Kamis, 16 Januari 2014

Laporan Lengkap Praktikum Perlindungan Hutan



I.     PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Hutan merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen mahkluk hidup yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil baik yang bersifat benefit cost maupun non benefit cost, namun dalam upaya untuk memaksimalkan fungsi hutan terkadang muncul faktor – faktor yang dapat menjadi pembatas tercapainya fungsi dan manfaat hutan secara optimal.
Dewasa ini sumber daya hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman yang ada di hampir sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami penurunan fungsi secara drastis dimana hutan tidak lagi berfungsi secara maksimal sebagai akibat dari ekploitasi kepentingan manusia baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Oleh karena itu penyelamatan fungsi hutan dan perlindunganya sudah saatnya menjadi tumpuan harapan bagi kelangsungan jasa produksi ataupun lingkungan untuk menjawab kebutuhan mahkluk hidup.
Mengingat tinggi dan pentingya nilai hutan, maka upaya pelestarian hutan wajib dilakukan apapun konsekuensi yang harus dihadapi, karena sebetulnya peningkatan produktivitas dan pelestarian serta perlindungan hutan sebenarnya mempunyai tujuan jangka panjang, oleh karena itu perlu dicari solusi yang tepat untuk mempertahankan produktivitas tegakan ataupun ekosistem hutan.
Perlindungan dan aspek kesehatan hutan sebagai mata rantai pemeliharaan atau pembinaan hutan harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam satu kesatuan pengelolaan hutan dalam rangka melindungi hutan berikut komponen yang ada di dalamnya dari berbagai macam faktor penyebab kerusakan. Hutan jika ditinjau dari aspek kesehatannya terbagi atas tiga komponen yakni dari sisi pemanfaatan yakni pada tegakan hutan, lingkungan yakni terhadap sebuah komunitas dan kesehatan ekosistem.
Jati (Tectona grandis L.f) yang saat ini mencapai ratusan pohon telah menjadi salah satu jenis tanaman yang penting dalam pembangunan hutan di Indonesia khususnya untuk jenis hutan tanaman baik untuk keperluan industri maupun pendidikan dan penelitian dimana sejak akhir tahun 1980-an. Jenis ini banyak dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan warga masyarakat akan kayu di pasaran karena kemampuan adaptasi yang tinggi terutama pada tanah-tanah marginal bekas padang alang-alang (Imperata cylindrica).
Salah satu faktor penyebab yang dicurigai sebagai faktor pembatas menurunnya kualitas tegakan Jati adalah kehadiran organisme perusak dan agen – agen penyebab penyakit pohon. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka melakukan pencegahan awal ataupun pengendalian terstrktur terhadap kehadiran agen – agen penyebab kerusakan tegakan hutan adalah dengan melakukan tindakan monitoring terhadap tingkat kesehatan tegakan hutan sehingga sedini mungkin dapat dicari alternatif pencegahan ataupun pengendalian terhadap kondisi yang terjadi pada tegakan melalui tindakan monitoring pengamatan, pengidentifikasian dan penilai tipe kerusakan, lokasi kerusakan dan tingkat keparahannya (Sumardi.Widyastuty, 2004).

I.2     Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah menginventarisasi serangan hama, penyakit dan gulma pada tegakan Jati (Tectona grandis L.f) di areal Hutan Rakyat Desa Sidera.
Adapun kegunaan dari pelaksanaan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat melihat dan memantau secara langsung kondisi kesehatan pada tegakan Jati (Tectona grandis L.f) di Hutan Rakyat Desa Sidera dan agar mahasiswa dapat mengenali dan mengetahui jenis serangan hama, penyakit dan gulma yang biasa terdapat pada tegakan Jati (Tectona grandis L.f).




II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1     Tanaman Jati (Tectona grandis L.f.)
Jati (Tectona grandis L.f) adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f. (Sumarna, 2001).
Pohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang (Sumarna, 2001).
Pohon jati (Tectona grandis L.f) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun (Sumarna, 2001).
Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.









                                                          
Gambar 1: Tanaman Jati
Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu. Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil (Wikipedia, 2012).
Jati yang terkenal dengan kayu mewah karena kekuatan dan keawetannya merupakan salah satu tanaman yang berkembang baik di Indonesia. Hal ini tercemin dari telah tumbuhnya tanaman jati sejak tahun 1842. Jati merupakan salah satu spesies daerah tropis yang bersifat desiduous yaitu menggugurkan daunnya pada musim kemarau. Penyebarannya di Indonesia terjadi secara alami dengan daerah pertumbuhan terutama di jawa. Hutan jati di Jawa saat ini merupakan hutan buatan bukan hutan alam sebagai akibat dari sistem pengelolaan tebang habis yang disusul dengan penanaman kembali hutan tersebut.
Tata Nama Sistematika Jati yang dikemukakan oleh Samuel dan Arlene (1979) adalah sebagai berikut:
Divisio        : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class           : Dicotyledonae
Sub Class     : Asteridae
Ordo           : Lamiales
Familia        : Verbenaceae
Genus          : Tectona
Species        : Tectona grandis L.f.
Dalam bahasa Melayu dan Jawa disebut Jati dan Kayu Jati. Istilah lain untuk pohon jati adalah Quercus indica. Berbagai formasi hutan Jati dikelompokkan menjadi tiga tipe utama, yaitu : formasi Jati alami lembab ( curah hujan tahunan1500-2500 mm), formasi jati alami kering (curah hujan tahunan 760-1500 mm) dan formasi Jati Indonesia (curah hujan tahunan 1200 – 2000 mm). Tanah yang paling cocok untuk jati ialah aluvial-koluvial yang dalam, berdrainase baik, subur, dengan pH tanah 6.5 – 8.0 dan kandungan Ca dan P yang cukup tinggi. Jati tidak tahan genangan air atau tanah laterit miskin hara, namun merupakan jenis pionir berumur panjang. Persebaran Jati di Asia terletak pada 25,5° LU sampai dengan 9° LS. Di Indonesia tegakan jati alam yang agak luas terdapat di Jawa (barat laut, tengah dan timur), Pulau Kangean, Muna, Sumba dan Bali (Sumarna, 2001).
Jadi persebaran terbatas pada tempat-tempat dimana terdapat iklim yang nyata yaitu iklim kemarau periodik. Daerah persebaran jati meliputi India, Birma, Thailand dan Vietnam. Di Indonesia tanaman ini banyak dijumpai di pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (Sumbawa), dan Lampung. Tinggi pohon dapat mencapai 50 m dengan panjang batang bebas cabang 15-20 m dan diameternya mencapai 220 cm. Bentuk batang umumnya bulat dan lurus, kulit kayu agak tipis dan teratur. Sedangkan di luar Indonesia terdapat di India, Burma, Siam dan Indocina (Sutisna, 1998).
Ada dua syarat bagi pertumbuhan Jati yaitu tanah dan iklim. Jati dapat tumbuh baik pada tanah-tanah yang tidak terlalu kering dan aerasinya baik. Pertumbuhan Jati kurang baik jika, tanahnya pasir atau margel. Di Pulau Jawa. Pada ketinggian 900 m dpi Jati masih mampu tumbuh, meskipun ditempat-tempat yang kemaraunya terlalu panjang tumbuhnya tidak begitu subur.
Di Indonesia temperatur optimum untuk jati adalah 22°C-27°C dengan temperatur ekstrim 15°C-30°C. Secara alami jati berada pada sebaran iklim yang cukup luas, dimana suliu maksimum 48°C dan suhu minimum bulanan sekitar 13°C (Sumarna, 2001).
Jati merupakan pohon yang besar, pada umur 150 tahun dapat mencapai tinggi 20- 50m. Bentuk batang jati bulat dan lurus pada tanah-tanah yang subur, tetapi pada tanah miskin dan pada kondisi yang tegakannya kurang rapat mempunyai kecenderungan untuk melengkung. Daun jati bertangkai pendek, bentuk clips, letak daun saling berhadapan. Tajuk berbentuk tidak beraturan dan letaknya agak rendah pada tegakan yang kurang rapat (Sumarna, 2001).

2.2     Hama Tanaman
2.2.1    Hama
Serangan merupakan kelompok hama paling berat yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi yang tinggi. Kerusakan hutan dapat terjadi oleh adanya aktifitas berbagai serangga yang hidup di dalamnya dengan memanfaatkan tanaman hutan sebagai tempat berkembang dan sumber makanan. Tetapi banyak pula jenis serangga yang hidup terus-menerus di dalam hutan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti. Banyak dari jenis-jenis serangga tersebut pada waktu-waktu tertentu berkembang dalam jumlah yang sangat banyak sehingga menimbulkan kerusakan yang serius.
Kerusakan oleh serangga hama dapat terjadi pada semua tumbuhan penyusun hutan, pada semua tingkat pertumbuhan dan organ tumbuhan (akar, batang, daun, dan biji). Besarnya kerusakan yang terjadi ditentukan oleh banyak factor, termasuk jumlah seranggan hama, cara serangga merusak, bagian tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman serta bagian luas bagian hutan yang dirusak. Bentuk kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh serangga hama pada pohon atau tegakan hutan dapat dibagi sebagai berikut :
Kerusakan langsung :
1.      mematikan pohon
2.      merusak sebagian dari pohon
3.      menurunkan pertumbuhan pohon/tegajan
4.      merusak biji dan buah
Kerusakan tidak langsung :
1.      mengubah suksesi atau komposisi tegakan
2.      menurunkan umur tegakan
3.      mengurangi nilai keindahan
4.      membawa penyakit
Populasi serangga hama yang merusak tidak timbul dengan sendirinya, melainkan merupakan akibat dari hasil interaksi antara populasi itu dengan berbagai unsur dan factor yang ada di lingkungan, maupun adanya tindakan yang dilakukan oleh manusia yang tidak berasal dari dalam lingkungan hama. Sebagai organisme, serangga hama dapat dipandang sesuai penjenjangan aras ekologi, yaitu (1) sebagai individu yang secara genetic unik, yang berusaha mempertahankan hidup, (2) sebagai populasi spesies tertentu yang berkembang biak bersama (interbreed) dan menempati lokasi yang sama, (3) sebagai bagian dari komunitas yang terdiri dari berbagai jenis orgganisme yang hidup bersama pada suatu tempat, saling memakan dan berkompetisi unruk makan dan habitat, (4) sebagai bagian dari ekosistem setempatdalam interaksinya dengan lingkungan fisik, dan (5) sebagai bagian biosfer yang merupakan keseluruhan biomassa organisme di muka bumi dan lingkungan abiotik yang menopangnya (Untung, 1993) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007).

2.2.2    Jenis-jenis Hama pada Tanaman Jati (Tectona grandis L.f)
Tabel 1. Jenis Hama pada Tanaman Jati (Tectona grandis L.f)
No
Jenis Hama
Nama Umum Hama
Bagian Yang diserang
Lokasi
1
Duomitus ceramicus
Oleng-oleng
Batang
Lapangan
2
Neotermes tectonae
Inger-inger
Batang

3
Hyblaea puera
Ulat jati
Daun
Lapangan
4
Pyrausta machaeralis
Ulat jati
Daun
Persemaian, lapangan
5
Phyllophaga sp
Uret
Akar
Persemaian, lapangan
6
Acarina sp.
Tungau merah
Daun
Persemaian
7
Kutu putih/lilin

Daun/pucuk
Persemaian
8
Lalat Putih

Batang
Persemaian

1.      Hama Ulat Jati (Hyblaea puera & Pyrausta machaeralis)
Hama ini menyerang pada awal musim penghujan, yaitu sekitar bulan Nopember – Januari. Daun-daun yang terserang berlubang-lubang dimakan ulat. Bila ulat tidak banyak cukup diambil dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah tinggi, maka perlu dilakukan pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida.
2.      Hama Uret (Phyllophaga sp)
Hama ini biasanya menyerang pada bulan Pebruari – April. Uret merupakan larva dari kumbang. Larva ini aktif memakan akar tanaman baik tanaman kehutanan (tanaman pokok dan sela) maupun tanaman tumpangsari (padi, palawija, dll) terutama yang masih muda, sehingga tanaman yang terserang tiba-tiba layu, berhenti tumbuh kemudian mati. Jika media dibongkar akar tanaman terputus/rusak dan dapat dijumpai hama uret.
Kerusakan dan kerugian paling besar akibat serangan hama uret terutama terjadi pada tanaman umur 1-2 bulan di lapangan, tanaman menjadi mati. Serangan hama uret di lapangan berfluktuasi dari tahun ke tahun, umumnya bilamana kasus-kasus serangan hama uret  tinggi pada suatu tahun, maka pada tahun berikutnya kasus-kasus kerusakan/serangan menurun.
·         Pengendalian
a.       Kasus-kasus serangan hama uret umumnya menonjol pada lokasi-lokasi dengan  jenis tanah berpasir (regosol).
b.       Pencegahan dan pengendalian hama uret dilakukan dengan penambahan insektisida-nematisida granuler (G) di lubang tanam pada saat penanaman tanaman atau pada waktu pencampuran media di persemaian, khususnya pada lokasi-lokasi endemik/rawan hama uret. 
c.       Untuk efektivitas dan efisiensi langkah pengendalian, informasi tentang fluktuasi serangan hama uret dari tahun ke tahun perlu dimiliki pengelola lapangan. Ini penting untuk menentukan perlu tidaknya memberikan tindakan pencegahan/ pengendalian pada suatu penanaman pada suatu waktu.
3.      Hama rayap
Serangan dapat terjadi pada tanaman jati muda pada musim hujan yang tidak teratur dan puncak kemarau panjang. Pada kasus serangan di puncak kemarau disebabkan rendahnya kelembaban di dalam koloni rayap sehingga rayap menyerang tanaman jati muda. Prinsip pengendaliannya dengan mencegah kontak rayap dengan batang/perakaran tanaman
·         Cara-cara penanggulangan rayap yang dapat dilakukan :
1)      Preventif
-   secara tradisional dilakukan dengan menaburkan abu kayu di pangkal batang pada waktu penanaman
- pemberian insektisida granuler (G), pada lubang tanam ketika penanaman, khususnya pada lokasi yang diketahui endemik/rawan rayap
-   mengurangi kerusakan mekanis pada perakaran dalam sistem tumpang sari
-   menghilangkan sarang-sarang pada lokasi
2)      Pengendalian :
- mengoleskan kapur serangga di pangkal batang
- pemberian insektisida granuler di pangkal batang
- penaburan abu kayu di sekeliling pangkal batang
- menghilangkan sarang-sarang pada lokasi
4.   Hama Kutu Putih (Pseudococcus/mealybug)
Kutu putih/kutu sisik (famili Coccidae, ordo Homoptera) yang pernah dilaporkan menyerang tanaman jati antara lain : Pseudococcus hispidus dan  Pseudococcus (crotonis) tayabanus.
Kutu ini mengisap cairan tanaman tumbuhan inang. Waktu serangan terjadi pada musim kering (kemarau). Seluruh tubuhnya dilindungi oleh lilin/tawas dan dikelilingi dengan karangan benang-benang tawas berwarna putih; pada bagian belakang didapati benang-benang tawas yang lebih panjang. Telur-telurnya diletakkan menumpuk yang tertutup oleh tawas.
Kerusakan pada tanaman jati muda dapat terjadi bilamana populasi kutu tinggi. Kerusakan yang terjadi antara lain : daun mengeriting, pucuk apikal tumbuh tidak normal (bengkok dan jarak antar ruas daun memendek).
Gangguan kutu ini akan menghilang pada musim penghujan. Namun demikian kerusakan tanaman muda berupa bentuk-bentuk cacat tetap ada. Hal tersebut tentunya sangat merugikan regenerasi tanaman yang berkualitas.
Kutu-kutu ini memiliki hubungan simbiosis dengan semut (Formicidae), yaitu semut gramang (Plagiolepis [Anaplolepis] longipes) dan semut hitam (Dolichoderus bituberculatus) yang memindahkan kutu dari satu tanaman ke tanaman lain. 
·         Pengendalian
Pengendalian dilakukan bila populasi kutu per tanaman muda cukup besar. Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan pada tanaman-tanaman yang terserang. Langkah-langkah pengendalian hama kutu putih antara lain sebagai berikut :
a.       Penyemprotan dengan insektisida nabati
b.      Untuk memulihkan bentuk-bentuk yang cacat maka dapat dilakukan pemotongan sampai pada batas atas kuncup ketiak, yang kelak akan menjadi tunas akhir yang lurus dan baik. Kegiatan pemotongan bagian-bagian yang cacat ini hendaknya dilakukan pada awal musim penghujan.
5.      Hama Kupu Putih (Peloncat Flatid Putih)
Kasus serangan hama kupu putih dalam skala luas pernah terjadi pada tanaman jati muda di KPH Banyuwangi Selatan pada musim kemarau tahun 2006. Serangga ini hinggap menempel di batang muda dan permukaan daun bagian bawah. Jumlah individu serangga tiap pohon dapat mencapai puluhan sampai ratusan individu.
Hasil identifikasi serangga, diketahui bahwa serangga yang menyerang tanaman jati muda ini adalah dari kelompok peloncat tumbuhan (planthopper) flatid warna putih (famili Flatidae, ordo Homoptera/Hemiptera). Dari kenampakan serangga maka kupu putih yang menyerang jati ini sangat mirip dengan spesies flatid putih Anormenis chloris. Jenis-jenis serangga flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerusakan ekonomis pada tanaman budidaya.
Nilai kehadiran serangga kupu putih (flatid putih) ini menjadi penting karena waktu serangan terjadi pada musim kemarau yang panjang. Tanaman jati yang telah  mengurangi tekanan lingkungan dengan menggugurkan daun semakin meningkat tekanannya akibat cairan tubuhnya dihisap oleh serangga flatid putih. Dengan demikian serangan serangga flatid putih ini dapat meningkatkan resiko mati pucuk jati muda selama musim kemarau.
·         Pengendalian :
Serangga jenis-jenis peloncat flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerugian ekonomis pada tanaman budidaya. Namun demikian bilamana populasi serangga tiap individu pohon sudah tinggi dan dalam skala luas serta dalam musim kemarau yang panjang maka kehadiran serangga flatid putih ini dapat memperbesar tekanan terhadap tanaman jati muda berupa peningkatan resiko mati pucuk di lapangan.
Pengendalian hama seperti peloncat flatid putih di atas dapat dilakukan dengan aplikasi insektisida sistemik melalui batang (bor atau bacok oles), dan penyemprotan bagian bawah daun, ranting-ranting, dan batang muda jati dengan insektisida racun lambung.





2.3       Penyakit Tanaman
2.3.1    Penyakit Hutan
            Dari suatu jenis pohon terdapat individu-individu pohon yang lebih mampu tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan fisik atau kimia yang umumnya kurang baik untuk pertumbuhan jenis pohon tersebut. Ini berarti bahwa dalam suatu populasi suatu jenis, terdapat individu-individu yang mungkin menjadi sumber untuk memperoleh sifat yang dapat diturunkan dengan demikia bermanfaat untuk pemuliaan pohon, khususnya yang memiliki ketahanan terhadap penyakit (Yunafsi, 2007).
Penyakit tanaman adalah suatu perubahan atau penyimpangan dalam satu atau lebih bagian dari rangkaian proses fisiologis penggunaan energy yang mengakibatkan hilangnya koordinasi di dalam tanaman inang (host). Termasuk di dalamnya gangguan dan kemunduran aktivitas seluler yang biasanya ditunjukkan oleh perubahan morfologi tanaman inang yang disebut gejala (symptom) (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
Penyakit tanaman hutan dapat disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor biotik (sesuatu yang hidup) maupun abiotik (sesuatu yang tidak hidup). Dalam pengertian umum dapat dinyatakan bahwa penyebab penyakit pada tanaman adalah pengganggu (pest), sedangkan penyebab penyakit adalah patogen (pathogen) . Dalam pengertian luas, patogen (pathos = menderita + gen = asal-usul) merupakan agen yang menyebabkan penderitaan (sakit). Tanaman hutan yang sakit disebut tanaman inang (Bambang, 2006).
Berdasarkan penyebabnya, penyakit dibagi menjadi dua, yaitu penyakit biotic dan abiotik. Penyakit biotic terdiri dari komponen inang, pathogen (penyebab penyakit), dan lingkungan. Sedangkan penyakit abiotik terdiri dari komponen inang dan lingkungan. Suatu organisme disebut pathogen apabila dapat memenuhi postulat Koch yaitu :
1.      Pathogen ditemukan pada pohon yang terserang pathogen
2.      Pathogen dapat diisolasi dan diidentifikasi
3.      Pathogen dapat diinokulasikan di spesies inang yang sama dan menunjukkan gejala yang sama
4.      Dapat diisolasi kembali (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
Serangan penyebab penyakit dapat mengganggu fungsi fisiologis, di antaranya dalam proses :
1.      Pembentukan cadangan bahan dalam bentuk biji, akar dan tunas
2.      Pertumbuhan juvenile baik pada semai maupun perkembangan tunas
3.      Perpanjangan akar dalam usaha untuk mendapatkan air dan mineral
4.      Transportasi air
5.      Fotosintesis
6.      Translokasi fotosintat untuk dimanfaatkan oleh sel
7.      Integritas structural (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
Indikasi penyakit secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
·         Gejala, ialah kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal yang ditunjukkan oleh tanaman itu sendiri sebagai reaksi terhadap adanya pathogen;
·         Tanda (sign), yaitu indikasi lain selain gejala, merupakan struktur vegetative dan generative dari patogen (misalnya : tubuh buah, hifa, spora)
Menurut proses terjadinya, gejala penyakit dapat dibedakan menjadi tipe-tipe gejala pokok (Tainter dan Baker, 1996) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007), yaitu :
1.      Nekrosis (necrosis symptom)
Nekrosis adalah gejala kerusakan berupa kematian sel-sel jaringan tanaman. Kematian jaringan tanaman biasanya didahului dengan adanya perubahan warna dari hijau kekuning kemudian menjadi cokelat atau kemerah-merahan akibat serangan patogen. Gejala yang termasuk kategori ini di antaranya :
a.       Kanker yaitu kematian jaringan pada kulit batang, cabang maupun akar dengan bentuk cekungan atau retakan.
b.      Bercak daun (leaf spots)
c.       Bususk jaringan (tissue decay)
d.      Layu vaskuller (vascular wilts)
e.       Mati pucuk (shoot blight atau dieback), sering dijumpai pada tanaman jati.
2.      Hipertropik  atau hyperplasia
Gejala hipertropik atau hyperplasia adalah pertumbuhan bagian tanaman atau tanaman yang berlebihan yang menunjukkan ketidaknormalan pada sebagian atau seluruh tanaman. Gejala yang termasuk kategori ini di antaranya :
a.       Sapu setan
b.      Lepuh daun
c.       Puru, pada daun batang atau akar yang disebabkan oleh serangga, nematode atau dapat terjadi karena adanya kanker atau karat.
3.      Atrofi atau hipoplasia
Gejala atrofi atau hipoplasia adalah terhambatnya perkembangan atau pertumbuhan sebagian atau seluruh jaringan tumbuhan akibat serangan patogen. Gejala yang termasuk dalam hal ini adalah :
a.       Klorosis umum
b.      Kerdil
Istilah umum yang dipakai untuk pengertian penyebab penyakit adalah patogen. Tetapi dalam perkembangannya istilah ini hanya dipakai untuk penyebab penyakit yang hidup (biotic). Patogen ini dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a.       Jamur
Jamur (fungi, cendawan) adalah organisme tingkat rendah yang belum mempunyai akar, batang, dan daun sehingga disebut thalus (Burnett, 1970) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007). Tubuh jamur ada yang terdiri dari satu sel dan ada pula yang terdiri dari banyak sel, yang terdiri dari banyak sel umumnya berbentuk benang (hifa). Hifa yang bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman yang disebut miselium.
Semua jamur memiliki tiga cirri, yaitu: tidak mempunyai jaringan pembuluh, salah satu alat berbiaknya adalah spora, dan tidak mempunyai klorofil. Karena tidak memiliki klorofil maka jamur tidak dapat melakukan fotosintesis, sehingga hidupnya tergantung dari materi organic yang diproduksi oleh organisme lain sebagai sumber energy.
b.      Bakteri
Bakteri merupakan tumbuhan bersel satu dan berdinding sel, tetapi bersifat prokariotik (tidak mempunyai membran inti). Bakteri penyebab penyakit tanaman tidak memproduksi spora, sehingga secara adptif tidak dapat disebarkan melalui angin. Meskipun demikian, bakteri patogenik mampu berpindah dengan perantara air, percikan air hujan, binatang dan manusia. Serangga juga bertanggung jawab terhadap penyebaran beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri.
c.       Virus
Virus merupakan penyebab penyakit yang paling merusak, tidak hanya pada tanaman, tetapi juga pada manusia dan ternak. Virus biasanya menghambat pertumbuhan tanaman dan mengurangi hasil produksi, bahkan mampu menimbulkan kematian tanaman inang. Virus yang mampu mnginfeksi bakteri dikenal seagai bakteriofag.
d.      Tumbuhan parasit tingkat tinggi
Tumbuhan parasit tingkat tinggi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : parasit fakultatif (setengan parasit) dan parasit obligat (parasit sejati). Tumbuhan parasit fakultatif adalah tumbuhan tingkat tinggi parasit yang mengambil makanan berupa bahan anorganik dari inangnya, sedangkan tumbuhan parasit yang sepenuhnya mengambil bahan makanan berupa bahan organic dari inangnya.
e.       Nematoda
Nematoda parasit tanaman berukuran sangat kecil, memanjang dan berbentuk silinder. Hampir semua jenis nematode mempunyai panjang tubuh kurang dari 2,5 mm, tidak beruas atau mempunyai lekuk lingkar dangkal. Merupakan organisme yang masih tergolong primitive tetapi telah dilengkapi dengan system pencernaan, saraf dan reproduksi.
Sedangkan untuk nematoda non-parasit memakan jamur, bakteri, nematoda lain atau serangga kecil yang hidup di tanah. Semua nematode parasit tanaman mempunyai struktur khusus yang disebut spear (lembinhg).
f.       Serangga
Serangga menyebabkan berbagai macam kerusakan pada tanaman, terutama sebagai akibat dari aktivitas makan. Pengaruh serangga pada tanaman kehutanan dan tanaman peneduh pada umunya dipelajari secara terpisah dalam disiplin ilmu Entomologi Hutan.
Perhatian terhadap peranan serangga semakin meningkat karena serangga juga dapat menyebabkan penyakit selain karena luka yang ditimbulkan pada tanaman inang saat makan. Peranan serangga dalam menyebabkan penyakit secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.       Memuntahkan, mengekresi atau menginjeksi bahan tertentu ke dalam jaringan tanaman, yang mengakibatkan berkembangnya gejala penyakit.
b.      Interaksi serangga dengan mikroorganisme yang pada akhirnya menyebabkan penyakit.
g.      Allelopati
Efek yang merusak dari pelepasan senyawa-senyawa kimia organic oleh satu jenis tertentu tanaman pada saat perkecambahan, pertumbuhan atau metabolisme terhadap jenis tanaman lain berbeda dikenal sebagai allelopati.
2.3.2    Jenis-jenis Penyakit pada tanaman Jati (Tectona grandis L.f)
Tabel 2. Jenis Penyakit pada tanaman Jati (Tectona grandis L.f)
No
Jenis Hama
Nama Umum Hama
Bagian yang Terserang
Lokasi
1
Dumping off
Penyakit layu/bususk semai
Leher akar
Persemaian
2
Rayap

Akar
Lapangan
3
Penggerek pucuk jati

Pucuk
Lapangan
4
Pseudococcus
Kutu putih/sisik
Daun dan batang
Lapangan
5
Peloncat Flatid Putih
Kupu putih
Daun dan batang
Lapangan
6
Xyleborus destruens
Kumbang bubuk basah
Batang
Lapangan
7
Pseudomonas tectonae
Penyakit layu/busuk
Batang
Lapangan
8
Loranthus Sp.
Benalu
Batang
Lapangan

1.      Penyakit Layu – Busuk Semai
Serangan penyakit pada persemaian terjadi pada kondisi lingkungan yang lembab, biasanya pada musim hujan.  Berdasarkan karakteristik serangannya, penyakit yang muncul pada persemaian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
-          Serangan penyakit dipicu oleh kondisi lingkungan yang lembab.
Gejala yang timbul biasanya bibit busuk. Penanganan secara mekanis dapat dilakukan dengan penjarangan bibit, wiwil daun, serta pemindahan bibit ke open area, dengan tujuan untuk mengurangi kelembaban.
-          Serangan penyakit dipicu oleh hujan malam hari/dini hari pada awal musim hujan (penyakit embun upas).
Gejala yang timbul berupa daun layu seperti terkena air panas. Serangan penyakit ini umumnya muncul pada saat pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan, saat hujan pertama turun yang terjadi pada malam hari atau dini hari pada awal musim hujan. Serangan penyakit terutama pada bibit yang masih muda, jumlah bibit yang terserang relatif banyak, cepat menular melalui sentuhan atau kontak daun, dan bersifat  mematikan.
Jenis Penyakit potensial yang biasanya menyerang beberapa pohon hutan termasuk Jati (Tectona grandis ) dalam suatu areal hutan yaitu :
  • Penyakit akar
      Jenis gangguan pada akar tanaman Jati yang sering dijumpai adalah Pseudomonas Tectonae. Penyakit ini ditandai dengan adanya daun yang menguning dan kemudian berubah menjadi coklat. Penyakit ini sulit diberantas. Selain itu juga dijumpai jamur akar Armilaria melea, Phellinus hellinus, Phellinus lamaonsis, Phellinus noxius, Helicobasidium compactum, Phellinus rhizomorpho, Ustulina deusta, Xylaria thwaittesii, Polyporus zonalis, Polyporus shoreae serta jenis cendawan akar merah Rigidoporus lignosus.
  • Penyakit Batang
Jenis penyakit yang menyerang batang tanaman Jati di antaranya Corticium salmonicolor dan Nectria haematococca sebagai penyebab kanker batang. Serangannya ditandai dengan daun layu dan berwarna hitam gelap, muncul tubuh buah jamur yang menebal berwarna putih hingga merah jambu pada kulit luar, timbul benjolan lapisan gabus pada permukaan batang, kulit kayu pecah-pecah kemudian terjadi luka dan berlubang-lubang arah memanjang.
  • Penyakit pucuk daun
Jenis penyakit yang menyerang pucuk daun yaitu Stemphyllum sp, dan Phomopsi tectonae serta jenis Ganoderma applanatum dan Phellinus lamoensis yang menyebabkan akar berwarna coklat. Jenis lain yang menyerang daun di antaranya Cercospora sp, Mycosphaerella sp, Sphaceloma sp, Sclerotium sp, Podospora sp, Xanthomonas sp, Rhizoctonia sp, Marasmius sp serta Phyllactinia sp.
Adapun serangan  penyakit pucuk daun dapat dilihat dari tanda-tanda munculnya bercak-bercak coklat tua, daun mengering dan kehilangan turgor, daun layu dan rontok, bila dicabut jaringan kayu berwarna gelap sampai hitam serta batang pada permukaan tanah menjadi lunak dan basah.
Description: daun pohon jati
Gambar 2. Daun Tanaman Pohon Jati

2.4       Gulma
2.4.1    Gulma
Pengelolaan hutan dalam pelaksanaannya merupakan manipulasi proses suksesi. Aspek yang penting dalam manipulasi suksesi ekosistem hutan adalah pengelolaan interaksi antar tanaman yang diusahakan dan tanaman yang tidak diusahakan. Pengelolaan untuk memberikan fasilitas pertumbuhan yang optimal pada  jenis tanaman yang diusahakan dan menekan pertumbuhan tanaman yang tidak diusahakan merupakan kaidah dari pengendalian tanaman pengganggu (gulma). Dalam pengelolan hutan intensif pengendalian gulma lebih diarahkan pada pengelolaan vegetasi.
Pengelolaan hutan dalam menyusun perencanaan harus memperhatikan manipulasi dari suksesi. Salah satu aspek penting dari manipulasi dibeberapa ekosistem hutan adalah cara mengelola interaksi antara tanaman pokok dan vegetasi lain yang tidak diinginkan. Jenis-jenis penyusun vegetasi yang tidak diinginkan dan merupakan tumbuhan pengganggu bagi tanaman pokok melalui kompetisi pada umumnya disebut gulma.
Menurut Nasif dan Pratiwi (1989) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007), gulma adalah tumbuhan yang tumbuh tidak pada tempatnya dan mengadakan kompetisi dengan tanaman pokok atau tumbuhan yang nilai negatifnya lebih dari nilai positifnya. Status gulma muncul sebagai akibat cara pandang manusia dalam memprioritaskan kebutuhannya secara subjektif (Soerjani, 1986) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
Gulma hutan dapat berupa semak, tumbuh-tumbuhan perambat atau jenis tumbuhan kayu lainnya. Jenis-jenis gulma yang sering dijumpai dihutan adalah berupa liana dan pencekik (strangler) (Jacobs, 1987) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007).

2.4.2        Jenis-jenis Gulma pada Tanaman Hutan
a.       Golongan rumput (grasses)
Gulma golongan rumput, familia Gramineae/Poaceae. Deangan ciri, batang bulat atau agak pipih, kebanyakan berongga. Daun-daun soliter pada buku-buku, tersusun dalam dua deret, umumnya bertulang daun sejajar, terdiri atas dua bagian yaitu pelepah daun dan helaian daun. Daun biasanya berbentuk garis (linier), tepi daun rata. Lidah-lidah daun sering kelihatan jelas pada batas antara pelepah daun dan helaian daun. Dasar karangan bunga satuannya anak bulir (spikelet) yang dapat bertangkai atau tidak (sessilis). Masing-masing anak bulir tersusun atas satu atau lebih bunga kecil (floret), di mana tiap-tiap bunga kecil biasanya dikelilingi oleh sepasang daun pelindung (bractea) yang tidak sama besarnya, yang besar disebut lemna dan yang kecil disebut palea. Buah disebut caryopsis atau grain. Contohnya Imperata cyliindrica, Echinochloa crusgalli, Cynodon dactylon, Panicum repens.
b.      Golongan teki (sedges)
Gulma golongan teki,familia Cyperaceae.Batang umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak berongga.Daun tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidah-lidah daun (ligula).Ibu tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku. Bunga sering dalam bulir (spica) atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung. Buahnya tidak membuka. Contohnya Cyperus rotundus, Fimbristylis littoralis, Scripus juncoides.
c.       Golongan berdaun lebar (broad leaves)
Gulma berdaun lebar umumnya termasuk Dicotyledoneae dan Pteridophyta. Daun lebar dengan tulang daun berbentuk jala. Contohnya Monocharia vaginalis, Limnocharis flava, Eichornia crassipes, Amaranthus spinosus, Portulaca olerace, Lindernia sp.






III.  METODE PRAKTEK
3.1     Waktu dan Tempat
Praktikum Inventarisasi Serangan Hama, Penyakit dan Gulma Pada Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) dilaksanakan pada hari Minggu, 09 Juni 2013, pukul 09:30 WITA sampai selesai, bertempat di areal Hutan Rakyat Desa Sidera Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.

2.5         Bahan dan Alat Praktek
Adapun bahan dan alat yang digunakan pada Praktikum Inventarisasi Serangan Hama, Penyakit dan Gulma Pada Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) adalah parang, tali rafia, kantong plastik, botol serangga, kamera, alat tulis menulis dan tally sheet.

3.3     Metode Pelaksanaan Praktek
3.3.1 Pembuatan Plot Pengamatan
  Adapun langkah-langkah dalam Praktikum Inventarisasi Serangan Hama, Penyakit dan Gulma Pada Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) adalah sebagai berikut, pertama-tama kita membuat plot dengan ukuran 10x10 m, dengan 5 kali ulangan. Kemudian mengidentifikasi gejala pada tanaman dengan cara melihat perubahan fisik yang timbulkan oleh tanaman, seperti adanya daun berlubang, daun sebagian atau seluruhnya habis dimakan, pucuk terpotong, batang berlubang, bercak daun, busuk daun, mati pucuk dan sebagainya.
3.3.2 Analisis Data
        Setelah itu melakukan pengamatan terhadap intensitas atau tingkat kesehatan tanaman Jati (Tectona grandis L.f), dengan melihat 5 kriteria yaitu, sehat, merana ringan, merana sedang, merana berat dan mati. Kemudian langkah yang terakhir yaitu mengambil serangga yang berada di tanaman Jati tersebut, lalu dimasukkan ke dalam botol serangga yang telah disediakan.














                                      



IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1              Jenis-jenis Hama dan Gejala Serangannya pada Tegakan Jati
(Tectona grandis L.f)
a.                   Hama Belalang (Locusta migratoria)
Belalang merupakan serangga hama. Gejala serangan belalang tidak spesifik, bergantung pada tipe tanaman yang diserang dan tingkat populasi. Daun biasanya bagian pertama yang diserang.  Hampir keseluruhan daun habis termasuk tulang daun, jika serangannya parah
b.                  Hama Penggerek Batang (Zauzera coffeae)
Gejala yang ditunjjukan oleh tanaman berupa pembengkakan batang dan gejala serangan berupa serbuk kayu yang menempel pada permukaan batang.   
c.                   Hama Rayap Inger-inger (Neoternes tectonae) pada batang jati
Kerusakan batang yang terjadi berupa pembengkakan dan timbulnya rongga pada bagian dalam batang. Perkembangan koloni inger-inger dalam batang tanaman jati menyebabkan batang membengkak yang bisa disebut jati gambol dan pada batang kadang-kadang terdapat lebih dari satu koloni. Bagian batang tempat terdapat koloni inger-inger dibagian dalamnya berlubang-lubang seginggah kayu batang tidak lagi mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Serangan dimulai pada musim hujan saat penerbangan sulung (inger-inger dewasa yang bersayap). Pada saat keturunan sulung menyerang pertama kali sampai terlihat gejala serangan memerlukan waktu tiga sampai 4 tahun, bahkan sampai tujuh tahun. Inger-inger merupakan serangga sosial, hidup didalam koloni serta memiliki kasta reproduktif dan kasta steril. Kasta reproduktif yaitu yang berasal dari sulung, sedangkan kasta sterilnya adalah prajurit dan pekerja (Kalshoven, 1981) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
d.      Hama Tungau Merah (Tetranychus sp) serangan tungau merah pada daun stek pucuk jati. Gejala serangan yang tampak pada daun dan kenampakan tungau secara mikroskopis.
e.       Hama Kutu Putih (Ferrisia sp) hama ini menyerang daun semai jati sehingga menyebabkan pertumbuhan semai menjadi terhambat. Morfologi kutu putih (kenampakan mikroskopis) yang pada umumnya hidup berkelompok disekitar tulang daun.
f.       Hama Ulat (Hyblaea purea) marupakan hama pemakan daun pada jati dan dikenal sebagai teak defoliator. Selain menyerang jati, hama ini juga diketahui manyerang Vitex pubescens. Pada mulanya ulat muda memakan bagian daun yang lunak denga menunggalkan urat-urat daun dan tulang-tulang daun. Ulat dewasa memakan keseluruhan jaringan daun kecuali tulang daun yang besar serangan berat H. puera dapat menghabiskan daun jati. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nair dkk. (1966) di india, hama ini diketahui menyebabkan terhambatnya pertumbuhan jati yang cukup signifikan. Paliga damastesalis (sinonim dari Eutectona machaeralis, Pyrausta machaeralis) (Lepidoptera) juga merupakan hama pemakan daun jati yang dikenal sebagai teak-leaf skeletonizer. Bagian daun yang diserang adalah jaringan parenkim yang berwarna hijau dan lunak diantara tulang-tulang dan urat-urat daun. Di india, ledakan hama ini terjadi diakhir musim pertumbuhan, sat daun-daun telah tua, sehinga tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan jati (Nair dkk., 1996) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007).

4.2              Jenis-jenis Penyakit dan Gejala Serangannya pada Tegakan Jati (Tectona grandis L.f)

a.       Penyakit kenker batang
Penyakit ini terjadi pada tanaman jati muda akibat dari hasil kultur jaringan hal ini disebabkan oleh jamur Corticium salmonicolor. Jamur ini menimbulkan penyakit berwarna merah muda karena dilapisi miselium jamur patogen sehingga menyebabkan batang pokok mati. Faktor yang mendukung serangan jamur antara lain : tanah lembab, nahan organik tinggi, naungan berat, penanaman terlalu rapat, tanah basah/alkalin serta sirkulasi udara tanah yang jelek (Suharti dkk., 1991) dalam buku (Sumardi dan Widyastuti, 2007).
b.      Penyakit busuk batang dan daun pada stek pucuk jati.
Penyakit ini disebabkan oleh serangan jamur Rhizoctonia sp dan Sklerosium Rhizoctonia sp.
c.       Penyakit bercak daun (leaf spot)
Penyakit ini terjadi pada semai disebabkan oleh Gloesporium sp. Gejala yang tampak pada semai adalah mengeringnya daun yang diawali dari bagian pangkal daun dan menjalar keujung daun sehingga daun menjadi kering.
4.3              Frekuensi dan Intensitas Serangan Hama dan Penyakit pada Tegakan Jati

Tabel 3. Tally Sheet Plot 1
Nomor Tanaman
Kriteria
Ket
Sehat
Merana ringan
Merana Sedang
Merana Berat
Mati
1




1
2




2
3




4
4




4
5




2
6




2
7




1
8




0
9




2
10




1
11




1

Tabel 4. Tally Sheet Plot 2
Nomor Tanaman
Kriteria
Ket
Sehat
Merana ringan
Merana Sedang
Merana Berat
Mati
1




2
2




2
3




2
4




3
5






6






7






8






9




4
10




4
11




4
12




4

Tabel 5. Tally Sheet Plot 3
Nomor Tanaman
Kriteria
Ket
Sehat
Merana ringan
Merana Sedang
Merana Berat
Mati
1




1
2




1
3




1
4




1
5




1
6




1
7




1
8




1
9




1
10




1
11




1
12




4

Tabel 6. Tally Sheet Plot 4
Nomor Tanaman
Kriteria
Ket
Sehat
Merana ringan
Merana Sedang
Merana Berat
Mati
1




2
2




1
3




4
4




4
5




1
6




1
7




2
8




4
9




4
10




4




Tabel 7. Tally Sheet Plot 5
Nomor Tanaman
Kriteria
Ket
Sehat
Merana ringan
Merana Sedang
Merana Berat
Mati
1




4
2




2
3




4
4




4
5




1
6




2
7




4
8




4
9




4
10




2
11




3
12




1

·         Frekuensi Serangan Plot 1
x 100%
 
Frekuensi serangan      = jumlah tanaman  yang terserang dan mati
               Jumlah seluruh tanaman sample
x 100%
 
10
11
 
                             
                              FS   =                                      

                                           = 0, 90 x 100%                                             
                                          = 90%

·         Frekuensi Serangan Plot 2
x 100%
 
Frekuensi serangan      = jumlah tanaman  yang terserang dan mati
               Jumlah seluruh tanaman sample
x 100%
 
12
12
 
                             
                              FS   =                                      

                                     = 1 x 100%                                                   
                                          = 100%



·         Frekuensi Serangan Plot 3
x 100%
 
Frekuensi serangan      = jumlah tanaman  yang terserang dan mati
               Jumlah seluruh tanaman sample
x 100%
 
12
12
 
                             
                              FS   =                                      

                                     = 1 x 100%                                                   
                                          = 100 %

·         Frekuensi Serangan Plot 4
x 100%
 
Frekuensi serangan      = jumlah tanaman  yang terserang dan mati
               Jumlah seluruh tanaman sample
12
12
 
x 100%
 
                             
                              FS   =                                      

                                     = 1  x 100%                                                  
                                          = 100 %

·         Frekuensi Serangan Plot 5
x 100%
 
Frekuensi serangan      = jumlah tanaman  yang terserang dan mati
               Jumlah seluruh tanaman sample
x 100%
 
12
12
 
                             
                              FS   =                                      

                                     = 1 x 100%                                                   
                                          = 100 %

§  Intensitas Serangan Plot 1
X1Y1+X2Y2+X3Y3+X4Y4
                    XY4
 

I =

Keterangan :
I     = Intensitas serangan
X   = Jumlah seluruh tanaman
X1-X4       = Jumlah tanaman yang merana ringan (skor 1) sampai yang mati
                  (skor 4)
Y1X4        = Skor untuk tanaman merana ringan sampai mati (1 sampai 4)
x 100%
 
4.1+4.2+0.3+2.4
           12.4
 

I =

  = 0,45 x 100%
  = 45 %
Jadi, intensitas serangan pada plot 1 termasuk dalam kelas rusak sedang.

§  Intensitas Serangan Plot 2
x 100%
 
2.1+5.2+1.3+4.4
           12.4
 

I =

  = 0,64 x 100%
  = 64 %
Jadi, intensitas serangan pada plot 2 termasuk dalam kelas rusak berat.

§  Intensitas Serangan Plot 3
x 100%
 
11.1+0.2+0.3+1.4
           12.4
 

I =

  = 0,31 x 100%
  = 31 %
    Jadi, intensitas serangan pada plot 3 termasuk dalam kelas rusak sedang.

§  Intensitas Serangan Plot 4
3.1+4.2+0.3+5.4
           12.4
 
x 100%
 

I =

  = 0,70 x 100%
  = 70 %                       
    Jadi, intensitas serangan pada plot 4 termasuk ke dalam kelas rusak berat.

§  Intensitas Serangan Plot 5
2.1+3.2+1.3+6.4
           12.4
 
x 100%
 

I =

  = 0,72 x 100%
  = 72 %                       
    Jadi, intensitas serangan pada plot 5 termasuk ke dalam kelas rusak berat.
4.4              Jenis-jenis Gulma pada Tegakan Jati
Tabel 8. Jenis Gulma Pada Tegakan Jati
No
Jenis Gulma
Keterangan
1
Alang-alang (Imperata cylindrica)
Gulma daun jarum
2
Putri malu (Mimosa pudica)
Gulma daun lebar
3
Teki-tekian (Cyperaceae)
Gulma rerumputan
4
Gulma 1
Pencekik (Strangler)
5
Gulma 2
Gulma daun lebar
6
Gulma 3
Gulma daun jarum
7
Gulma 4
Gulma daun lebar
8
Gulma 5
Gulma daun lebar
9
Gulma 6
Gulma daun jarum
10
Gulma 7
Gulma daun lebar








V.  KESIMPULAN DAN SARAN
5.1     Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kita simpulkan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a.       Jenis-jenis hama yang ditemukan menyerang tegakan Jati (Tectona grandis L.f) adalah Belalang (Locusta migratoria), Penggerek Batang (Zauzera coffeae), Rayap Inger-inger (Neoternes tectonae), Tungau Merah (Tetranychus sp), Kutu Putih (Ferrisia sp), dan Ulat  (Hyblaea purea).
b.      Jenis-jenis penyakit yang ditemukan menyerang tegakan Jati (Tectona grandis L.f) adalah penyakit Kanker Batang, penyakit Busuk Batang dan Daun, dan penyakit Bercak Daun.
c.       Frekuensi serangan hama dan pathogen penyebab penyakit pada tegakan Jati sebasar 90,8 % dengan intensitas serangan sebesar 56,4 %.
d.      Jenis-jenis gulma yang terdapat pada tegakan Jati adalah Alang-alang (Imperata cylindrica), Putri malu (Mimosa pudica), Teki-tekian (Cyperaceae), Gulma 1, Gulma 2, Gulma 3, Gulma 4, Gulma 5, Gulma 6 dan Gulma 7.
5.2       Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya lebih diperhatikan masalah tempatnya, kemudian sebaiknya apabila praktikum dilakukan di hutan rakyat alangkah baiknya ada pemandu selain asisten.
DAFTAR PUSTAKA
Hartanto, 2003. Tata Kelola Perusahaan di Perum Perhutani. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.

Sumardi, Widyastuti, 2004. Panduan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Laboratorium Kesehatan dan Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sumardi, Widyastuti, 2007. Dasar-dasar Perlindungan Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sumarna Yana, 2001. Budidaya Jati. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutisna, dkk, 1998. Pedoman Pengelolaan Pohon Hutan di Indonesia (Seri Manual). Yayasan PROSEA. Bogor.

Widyastuti, S.M, 2004. Kesehatan Hutan: Suatu Pendekatan Dalam Perlindungan Hutan (Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Perlindungan Hutan Pada Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada). UGM, Yogyakarta.

Yunafsi, 2007. Permasalahan Hama, Penyakit, dan Gulma dalam Pembangunan Hutan Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra, Medan.

Diakses pada tanggal 10 Juni 2013
Laman Web     : http://tanaman jati.blogspot.com
Diakses pada tanggal 10 Juni 2013

Diakses pada tanggal 10 Juni 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar