I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hutan bukan hanya merupakan
sekumpulan individu, tetapi merupakan suatu masyarakat tumbuhan yang kompleks,
yang terdiri dari selain pohon, semak, tumbuhan basah, jasad renik tanah dan
hewan lainnya. Mereka satu sama lain terikat dalam hubungan ketergantungan.
Untuk dapat dikategorikan sebagai
hutan sekelompok pohon-pohon harus mempunyai tajuk-tajuk yang cukup rapat
sehingga merangsang pemangkasan secara alami dengan cara menaungi ranting dan
dahan bagian bawah dan menghasilkan tumpukan bahan organik atau serasah yang
sudah terurai maupun belum. Diatas tanah mineral terdapat unsur-unsur lain yang
berasosiasi antara lain tumbuhan yang lebih kecil dan berbagai bentuk kehidupan
fauna.
Silvikultur merupakan metode
penggarapan hutan berdasarkan silviks dengan mempertimbangkan faktor ekonomi.
Dalam kehutanan praktek silvikultur berkenaan dengan aspek sosial dan aspek
biologi secara bersama-sama. Secara implisit pengelolaan hutan bertujuan untuk
membuat hutan berguna secara sosial atau berguna bagi manusia, sehingga semua
manajemen untuk tujuan ekonomi tidak boleh mengabaikan aspek biologi.
Dewasa ini banyak ditemukan
ekspoitasi pemanfaatan tumbuhan tanpa memperhatikan efeknya terhadap
pelestarian lingkungan. Adapun eksploitasi tumbuhan tersebut dapat berupa
pemanfaatan sebagian atau keseluruhan bagian tumbuhan tersebut. Apabila kondisi
tersebut tetap dibiarkan maka akan berdampak negatif terhadap kelangkaan
tumbuhan yang di eksploitasi secara besar-besaran bahkan kondisi terparah
adalah terjadi kepunahan pada tumbuhan tersebut.
Salah satu tumbuhan yang
dieksploitasi adalah tumbuhan Jati. Tumbuhan Jati (Tectona grandis L.f.) banyak dimanfaatkan untuk
perabotan rumah tangga, bahan bagunan dan lain sebagainya. Adapun daunnya dapat
dimanfaatkan untuk pembungkus makanan (misal ikan) karena merupakan polimer
alami.
Untuk
mengetahui peranan tumbuhan Jati, maka perlu mengkaji tentang karakteristik
tumbuhan Jati (Tectona grandis L.f.)
yang meliputi deskripsi, habitus dan
klasifikasi ilmiah.
Secara morfologis, tanaman Jati
memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30 – 45 m. Dengan pemangkasan,
batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15 – 20 cm. Diameter batang
dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu kasar, berwarna kecoklatan atau abu-abu yang
mudah terkelupas. Percabanganjauh dari batang utama. Pangkal batang berakar
papan pendek dan bercabang sekitar empat.
Kayu Jati terbaik biasanya berasal
dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun. Daun umumnya besar, bulat
telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan
pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua
menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar
di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah
berwarna merah darah apabila diremas.
Untuk penanaman Jati (Tectona grandis L.f.) dalam
areal yang luas, maka sebagaimana tanaman perkebunan lainnya persyaratan ekologis
mutlak diperlukan. Ini lebih pada tingkat keberhasilan penanaman Jati yang kita
laksanakan. Sebenarnya tanaman Jati (Tectona grandis L.f.) tidak
memerlukan kondisi tanah dengan topografi yang terlalu menuntut, tetapi akan
lebih baik apabila tanah pada kisaran kemiringan lereng dari datar sampai
maksimum 20%. Ini juga dalam kaitan mencegah terjadinya erosi besar-besaran
saat tanah diolah untuk penanaman, sehingga tanah yang memiliki kemiringan
curam tidak dibenarkan untuk dibuka.
Jenis tanah yang baik untuk
pertumbuhan tanaman Jati (Tectona
grandis L.f.) adalah tanah yang memiliki tekstur lempung,
lempung berpasir atau liat berpasir, meskipun untuk beberapa jenis tanah
tanaman jati masih dapat tumbuh dengan baik. Tanaman jati ini sangat menyenangi
tanah dengan prorositas dan drainase yang baik, dan sebaliknya akan tumbuh
tidak baik pada tanah-tanah yang tergenang. Tanaman jati memerlukan curah hujan
pada kisaran 750 – 2500 mm/tahun, meskipun untuk curah hujan > 3000 mm/tahun
masih dapat tumbuh meskipun kekuatan kayu yang dihasilkan tidak terlampau baik.
Suhu yang paling optimum untuk tanaman jati adalah sekitar 32 – 42 °C dengan
kelembaban 60-80%.
1.2
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi pertumbuhan tanaman Jati emas (Tectona grandis L.f.)
secara umum, serta pengukuran struktur tegakan dan mengidentifikasi jenis
tanaman Jati emas (Tectona grandis L.f.).
Manfaat dari penelitian
ini adalah agar mahasiswa mampu dalam melakukan proses identifikasi terhadap
jenis tanaman Jati emas (Tectona
grandis L.f.), dapat membahas kondisi pertumbuhan tanaman dari
segi Silvikultur, dapat melakukan pengukuran terhadap struktur tegakannya dan
memperoleh ilmu pengetahuan yang berguna dalam proses budidaya tanaman Jati
emas (Tectona grandis L.f)
sesuai kaidah silvikultur.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Di bawah
pengawasan kehutanan banyak ditanam pohon yang merupakan penutup tanah yang
sangat berharga pada tanah kering secara berkala, bahkan pada daerah yang tak
subur, kayu Jati yang sangat tahan lama sangat tepat untuk bangunan rumah dan
pembuatan mebel. Daunnya oleh penduduk dipergunakan untuk bahan pembungkus.
Dalam musim kemarau pohon tidak berdaun lamanya berbulan-bulan (Steniss, 2006:
350-351).
Ciri-ciri Jati menurut Hardjodarsono (1976) adalah sebagai berikut :
1.
Bentuk pohon besar pada umur 100 tahun dengan tinggi
25-50 meter menurut bonitsit.
2.
Batang dapat bulat dan lurus apabila tumbuh ditempat
yang subur, tapi pada tanah-tanah yang kurang subur dan tegakan yang kurang rapat
serta akibat dari kebakaran dan pengembalaanmempunyai kecenderungan untuk
melengkung. Batang-batang yang besar biasanya menunjukkan penampang yang tidak
rata.
3.
Tajuk tidak beraturan, berbentuk bulat telur,
terpasang agak rendah di tegakan-tegakan yang kurang rapat.
Menurut Sri Wahyuni dari KSB, agar Jati
(Tectona grandis L.f.)
umbuh optimal, pH 4,5-6, hindari penanaman jati emas (Tectona grandis L.f.) di lahan bekas singkong, pisang, dan sawah.
Penjarangan adalah
suatu tindakan pengurangan banyaknya tanaman untuk memberi ruang tumbuh bagi
tanaman yang tersisa. Dalam penyemaian, biasa dilakukan penanaman secara agak
berlebihan jumlah tanaman untuk mengompensasi kegagalan perkecambahan. Pada
umur tertentu, dilakukan penjarangan agar kepadatan populasi mencapai tingkat
yang paling optimal untuk mencapai hasil yang maksimum (Wikipedia, 2010).
Penjarangan merupakan
tindakan pemeliharaan mengatur ruang tumbuh
dengan cara mengurangi kerapatan tegakan untuk meningkatkan pertumbuhan
dan kualitas pohon (Direktorat Jendral Pengusahaan Hutann, 1990). Menurut
Kosasih (2002), penjarangan merupakan tindakan pengurangan jumlah batang per
satuan luas untuk mengatur kembali ruang tumbuh pohon dalam rangka mengurangi
persaingan antar pohon dan meningkatkan kesehatan pohon dalamn tegakan. Pada
umumnya, untuk jenis pohon yang cepat tumbuh dilakukan penjarangan pada umur
3-4 tahun, sedangkan pada jenis yang lambat tumbuh dilakukan penjarangan
pertama kali pada umur 5-10 tahun.
Penjarangan
dilakukan agar tercipta fase-fase pertumbuhan secara baik yang meliputi fase
semai (seedling/youngstage), fase sapihan (saplings/thickets), fase tiang
(poles/pole stage), dan fase pohon (trees/timber and old timber stage).
Tindakan penjarangan dilakukan pada fase tiang dan pohon dengan menebang
sebagian pohon, sehingga produksi kuantitatif semata-mata diarahklan ke
produksi kualitatif (Baker, 1979).
Penjarangan memiliki
enam metode pokok, yaitu penjarangan rendah, penjarangan tajuk, penjarangann
seleksi, penjarangan seleksi, penjarangan mekanis, penjarangan bebas (Baker,
1979), dan penjarangan jumlah batang (Manan, 1976; Darjadi dan Handjono, 1976).
Pemangkasan merupakan
salah satu kegiatan pemeliharaan pohon. Pemangkasan cabang merupakan kegiatan
membuang cabang bagian bawah untuk memperoleh batang bebas yang panjang dan bebas
dari mata kayu (Kosasih, 2002). Selain itu, pemangkasan cabang dilakukan dengan
tujuan memperkecil mata kayu dan memperbaiki kualitas bentuk kayu.
Menurut Kosasih (2002), pemangkasan cabang
hanya dilakukan terhadap hutan tanaman yang diperuntukan sebagai penghasil kayu
pertukangan. Sedangkan hutamn tanaman yang diperuntukan untuk penghasil serat
(pulp) dan kayu bakar tidak perlu pemangkasan cabang.
Pemangkasan cabang
harus dilakukan pada musim kemarau dan dikerjakan pada waktu cabang pohon
mempunyai garis tengah sekecil mungkin. Hal ini menghindari terjadinya luka
terlalu besar pada kayu. Intensitas pemangkasan cabang setiap kali melakukan
pemangkasan 30% dari tajuk dengan menggunakan peralatan, antara lain pisau
pangkas, gunting pangkas cabang atau gergaji pangkas. Kemudian luka bekas
pemangkasan sebaiknya ditutup dengan ter atau paraffin (Kosasih, 2002).
Jati emas merupakan
varietas terbaru hasil bioteknologi kultur jaringan. Tanaman Jati (Tectona grandis L.f)
termasuk famili Verbenacea, adalah salah satu jenis tanaman tropika yang sangat
penting dengan reputasi internasional untuk sifat-sifat teknik dan dekoratifnya
(http://jatiemas.wordpress.com/).
Hama
tanaman Jati (Tectona grandis
L.f) yang sudah diketahui dikelompokkan dalam bagian tanaman yang diserang,
yaitu hama akar, hama batang, dan hama daun (Anonim, 1976).
III.
METODE
PRAKTEK
3.2 Alat
dan Bahan
Alat dan bahan yang
digunakan dalam praktikum Silvikultur mengenai Pengamatan Pertumbuhan Tanaman
Jati Super (Tectona grandis
L.f.) yaitu :
1. Tali
Rapia
2. Busur
3. Benang
4. Meteran
Rol
5. Pita
ukur
6. Mistar
7. Alat
Tulis Menulis
8. Alat
Dokumentasi
3.3 Cara Kerja
Cara
kerja yang dilakukan dalam praktikum Silvikultur mengenai pengamatan pertumbuhan Jati Emas Super
(Tectona grandis L.f.),
yaitu :
1.
Buat plot berukuran 10 × 10 cm pada
setiap tegakan
2.
Lakukan penggukuran tinggi pohon, tinggi
bebas cabang, tinggi tajuk, diameter dbh dan diameter tajuk pada semua pohon
yang ada dalam plot.
3.
Catatlah :
Jenis tanaman
Umur tanaman
Jarak
tanam
Jumlah
tanaman / plot dan jumlah tanah/ha
Kondisi
pertumbuhan tanaman
Metode/Perlakuan
4.
Lakukan pembahasan mengenai kondisi
pertumbuhan tanaman dari segi silvikultur, misalnya :
a.
Bagaimana kondisi tanaman secara umum
b. Bagaimana
kerapatan tajuknya, apakah saling overlap diantara tanaman yang ada atau antar
tajuk masih ada jaraknya
c. Apakah
tanaman perlu dilakukan penjarangan atau tidak? Hubungkan dengan umur tanaman
dan kondisi pertumbuhannya dengan jarak tanam yang ada
d. Kalau
mau dilakukan penjaranngan, pohon mana menurut saudara yang ditebang? Apa
alasannya.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Dari kegiatan pelaksanaa pratikum di lapangan,
didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Struktur
Tegakan Jenis Tanaman Jati Emas Super (Tectona
grandis L.f)
di desa Sidera Kabupaten Sigi Biromaru, Palu
Pohon
|
Tinggi Pohon
|
TBC
|
Tinggi Tajuk
|
dbh
|
Diameter Tajuk
|
Ket.
|
1.
|
15
m
|
6
m
|
9
m
|
17,8
cm
|
5
m
|
|
2.
|
15
m
|
4
m
|
11
m
|
17,8
cm
|
3
m
|
|
3.
|
16
m
|
6
m
|
10
m
|
13,1
cm
|
2
m
|
|
4.
|
15
m
|
4
m
|
11
m
|
16,8
cm
|
2
m
|
|
5.
|
16
m
|
6
m
|
10
m
|
7,6
cm
|
3
m
|
|
6.
|
15
m
|
4
m
|
11
m
|
10,8
cm
|
2
m
|
|
7.
|
16
m
|
4
m
|
12
m
|
19,1
cm
|
3
m
|
|
8.
|
16
m
|
4
m
|
12
m
|
19,1
cm
|
3
m
|
|
9.
|
16
m
|
4
m
|
12
m
|
17,2
cm
|
3
m
|
|
10.
|
16
m
|
6
m
|
10
m
|
16,3
cm
|
2
m
|
|
11.
|
16
m
|
6
m
|
10
m
|
17,2
cm
|
4
m
|
|
12.
|
15
m
|
4
m
|
11
m
|
11,8
cm
|
2
m
|
Untuk
Mencari,
·
Tinggi
Tajuk = Tinggi Pohon – TBC
·
Diameter dbh = 

Dari
plot ukuran 10 x 10 m yang telah kami buat, diketahui :
1.
Jenis tanaman =
Jati Emas Super (Tectona grandis
L.F)
2.
Umur tanaman =
13 tahun
3.
Jarak Tanam =
4 x 3 m
4.
Jumlah
tanaman/plot = 14 pohon
Jumlah
tanaman/Ha = 990 pohon
5.
Kondisi
pertumbuhan = Tanaman
tersebut tertekan. Daunnya berlubang, menguning, dan meranggas karena serangan
hama.
6.
Metode/
perlakuan = Dilakukan
pemangkasan tiap perbulannya.
4.2
Pembahasan
Gambar 1. Tanaman Jati Emas Super (Tectona grandis L.F)
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Tectona
Spesies :
Tectona grandis L.f
Nama Daerah : Dedeg, Dodolan, Jate, Jatih, Jatos, Kiati,
Kulidawa (Jw)
Secara morfologis, tanaman Jati (Tectona
grandis L.F) memiliki
tinggi yang dapat mencapai sekitar 30 – 45 m. Dengan pemangkasan, batang yang
bebas cabang dapat mencapai antara 15 – 20 cm. Diameter batang dapat mencapai
220 cm. Kulit kayu kasar, berwarna kecoklatan atau abu-abu yang mudah
terkelupas. Percabanganjauh dari batang utama. Pangkal batang berakar papan
pendek dan bercabang sekitar empat.
Pohon besar dengan batang yang bulat
lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak
terkelola ada pula individu Jati yang berbatang bengkok-bengkok.
Pohon Jati (Tectona
grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan
ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata
mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon Jati yang
dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan
sedikit cabangnya. Kayu Jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur
lebih daripada 80 tahun.
Daun umumnya besar, bulat telur
terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon
berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua
menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut
kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan
mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda
berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.
Buah berbentuk bulat agak gepeng,
0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya
hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang
melembung menyerupai balon kecil.
Tata daun berbentuk opposite dengan
bentuk daun besar membulat seperti jantung, berukuran panjang 20-50 cm dan
tebal 15-40 cm. Ujung daun meruncing, pangkal daun tumpul dan tepi daun
bergelombang. Permukaan atas daun kasar sedangkan permukaan bawah daun berbulu.
Pertulangan daun menyirip. Tangkai daun pendek dan mudah patah serta tidak
memiliki daun penumpu (Stipule). Tajuk tidak beraturan. Daun muda (Petiola)
berwarna hijau kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau tua ke abu- abuan.
Bunga majemuk terletak dalam malai
besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun
dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk
pohon.
Sebenarnya
tanaman Jati (Tectona grandis L.F) tidak memerlukan kondisi tanah
dengan topografi yang terlalu menuntut, tetapi akan lebih baik apabila tanah
pada kisaran kemiringan lereng dari datar sampai maksimum 20%. Ini juga dalam
kaitan mencegah terjadinya erosi besar-besaran saat tanah diolah untuk
penanaman, sehingga tanah yang memiliki kemiringan curam tidak dibenarkan untuk
dibuka.
Jenis tanah
yang baik untuk pertumbuhan tanaman Jati adalah tanah yang memiliki tekstur
lempung, lempung berpasir atau liat berpasir, meskipun untuk beberapa jenis
tanah tanaman Jati masih dapat tumbuh dengan baik. Tanaman Jati ini sangat
menyenangi tanah dengan prorositas dan drainase yang baik, dan sebaliknya akan
tumbuh tidak baik pada tanah-tanah yang tergenang.
Tanaman Jati memerlukan curah hujan pada kisaran 750 – 2500 mm/tahun, meskipun untuk curah hujan > 3000 mm/tahun masih dapat tumbuh meskipun kekuatan kayu yang dihasilkan tidak terlampau baik.
Tanaman Jati memerlukan curah hujan pada kisaran 750 – 2500 mm/tahun, meskipun untuk curah hujan > 3000 mm/tahun masih dapat tumbuh meskipun kekuatan kayu yang dihasilkan tidak terlampau baik.
Karakteristik
dari kayu Jati yang paling dikenal orang adalah karena keawetannya dan daya
tahannya terhadap perubahan cuaca dibandingkan dengan jenis kayu lain. Selain
itu pula karakter serat dan warnanya memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena
itulah harga kayu jati lebih mahal.
1. Marfologi Pohon
Tinggi pohon bisa mencapai 50 meter
dengan Ø hingga 1,2 meter. Umur pohon jati yang ideal untuk mendapatkan
kualitas terbaik adalah di atas 40 tahun. Kecepatan tumbuh pohon Jati relatif
lambat sehingga densitas kayunya pun lebih baik. Untuk memperoleh Ø 40 cm
dibutuhkan minimal 50 tahun masa tumbuh.
2.
Warna Kayu
Coklat dan emas warna gelap pada
kayu terasnya. Bagian kayu gubal berwarna krem atau bahkan putih kecoklatan.
Pada beberapa jenis kayu Jati terdapat warna kemerahan pada saat baru saja
dibelah. Setelah beberapa lama di letakkan di udara terbuka dan terutama di
bawah sinar matahari, warna tersebut akan berubah coklat muda.
3.
Keawetan
Kayu Jati tergolong pada kayu dengan
kelas awet I-II. Kayu Jati termasuk kelas kuat II dan kelas awet I-II. Penyebab
keawetan dalam kayu teras Jati adalah tectoquinon (2-methylanthraquinone). Kayu
Jati mengandung 47,5% sellulosa, 30% lignin, 14,5% pentosan, 1,4 % abu dan
0,4-1,5% silika.
Memiliki daya tahan yang kuat
terhadap jamur, busuk karena udara lembab atau serangan serangga. Kayu Jati
juga memiliki daya tahan yang baik terhadap cuaca dan perubahan suhu.
Dengan karakteristik khusus yang
dimiliki kayu Jati yaitu kandungan minyak pada kayu Jati membuat kekuatan.
Kayu
teras jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Kayu
gubal, di bagian luar, berwarna putih dan kelabu kekuningan. Meskipun keras dan
kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat
furniture dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang
licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak
jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah. Dengan kehalusan tekstur dan
keindahan warna kayunya, Jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu,
Jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel, dan
anak tangga yang berkelas.
Sumber induk Jati emas plus dari
pohon jati genjah tertua di Indonesia. Saat diambil, batang itu baru berumur 5
tahun tetapi tingginya 10-15 m dan berdiameter 25 cm. Terhitung setelah 6 bulan
pertama penanaman, diameter meningkat 0,7 cm dan tinggi 12 cm/bulan. Pada
penjarangan pertama pada umur 7 tahun, tinggi Jati emas plus mencapai 15 meter
dan diameter 27,5 cm. Setelah 15 tahun, jati emas plus siap dipanen dengan
diameter 34 cm dan tinggi 17 meter.
Teksturnya kuat dan kokoh, mirip Jati
konvensional. Itu didapat jika dirawat secara teratur seperti pemupukan pada
awal tanam, pembersihan gulma di sekeliling tanaman, dan pemetikan daun-daun
tua.
Hama Benih
·
Hama di areal Pertanaman
Jenis Penyakit potensial yang
biasanya menyerang beberapa pohon hutan termasuk Jati (Tectona grandis L.f ) dalam suatu areal hutan
yaitu :
·
Penyakit akar
Jenis gangguan pada akar tanaman
Jati yang sering dijumpai adalah Pseudomonas Tectonae. Penyakit ini
ditandai dengan adanya daun yang
menguning dan kemudian berubah menjadi coklat. Penyakit ini sulit diberantas.
Selain itu juga dijumpai jamur akar Armilaria
melea, Phellinus hellinus, Phellinus lamaonsis, Phellinus noxius,
Helicobasidium compactum, Phellinus rhizomorpho, Ustulina deusta, Xylaria
thwaittesii, Polyporus zonalis, Polyporus shoreae serta jenis cendawan akar merah Rigidoporus
lignosus.
·
Penyakit Batang
Jenis penyakit yang menyerang batang tanaman
Jati di antaranya Corticium salmonicolor dan Nectria haematococca
sebagai penyebab kanker batang.
Serangannya ditandai dengan daun layu dan
berwarna hitam gelap, muncul tubuh buah jamur yang menebal berwarna putih
hingga merah jambu pada kulit luar, timbul benjolan lapisan gabus pada
permukaan batang, kulit kayu
pecah-pecah kemudian terjadi luka dan berlubang-lubang arah memanjang.
·
Penyakit pucuk daun
Jenis penyakit yang menyerang pucuk daun yaitu Stemphyllum
sp, dan Phomopsi tectonae serta jenis Ganoderma applanatum dan
Phellinus lamoensis yang menyebabkan akar berwarna
coklat. Jenis lain yang menyerang daun di
antaranya Cercospora sp, Mycosphaerella sp, Sphaceloma sp, Sclerotium sp,
Podospora sp, Xanthomonas sp, Rhizoctonia sp, Marasmius sp serta Phyllactinia
sp. Adapun serangan penyakit pucuk daun dapat dilihat
dari tanda-tanda munculnya bercak-bercak coklat tua, daun mengering
dan kehilangan turgor, daun layu dan
rontok, bila dicabut jaringan kayu berwarna gelap sampai hitam serta batang pada
permukaan tanah menjadi
lunak dan basah.
Pertumbuhan
tanaman Jati perlu diawasi agar mencapai hasil panen yang maksimal. Mulai dari
pemupukan hingga penjarangan. Dalam hal ini adalah melakukan penebangan cabang
atau ranting pada tanaman Jati.
Salah
satu tanaman Jati yang bagus hasil panenya adalah memiliki kayu yang lurus.
Agar dapat memiliki kayu yang lurus adalah dengan pemilihan bibit unggul yang
baik (karena bibit jati yang baik adalah tidak memiliki cabang dan memiliki
kayu yang lurus). Tiada gading yang tak retak maksudnya adalah tidak semua
bibit yang dihasilkan memiliki kualitas yang sama. Bila salah satu tanaman Jati
kita memiliki cabang untuk memaksimalkan hasil panen nantinya adalah dengan
melakukan penebangan pada cabang-cabang atau ranting tanaman jati tersebut.
Kenapa
penebangan atau pemotongan ranting itu perlu dilakukan? Pertama agar tanaman Jati
pada usia dini dapat fokus berkembang pada satu batang saja, sehingga
pertumbuhan dapat dengan cepat. Kedua agar kayu yang dihasilkan dapat lurus
atau tidak bercabang.
Dengan
mengontrol perkembangan tanaman Jati secara berkala bermaksud memaksimalkan
hasil panen Jati nantinya.
Tanaman Jati emas (Tectona
grandis L.F) tidak banyak
beda dengan tanaman Jati lokal dalam hal penanaman dan pemeliharaanya.
Hama
jati yang banyak ditemukan antara lain adalah bubuk jati (Xyleborus destruens Bldf) yang menyerang batang hingga
berlubang-lubang, ulat daun Jati (Hiblaea
puena Cr, Pyrausta machoeralis
Wlk) yang mampu memakan daun hingga gundul, rayap atau inger-inger (Neotermes tectonac Damm) dan oleng-oleng
(Duomitus ceramicus Wlk) yang
menyerang batang melalui akar. Penyakit yang lazim terdapat pada jati antara
lain disebabkan oleh bakteri (Pseudomonas
solanacearum Smith), jamur upas (Corticium
salmonicolor Berk and Br) dan benalu (Loranthus spp).
Bisa
dibayangkan bahwa lahan-lahan kritis akan bertambah luas dan rehabilitasinya
membutuhkan waktu yang sangat panjang. Luas lahan kritis di Indonesia
saat ini mencapai luasan 56 juta hektar. Dari sudut ekologis, penanaman Jati
emas membantu konservasi alam di sekitar lahan karena sistem perakarannya
menjaga tanah dari kemungkinan erosi air muka tanah.
Kehadiran
tanaman Jati emas merupakan terobosan baru dalam
mengantisipasi kelangkaan bahan baku industri kayu, rehabilitasi lahan kritis,
dan pencegahan kerusakan hutan tanaman Jati. Tanaman Jati emas merupakan bibit
unggul hasil budidaya sistem kultur jaringan dikembangkan pertama kali dalam
laboratorium, yang tanaman induknya pada mulanya berasal dari negara Myanmar. Jati emas sudah sejak tahun 1980 ditanam
secara luas di Myanmar dan Thailand.
Tanaman
Jati emas sudah bisa dipanen mulai umur 5 – 15 tahun, yang selain keuntungan
berupa pertumbuhan yang cepat, juga tumbuh dengan seragam dan lebih tahan
terhadap serangan hama dan penyakit. Apabila tanaman Jati konvensional berumur
5 tahun baru berdiameter 3,5 cm dan tinggi 4,0 m maka Jati emas pada umur yang
sama (5 – 7 tahun) sudah mempunyai kayu yang berdiameter 27,0 cm dan tinggi
pohon 16 m. Dibandingkan dengan jenis kayu pertukangan lain, kualitas kayu Jati
emas lebih baik, lagi pula volume penyusutan hanya 0,5 kalinya. Penanaman Jati emas cocok untuk daerah tropis
terutama pada tanah yang banyak mengandung kapur. Tanah yang ideal adalah tanah
jenis aluvial dengan kisaran pH 4,5 sampai 7.
Dapat
tumbuh dengan baik jika ditanam di daerah dataran rendah (50 – 80 m dpl) sampai
dataran tinggi dengan ketinggian 800 m dpl. Tanaman ini diketahui sangat tidak
tahan dengan kondisi tergenang air, sehingga area pertanaman Jati emas mutlak
membutuhkan sistem drainase yang baik.
Kisaran
curah hujan antara 1.500 – 2.000 mm/tahun. Pola tanam untuk Jati emas biasanya
dilakukan secara monokultur dengan jarak tanam 2 x 2,5 m. Dalam satu hektar
lahan bisa ditanam sebanyak 2.000 tanaman. Apabila diterapkan pola tanam
tumpang sari, dengan jarak tanam 3 x 6 m maka dalam satu hektar bisa ditanam
555 pohon. Lubang tanam dibuat berukuran panjang, lebar dan dalam sebesar 60
cm.
Tingginya
animo penanaman Jati emas didorong oleh faktor-faktor seperti analisa
keuntungan yang menggiurkan, cepatnya pengembalian modal, nilai investasi yang
relatip rendah, dan tingkat produktivitas tanaman yang sangat tinggi.
Menurut narasumber Pemilik pohon Jati Emas Super ini (Tectona grandis L.f.), pertumbuhannya lebih cepat ketimbang Jati lokal atau Jati jawa.
Apalagi batang yang lurus menjulang ke atas dan ditambah dengan daunnya yang lebar-lebar. Sehingga baru berumur 8
bulan saja, telah berdiameter 4 cm dengan catatan diberikan pupuk organik dan
mendapat sinar matahari yang penuh. Kemudian juga, karena ukuran jarak
tanamnya sudah sesuai dengan kapasitas penjarangan yaitu 4 x 3 m maka tidak
perlu lagi dilakukan penjarangan.
Proses penanaman dan pemeliharaan tergolong mudah serta tidak menyita
banyak waktu. Cukup sekali tanam, kemudian tinggal melakukan pengontrolan rutin
agar terhindar dari ketidaksuburan karena kurang pupuk atau ganggguan
tangan-tangan jahil. Apalagi hutan makin gundul akibat pembalakan liar yang
membuat stok kayu kian menipis dan berujung pada melambungnya harga kayu. Apalagi kayu Jati sudah
dikenal dengan kualitas dan ketahanannya tak perlu diragukan lagi.
Guna mendapatkan Jati yang
kokoh dan tidak mudah roboh diterjang angin besar, ada baiknya dimulai dari
sejak pemindahan dari poliy back ke lubang tanam. Dimana pada bagian bawah
lubang tanam tersebut diberikan lubang lagi menggunakan kayu sebesar jari
tangan. Kemudian, akar tunggang bibit Jati tadi dimasukan ke dalam lubang itu. Dengan begitu, akar tunggangnya
langsung menancap ke dalam tanah.
V.
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari hasil
pengamatan kami, dapat disimpulkan bahwa areal tanaman jenis Jati tersebut
merupakan jenis Jati Emas Super (Tectona
grandis L.f) dimana merupakan tegakan seumur yang telah berumur
13 tahun. Dan juga kerapatan tajuknya
saling overlap (tumpang tindih) diantara tajuk yang satu dengan tajuk yang
lainnya. Akan tetapi karena ukuran jarak tanam sudah sangat baik yaitu 4 x 3 m
maka tidak perlu lagi melakukan penjarangan, hanya saja dilakukan pemangkasan
tiap bulannya. Kondisi pertumbuhan tanaman terlihat tertekan karena terjadi
serangan hama dan penyakit, ciri-cirinya : daun berlubang, menguning, dan
meranggas. Dan dapat diketahui rata-rata tinggi pohon mencapai 15 m ke atas.
5.2
Saran
Praktikum Silvikultur ini membutuhkan
pemahaman teori yang cukup baik agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi
kebingungan dan meminimalisir kesalahan yang terjadi. Setelah kita mampu
memahami teori tersebut, baru kita mencoba mempraktekkannya. Realitasnya,
kadang antara teori dan praktek dalam praktikum ini belum tentu sama, jadi
kreativitas dan pemahaman kita terhadap materi silvikultur harus benar-benar
muncul saat kita terjun ke lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan.
1997. Hand Book Os Indonesia Forestry.
Jakarta
Direktorat Jendral Pengusahaan
Hutan. 1990. Pedoman petunjuk Teknis
Pemeliharaan. Jakarta.
Eliyani. The identification dises. University
Jakarta : Jakarta
Kosasih, A. S., et al. 2002. Petunjuk Teknis Pemeliharaan dan
Perlindungan pada Introduksi Jenis Pohon Hutan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam.
Supriatno, Jajang. 2002. Inventarisasi Hama dan Penyakit Jati Emas (Tectona grandis L.f).
IPB : Jawa Barat.
Diakses pada tanggal 07 Januari 2012
http://investasi-jati.blogspot.com/
http://investasi-jati.blogspot.com/
Diakses pada tanggal 07 Januari 2012
Diakses pada tanggal 07 Januari 2012
Diakses pada tanggal 07 Januari 2012
Diakses pada tanggal 07 Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar