan tanaman biasanya didahului
dengan adanya perubahan warna dari hijau kekuning kemudian menjadi cokelat atau
kemerah-merahan akibat serangan patogen. Gejala yang termasuk kategori ini di
antaranya :
a.
Kanker
yaitu kematian jaringan pada kulit batang, cabang maupun akar dengan bentuk
cekungan atau retakan.
b.
Bercak
daun (leaf spots)
c.
Bususk
jaringan (tissue decay)
d.
Layu
vaskuller (vascular wilts)
e.
Mati
pucuk (shoot blight atau dieback), sering dijumpai pada tanaman jati.
2.
Hipertropik atau hyperplasia
Gejala hipertropik atau hyperplasia
adalah pertumbuhan bagian tanaman atau tanaman yang berlebihan yang menunjukkan
ketidaknormalan pada sebagian atau seluruh tanaman. Gejala yang termasuk
kategori ini di antaranya :
a.
Sapu
setan
b.
Lepuh
daun
c.
Puru,
pada daun batang atau akar yang disebabkan oleh serangga, nematode atau dapat
terjadi karena adanya kanker atau karat.
3.
Atrofi
atau hipoplasia
Gejala atrofi atau hipoplasia adalah
terhambatnya perkembangan atau pertumbuhan sebagian atau seluruh jaringan
tumbuhan akibat serangan patogen. Gejala yang termasuk dalam hal ini adalah :
a.
Klorosis
umum
b.
Kerdil
Istilah
umum yang dipakai untuk pengertian penyebab penyakit adalah patogen. Tetapi
dalam perkembangannya istilah ini hanya dipakai untuk penyebab penyakit yang
hidup (biotic). Patogen ini dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a.
Jamur
Jamur (fungi,
cendawan) adalah organisme tingkat rendah yang belum mempunyai akar, batang,
dan daun sehingga disebut thalus (Burnett, 1970) dalam buku (Sumardi dan
Widyastuti, 2007). Tubuh jamur ada yang terdiri dari satu sel dan ada pula yang
terdiri dari banyak sel, yang terdiri dari banyak sel umumnya berbentuk benang
(hifa). Hifa yang bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman yang
disebut miselium.
Semua jamur
memiliki tiga cirri, yaitu: tidak mempunyai jaringan pembuluh, salah satu alat
berbiaknya adalah spora, dan tidak mempunyai klorofil. Karena tidak memiliki
klorofil maka jamur tidak dapat melakukan fotosintesis, sehingga hidupnya
tergantung dari materi organic yang diproduksi oleh organisme lain sebagai
sumber energy.
b.
Bakteri
Bakteri merupakan
tumbuhan bersel satu dan berdinding sel, tetapi bersifat prokariotik (tidak mempunyai membran inti). Bakteri penyebab
penyakit tanaman tidak memproduksi spora, sehingga secara adptif tidak dapat
disebarkan melalui angin. Meskipun demikian, bakteri patogenik mampu berpindah
dengan perantara air, percikan air hujan, binatang dan manusia. Serangga juga
bertanggung jawab terhadap penyebaran beberapa penyakit yang disebabkan oleh
bakteri.
c.
Virus
Virus merupakan
penyebab penyakit yang paling merusak, tidak hanya pada tanaman, tetapi juga
pada manusia dan ternak. Virus biasanya menghambat pertumbuhan tanaman dan
mengurangi hasil produksi, bahkan mampu menimbulkan kematian tanaman inang.
Virus yang mampu mnginfeksi bakteri dikenal seagai bakteriofag.
d.
Tumbuhan
parasit tingkat tinggi
Tumbuhan parasit
tingkat tinggi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : parasit fakultatif
(setengan parasit) dan parasit obligat (parasit sejati). Tumbuhan parasit
fakultatif adalah tumbuhan tingkat tinggi parasit yang mengambil makanan berupa
bahan anorganik dari inangnya, sedangkan tumbuhan parasit yang sepenuhnya
mengambil bahan makanan berupa bahan organic dari inangnya.
e.
Nematoda
Nematoda parasit
tanaman berukuran sangat kecil, memanjang dan berbentuk silinder. Hampir semua
jenis nematode mempunyai panjang tubuh kurang dari 2,5 mm, tidak beruas atau
mempunyai lekuk lingkar dangkal. Merupakan organisme yang masih tergolong
primitive tetapi telah dilengkapi dengan system pencernaan, saraf dan
reproduksi.
Sedangkan untuk
nematoda non-parasit memakan jamur, bakteri, nematoda lain atau serangga kecil
yang hidup di tanah. Semua nematode parasit tanaman mempunyai struktur khusus
yang disebut spear (lembinhg).
f.
Serangga
Serangga
menyebabkan berbagai macam kerusakan pada tanaman, terutama sebagai akibat dari
aktivitas makan. Pengaruh serangga pada tanaman kehutanan dan tanaman peneduh
pada umunya dipelajari secara terpisah dalam disiplin ilmu Entomologi Hutan.
Perhatian
terhadap peranan serangga semakin meningkat karena serangga juga dapat menyebabkan
penyakit selain karena luka yang ditimbulkan pada tanaman inang saat makan.
Peranan serangga dalam menyebabkan penyakit secara garis besar dibedakan
menjadi dua, yaitu :
a.
Memuntahkan,
mengekresi atau menginjeksi bahan tertentu ke dalam jaringan tanaman, yang
mengakibatkan berkembangnya gejala penyakit.
b.
Interaksi
serangga dengan mikroorganisme yang pada akhirnya menyebabkan penyakit.
g.
Allelopati
Efek yang
merusak dari pelepasan senyawa-senyawa kimia organic oleh satu jenis tertentu
tanaman pada saat perkecambahan, pertumbuhan atau metabolisme terhadap jenis
tanaman lain berbeda dikenal sebagai allelopati.
2.3.2 Jenis-jenis Penyakit pada tanaman Jati (Tectona grandis L.f)
Tabel 2. Jenis Penyakit pada tanaman Jati (Tectona
grandis L.f)
No
|
Jenis Hama
|
Nama Umum Hama
|
Bagian yang Terserang
|
Lokasi
|
1
|
Dumping
off
|
Penyakit
layu/bususk semai
|
Leher akar
|
Persemaian
|
2
|
Rayap
|
Akar
|
Lapangan
|
|
3
|
Penggerek pucuk jati
|
Pucuk
|
Lapangan
|
|
4
|
Pseudococcus
|
Kutu putih/sisik
|
Daun dan
batang
|
Lapangan
|
5
|
Peloncat Flatid Putih
|
Kupu putih
|
Daun dan batang
|
Lapangan
|
6
|
Xyleborus
destruens
|
Kumbang bubuk basah
|
Batang
|
Lapangan
|
7
|
Pseudomonas
tectonae
|
Penyakit layu/busuk
|
Batang
|
Lapangan
|
8
|
Loranthus Sp.
|
Benalu
|
Batang
|
Lapangan
|
1.
Penyakit Layu –
Busuk Semai
Serangan
penyakit pada persemaian terjadi pada kondisi lingkungan yang lembab, biasanya
pada musim hujan. Berdasarkan karakteristik serangannya, penyakit yang
muncul pada persemaian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
-
Serangan
penyakit dipicu oleh kondisi lingkungan yang lembab.
Gejala yang timbul biasanya bibit
busuk. Penanganan secara mekanis dapat dilakukan dengan penjarangan bibit,
wiwil daun, serta pemindahan bibit ke open area, dengan tujuan untuk mengurangi
kelembaban.
-
Serangan
penyakit dipicu oleh hujan malam hari/dini hari pada awal musim hujan (penyakit
embun upas).
Gejala yang timbul berupa daun
layu seperti terkena air panas. Serangan penyakit ini umumnya muncul pada saat
pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan, saat hujan pertama
turun yang terjadi pada malam hari atau dini hari pada awal musim hujan.
Serangan penyakit terutama pada bibit yang masih muda, jumlah bibit yang
terserang relatif banyak, cepat menular melalui sentuhan atau kontak daun, dan
bersifat mematikan.
Jenis Penyakit potensial yang biasanya menyerang beberapa
pohon hutan termasuk Jati (Tectona grandis ) dalam suatu areal hutan yaitu :
- Penyakit akar
Jenis gangguan pada akar tanaman Jati yang sering dijumpai
adalah Pseudomonas Tectonae. Penyakit ini ditandai
dengan adanya daun yang menguning dan kemudian berubah
menjadi coklat. Penyakit ini sulit diberantas. Selain itu juga dijumpai jamur akar Armilaria melea,
Phellinus hellinus, Phellinus lamaonsis, Phellinus
noxius, Helicobasidium compactum, Phellinus rhizomorpho, Ustulina deusta, Xylaria thwaittesii, Polyporus zonalis, Polyporus shoreae serta jenis cendawan akar merah Rigidoporus lignosus.
- Penyakit Batang
Jenis
penyakit yang menyerang batang tanaman Jati di antaranya Corticium salmonicolor dan Nectria
haematococca sebagai penyebab kanker batang. Serangannya ditandai dengan daun layu dan berwarna hitam gelap, muncul
tubuh buah jamur yang menebal berwarna putih hingga merah jambu pada kulit
luar, timbul benjolan lapisan gabus pada permukaan batang, kulit kayu pecah-pecah kemudian
terjadi luka dan berlubang-lubang arah memanjang.
- Penyakit pucuk daun
Jenis
penyakit yang menyerang pucuk daun yaitu Stemphyllum sp, dan Phomopsi
tectonae serta jenis Ganoderma applanatum dan Phellinus lamoensis yang menyebabkan akar berwarna coklat. Jenis lain yang
menyerang daun di antaranya Cercospora sp, Mycosphaerella sp, Sphaceloma sp, Sclerotium
sp, Podospora sp, Xanthomonas sp, Rhizoctonia sp, Marasmius sp serta Phyllactinia sp.
Adapun serangan penyakit pucuk daun dapat dilihat dari tanda-tanda
munculnya bercak-bercak coklat tua, daun mengering dan kehilangan turgor, daun layu dan rontok, bila dicabut
jaringan kayu berwarna gelap sampai hitam serta batang pada permukaan tanah menjadi lunak dan basah.
Gambar
2. Daun Tanaman Pohon
Jati
2.4
Gulma
2.4.1 Gulma
Pengelolaan
hutan dalam pelaksanaannya merupakan manipulasi proses suksesi. Aspek yang
penting dalam manipulasi suksesi ekosistem hutan adalah pengelolaan interaksi
antar tanaman yang diusahakan dan tanaman yang tidak diusahakan. Pengelolaan
untuk memberikan fasilitas pertumbuhan yang optimal pada jenis tanaman yang diusahakan dan menekan
pertumbuhan tanaman yang tidak diusahakan merupakan kaidah dari pengendalian
tanaman pengganggu (gulma). Dalam pengelolan hutan intensif pengendalian gulma
lebih diarahkan pada pengelolaan vegetasi.
Pengelolaan
hutan dalam menyusun perencanaan harus memperhatikan manipulasi dari suksesi.
Salah satu aspek penting dari manipulasi dibeberapa ekosistem hutan adalah cara
mengelola interaksi antara tanaman pokok dan vegetasi lain yang tidak
diinginkan. Jenis-jenis penyusun vegetasi yang tidak diinginkan dan merupakan
tumbuhan pengganggu bagi tanaman pokok melalui kompetisi pada umumnya disebut
gulma.
Menurut
Nasif dan Pratiwi (1989) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007), gulma
adalah tumbuhan yang tumbuh tidak pada tempatnya dan mengadakan kompetisi
dengan tanaman pokok atau tumbuhan yang nilai negatifnya lebih dari nilai
positifnya. Status gulma muncul sebagai akibat cara pandang manusia dalam
memprioritaskan kebutuhannya secara subjektif (Soerjani, 1986) dalam buku
(Sumardi dan Widyastuti, 2007).
Gulma
hutan dapat berupa semak, tumbuh-tumbuhan perambat atau jenis tumbuhan kayu
lainnya. Jenis-jenis gulma yang sering dijumpai dihutan adalah berupa liana dan
pencekik (strangler) (Jacobs, 1987)
dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
2.4.2
Jenis-jenis Gulma pada Tanaman Hutan
a.
Golongan
rumput (grasses)
Gulma golongan
rumput, familia Gramineae/Poaceae. Deangan ciri, batang bulat atau agak pipih,
kebanyakan berongga. Daun-daun soliter pada buku-buku, tersusun dalam dua
deret, umumnya bertulang daun sejajar, terdiri atas dua bagian yaitu pelepah
daun dan helaian daun. Daun biasanya berbentuk garis (linier), tepi daun rata.
Lidah-lidah daun sering kelihatan jelas pada batas antara pelepah daun dan helaian
daun. Dasar karangan bunga satuannya anak bulir (spikelet) yang dapat
bertangkai atau tidak (sessilis). Masing-masing anak bulir tersusun atas satu
atau lebih bunga kecil (floret), di mana tiap-tiap bunga kecil biasanya
dikelilingi oleh sepasang daun pelindung (bractea) yang tidak sama besarnya,
yang besar disebut lemna dan yang kecil disebut palea. Buah disebut caryopsis
atau grain. Contohnya Imperata
cyliindrica, Echinochloa crusgalli, Cynodon dactylon, Panicum repens.
b.
Golongan
teki (sedges)
Gulma golongan teki,familia Cyperaceae.Batang
umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak
berongga.Daun tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidah-lidah daun
(ligula).Ibu tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku. Bunga sering dalam
bulir (spica) atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung.
Buahnya tidak membuka. Contohnya Cyperus
rotundus, Fimbristylis littoralis, Scripus juncoides.
c.
Golongan
berdaun lebar (broad leaves)
Gulma berdaun lebar umumnya termasuk Dicotyledoneae
dan Pteridophyta. Daun lebar dengan tulang daun berbentuk jala. Contohnya Monocharia vaginalis, Limnocharis flava,
Eichornia crassipes, Amaranthus spinosus, Portulaca olerace, Lindernia sp.
III. METODE PRAKTEK
3.1 Waktu
dan Tempat
Praktikum
Inventarisasi Serangan Hama, Penyakit dan Gulma Pada Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) dilaksanakan pada hari Minggu, 09 Juni 2013, pukul
09:30 WITA sampai selesai, bertempat di areal Hutan Rakyat Desa Sidera
Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.
2.5
Bahan dan Alat Praktek
Adapun
bahan dan alat yang digunakan pada Praktikum Inventarisasi Serangan Hama,
Penyakit dan Gulma Pada Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) adalah parang, tali rafia, kantong plastik, botol
serangga, kamera, alat tulis menulis dan tally sheet.
3.3 Metode Pelaksanaan Praktek
3.3.1 Pembuatan Plot
Pengamatan
Adapun
langkah-langkah dalam Praktikum Inventarisasi Serangan Hama, Penyakit dan Gulma
Pada Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) adalah sebagai berikut, pertama-tama kita membuat plot
dengan ukuran 10x10 m, dengan 5 kali ulangan. Kemudian mengidentifikasi gejala
pada tanaman dengan cara melihat perubahan fisik yang timbulkan oleh tanaman,
seperti adanya daun berlubang, daun sebagian atau seluruhnya habis dimakan,
pucuk terpotong, batang berlubang, bercak daun, busuk daun, mati pucuk dan
sebagainya.
3.3.2 Analisis Data
Setelah itu melakukan pengamatan
terhadap intensitas atau tingkat kesehatan tanaman Jati (Tectona grandis L.f), dengan melihat 5
kriteria yaitu, sehat, merana ringan, merana sedang, merana berat dan mati.
Kemudian langkah yang terakhir yaitu mengambil serangga yang berada di tanaman
Jati tersebut, lalu dimasukkan ke dalam botol serangga yang telah disediakan.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1
Jenis-jenis Hama dan Gejala Serangannya
pada Tegakan Jati
(Tectona grandis L.f)
a.
Hama
Belalang (Locusta migratoria)
Belalang merupakan serangga hama. Gejala
serangan belalang tidak spesifik, bergantung pada tipe tanaman yang diserang
dan tingkat populasi. Daun biasanya bagian pertama yang diserang. Hampir keseluruhan daun habis termasuk tulang
daun, jika serangannya parah
b.
Hama
Penggerek Batang (Zauzera coffeae)
Gejala yang ditunjjukan oleh tanaman
berupa pembengkakan batang dan gejala serangan berupa serbuk kayu yang menempel
pada permukaan batang.
c.
Hama
Rayap Inger-inger (Neoternes tectonae)
pada batang jati
Kerusakan batang yang terjadi berupa
pembengkakan dan timbulnya rongga pada bagian dalam batang. Perkembangan koloni
inger-inger dalam batang tanaman jati menyebabkan batang membengkak yang bisa
disebut jati gambol dan pada batang kadang-kadang terdapat lebih dari satu
koloni. Bagian batang tempat terdapat koloni inger-inger dibagian dalamnya
berlubang-lubang seginggah kayu batang tidak lagi mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi. Serangan dimulai pada musim hujan saat penerbangan sulung (inger-inger
dewasa yang bersayap). Pada saat keturunan sulung menyerang pertama kali sampai
terlihat gejala serangan memerlukan waktu tiga sampai 4 tahun, bahkan sampai
tujuh tahun. Inger-inger merupakan serangga sosial, hidup didalam koloni serta
memiliki kasta reproduktif dan kasta steril. Kasta reproduktif yaitu yang
berasal dari sulung, sedangkan kasta sterilnya adalah prajurit dan pekerja
(Kalshoven, 1981) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
d.
Hama
Tungau Merah (Tetranychus sp)
serangan tungau merah pada daun stek pucuk jati. Gejala serangan yang tampak
pada daun dan kenampakan tungau secara mikroskopis.
e.
Hama
Kutu Putih (Ferrisia sp) hama ini
menyerang daun semai jati sehingga menyebabkan pertumbuhan semai menjadi
terhambat. Morfologi kutu putih (kenampakan mikroskopis) yang pada umumnya
hidup berkelompok disekitar tulang daun.
f.
Hama
Ulat (Hyblaea purea) marupakan hama
pemakan daun pada jati dan dikenal sebagai teak
defoliator. Selain menyerang jati, hama ini juga diketahui manyerang Vitex pubescens. Pada mulanya ulat muda
memakan bagian daun yang lunak denga menunggalkan urat-urat daun dan tulang-tulang
daun. Ulat dewasa memakan keseluruhan jaringan daun kecuali tulang daun yang
besar serangan berat H. puera dapat
menghabiskan daun jati. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nair dkk.
(1966) di india, hama ini diketahui menyebabkan terhambatnya pertumbuhan jati
yang cukup signifikan. Paliga damastesalis (sinonim dari Eutectona machaeralis, Pyrausta machaeralis) (Lepidoptera) juga
merupakan hama pemakan daun jati yang dikenal sebagai teak-leaf skeletonizer. Bagian daun yang diserang adalah jaringan
parenkim yang berwarna hijau dan lunak diantara tulang-tulang dan urat-urat
daun. Di india, ledakan hama ini terjadi diakhir musim pertumbuhan, sat
daun-daun telah tua, sehinga tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan jati (Nair
dkk., 1996) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
4.2
Jenis-jenis
Penyakit dan Gejala Serangannya pada Tegakan Jati (Tectona grandis L.f)
a.
Penyakit kenker batang
Penyakit ini
terjadi pada tanaman jati muda akibat dari hasil kultur jaringan hal ini
disebabkan oleh jamur Corticium
salmonicolor. Jamur ini menimbulkan penyakit berwarna merah muda karena
dilapisi miselium jamur patogen sehingga menyebabkan batang pokok mati. Faktor
yang mendukung serangan jamur antara lain : tanah lembab, nahan organik tinggi,
naungan berat, penanaman terlalu rapat, tanah basah/alkalin serta sirkulasi
udara tanah yang jelek (Suharti dkk., 1991) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
b.
Penyakit busuk batang dan daun pada stek pucuk jati.
Penyakit ini
disebabkan oleh serangan jamur Rhizoctonia
sp dan Sklerosium Rhizoctonia sp.
c.
Penyakit bercak daun (leaf
spot)
Penyakit ini
terjadi pada semai disebabkan oleh Gloesporium
sp. Gejala yang tampak pada semai adalah mengeringnya daun yang diawali
dari bagian pangkal daun dan menjalar keujung daun sehingga daun menjadi
kering.
4.3
Frekuensi dan Intensitas Serangan Hama
dan Penyakit pada Tegakan Jati
Tabel 3. Tally Sheet Plot 1
Nomor Tanaman
|
Kriteria
|
Ket
|
||||
Sehat
|
Merana ringan
|
Merana Sedang
|
Merana Berat
|
Mati
|
||
1
|
![]() |
1
|
||||
2
|
![]() |
2
|
||||
3
|
![]() |
4
|
||||
4
|
![]() |
4
|
||||
5
|
![]() |
2
|
||||
6
|
![]() |
2
|
||||
7
|
![]() |
1
|
||||
8
|
![]() |
0
|
||||
9
|
![]() |
2
|
||||
10
|
![]() |
1
|
||||
11
|
![]() |
1
|
Tabel 4. Tally Sheet Plot 2
Nomor Tanaman
|
Kriteria
|
Ket
|
||||
Sehat
|
Merana ringan
|
Merana Sedang
|
Merana Berat
|
Mati
|
||
1
|
![]() |
2
|
||||
2
|
![]() |
2
|
||||
3
|
![]() |
2
|
||||
4
|
![]() |
3
|
||||
5
|
||||||
6
|
||||||
7
|
||||||
8
|
||||||
9
|
![]() |
4
|
||||
10
|
![]() |
4
|
||||
11
|
![]() |
4
|
||||
12
|
![]() |
4
|
Tabel 5. Tally Sheet Plot 3
Nomor Tanaman
|
Kriteria
|
Ket
|
||||
Sehat
|
Merana ringan
|
Merana Sedang
|
Merana Berat
|
Mati
|
||
1
|
![]() |
1
|
||||
2
|
![]() |
1
|
||||
3
|
![]() |
1
|
||||
4
|
![]() |
1
|
||||
5
|
![]() |
1
|
||||
6
|
![]() |
1
|
||||
7
|
![]() |
1
|
||||
8
|
![]() |
1
|
||||
9
|
![]() |
1
|
||||
10
|
![]() |
1
|
||||
11
|
![]() |
1
|
||||
12
|
![]() |
4
|
Tabel 6. Tally Sheet Plot 4
Nomor Tanaman
|
Kriteria
|
Ket
|
||||
Sehat
|
Merana ringan
|
Merana Sedang
|
Merana Berat
|
Mati
|
||
1
|
![]() |
2
|
||||
2
|
![]() |
1
|
||||
3
|
![]() |
4
|
||||
4
|
![]() |
4
|
||||
5
|
![]() |
1
|
||||
6
|
![]() |
1
|
||||
7
|
![]() |
2
|
||||
8
|
![]() |
4
|
||||
9
|
![]() |
4
|
||||
10
|
![]() |
4
|
Tabel 7. Tally Sheet Plot 5
Nomor Tanaman
|
Kriteria
|
Ket
|
||||
Sehat
|
Merana ringan
|
Merana Sedang
|
Merana Berat
|
Mati
|
||
1
|
![]() |
4
|
||||
2
|
![]() |
2
|
||||
3
|
![]() |
4
|
||||
4
|
![]() |
4
|
||||
5
|
![]() |
1
|
||||
6
|
![]() |
2
|
||||
7
|
![]() |
4
|
||||
8
|
![]() |
4
|
||||
9
|
![]() |
4
|
||||
10
|
![]() |
2
|
||||
11
|
![]() |
3
|
||||
12
|
![]() |
1
|
·
Frekuensi Serangan Plot 1

|
Jumlah
seluruh tanaman sample
|
|
FS
=
= 0, 90 x 100%
=
90%
·
Frekuensi Serangan
Plot 2

|
Jumlah
seluruh tanaman sample
|
|
FS
=
= 1 x 100%
=
100%
·
Frekuensi Serangan Plot 3

|
Jumlah
seluruh tanaman sample
|
|
FS
=
= 1 x 100%
=
100 %
·
Frekuensi Serangan Plot 4

|
Jumlah
seluruh tanaman sample
|
|
FS
=
= 1 x 100%
=
100 %
·
Frekuensi Serangan Plot 5

|
Jumlah
seluruh tanaman sample
|
|
FS
=
= 1 x 100%
=
100 %
§ Intensitas Serangan Plot 1
|
I =
Keterangan :
I = Intensitas serangan
X = Jumlah seluruh tanaman
X1-X4 = Jumlah tanaman yang merana ringan (skor
1) sampai yang mati
(skor
4)
Y1X4 = Skor untuk tanaman merana ringan
sampai mati (1 sampai 4)
|
|
I =
= 0,45 x 100%
= 45 %
Jadi, intensitas serangan pada
plot 1 termasuk dalam kelas rusak sedang.
§ Intensitas Serangan Plot 2
|
|
I =
= 0,64 x 100%
= 64 %
Jadi, intensitas serangan pada plot 2 termasuk dalam
kelas rusak berat.
§ Intensitas Serangan Plot 3
|
|
I =
= 0,31 x 100%
= 31 %
Jadi,
intensitas serangan
pada plot 3 termasuk dalam kelas rusak sedang.
§
Intensitas Serangan Plot 4
|
|
I =
= 0,70 x 100%
= 70 %
Jadi,
intensitas serangan pada plot 4 termasuk ke dalam kelas rusak berat.
§
Intensitas Serangan Plot 5
|
|
I =
= 0,72 x 100%
= 72 %
Jadi,
intensitas serangan pada plot 5 termasuk ke dalam kelas rusak berat.
4.4
Jenis-jenis Gulma pada Tegakan Jati
Tabel 8. Jenis Gulma
Pada Tegakan Jati
No
|
Jenis Gulma
|
Keterangan
|
1
|
Alang-alang (Imperata
cylindrica)
|
Gulma daun jarum
|
2
|
Putri malu (Mimosa
pudica)
|
Gulma daun lebar
|
3
|
Gulma rerumputan
|
|
4
|
Gulma 1
|
Pencekik (Strangler)
|
5
|
Gulma 2
|
Gulma daun lebar
|
6
|
Gulma 3
|
Gulma daun jarum
|
7
|
Gulma 4
|
Gulma daun lebar
|
8
|
Gulma 5
|
Gulma daun lebar
|
9
|
Gulma 6
|
Gulma daun jarum
|
10
|
Gulma 7
|
Gulma daun lebar
|
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kita simpulkan pada
praktikum ini adalah sebagai berikut:
a.
Jenis-jenis hama yang
ditemukan menyerang tegakan Jati (Tectona grandis L.f) adalah
Belalang (Locusta migratoria),
Penggerek Batang (Zauzera coffeae),
Rayap Inger-inger (Neoternes tectonae),
Tungau Merah (Tetranychus sp),
Kutu Putih (Ferrisia sp),
dan Ulat (Hyblaea
purea).
b.
Jenis-jenis penyakit
yang ditemukan menyerang tegakan Jati (Tectona grandis L.f) adalah
penyakit Kanker Batang, penyakit Busuk Batang dan Daun, dan penyakit Bercak
Daun.
c.
Frekuensi serangan hama
dan pathogen penyebab penyakit pada tegakan Jati sebasar 90,8 % dengan
intensitas serangan sebesar 56,4 %.
d.
Jenis-jenis gulma yang
terdapat pada tegakan Jati adalah Alang-alang (Imperata
cylindrica), Putri malu (Mimosa
pudica), Teki-tekian (Cyperaceae), Gulma 1, Gulma 2, Gulma 3, Gulma 4, Gulma 5, Gulma 6
dan Gulma 7.
5.2 Saran
Sebaiknya
pada praktikum selanjutnya lebih diperhatikan masalah tempatnya, kemudian
sebaiknya apabila praktikum dilakukan di hutan rakyat alangkah baiknya ada
pemandu selain asisten.
DAFTAR PUSTAKA
Hartanto, 2003.
Tata Kelola Perusahaan di Perum Perhutani. Yayasan Sarana Wana Jaya.
Jakarta.
Sumardi,
Widyastuti, 2004. Panduan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Hutan.
Laboratorium Kesehatan dan Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sumardi,
Widyastuti, 2007. Dasar-dasar Perlindungan Hutan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Sumarna Yana,
2001. Budidaya Jati. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutisna, dkk,
1998. Pedoman Pengelolaan Pohon Hutan di Indonesia (Seri Manual).
Yayasan PROSEA. Bogor.
Widyastuti,
S.M, 2004. Kesehatan Hutan: Suatu Pendekatan Dalam Perlindungan Hutan
(Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Perlindungan Hutan Pada
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada). UGM, Yogyakarta.
Yunafsi, 2007. Permasalahan Hama, Penyakit, dan Gulma dalam
Pembangunan Hutan Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra, Medan.
Laman Web : file:///D:/Dok%20Q._KCm/Downloads/Jenis-jenis Hama Dan Penyakit Yang Menyerang Tanaman Kehutanan Blog.htm.
Diakses pada tanggal 10 Juni 2013
Laman Web : http://tanaman
jati.blogspot.com
Diakses pada tanggal 10 Juni 2013
Laman Web : http://hama-dan-penyakit-tanaman-jati.html
Diakses pada
tanggal 10 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar