I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sebenarnyna radiasi
matahari merupakan unsur yang sangat penting dalam bidang kehutanan. Pertama,
cahaya merupakan sumber energi bagi tanaman hijau yang memalui proses
fotosintesa diubah menjadi tenaga kimia. Kedua, radiasi memegang peranan
penting sebagai sumber energi dalam proses evaporasi yang menentukan kebutuhan
air tanaman.
Intensitas radiasi
matahari akan berkurang oleh penyerapan dan pemantulan oleh atmosfer saat
sebelum mencapai permukaan bumi. Ozon di atmosfer menyerap radiasi dengan
panjang gelombang pendek (ultraviolet) sedangkan karbondioksida dan uap air
menyerap sebagian radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang (infra
merah). Selain pengurangan radiasi bumi langsung (sorotan) oleh penyerapan
tersebut, masih ada radiasi yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas, debu,
dan uap air dalam atmosfer.
Energi surya adalah
energi yang dapat dengan mengubah energi panas surya (matahari) melalui
peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi
salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap, angin, biogas, batubara, dan
minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839,
ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal silikon untuk
mengkonversi radiasi matahari, namun sampai pada tahun 1955 metode itu belum
banyak dikembangkan.
Pada tahun 1946
dilakukan perekaman spektrum radiasi matahari untuk yang pertama kali dari
ketinggian di atas lapisan ozon. Pada tahun 1949 perekaman dilanjutkan untuk
daerah panjang gelombang yang lebih pendek dari ketinggian 100 km. dari
eksperimen-eksperimen tersebut diperoleh bahwa untuk daerah panjang gelombang
di atas 2900 Angstrom suhu radiasi matahari antara 5500 sampai 6000 oK. Untuk
daerah panjang gelombang hingga mencapai sekitar 5000oK.
Daerah yang menjadi
lokasi reaksi nuklir kuat yang menghasilkan keluaran energi maha besar adalah
matahari. Di tengahnya berada suatu daerah yang disebut zona radiasi, di mana
energi ditransfer oleh radiasi dibanding oleh pemindahan gas/panas. Istilah
bagian dalam matahari sering digunakan untuk meliputi keduanya zona pemindahan
gas/panas dan radiasi.
Penyinaran atau isolasi
adalah penerimaan energi matahari oleh permukaan bumi, bentuknya adalah
sinar-sinar bergelombang pendek yang menerobos atmosfer. Sebelum mencapai
permukaan bumi sebagian hilang karena absorbsi. Adapun yang berhasil sampai ke
bumi kemudian dilepaskan pula melalui refleksi; ini terutama terjadi di kedua
daerah kutub bumi dan di dataran-dataran salju serta perairan.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud radiasi surya?
2.
Seperti apa neraca radiasi itu?
3.
Seperti apa ekosistem hutan?
4.
Hubungan apa yang terkait pada ekosistem
hutan dengan neraca radiasi?
1.3
Tujuan
dan Manfaat
Makalah
ini bertujuan untuk mengetahui tentang radiasi surya, mengetahui tentang neraca
radiasi, dan mengetahui hubungan
ekosistem hutan yang terkait dengan neraca radiasi.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Pengenalan
Tentang Radiasi Surya
Pada prinsipnya unsur-unsur iklim seperti
suhu udara dan curah hujan dikendalikan oleh keseimbangan energi antara bumi
dan atmosfer. Rata-rata jumlah radiasi yang diterima bumi seimbang dengan
jumlah yang dipancarkan kembali ke atmosfer setelah digunakan untuk menguapkan
air, memanaskan udara dan memanaskan permukaan tanah. Keseimbangan tersebut
dipengaruhi antara lain oleh keberadaan gas-gas karbon dioksida (CO2), metana
(CH4), nitrous oksida (N2O).
Gas-gas tersebut memiliki kemampuan menyerap radiasi balik
atau radiasi gelombang panjang dari permukaan bumi, sehingga suhu atmosfer atau
udara bumi meningkat. Karena kondisi ini sama dengan kondisi di dalam rumah
kaca maka gas-gas tersebut disebut gas rumah kaca (GRK) dan akibat yang
ditimbulkan disebut efek rumah kaca. Tanpa GRK yang memiliki waktu tinggal
(life time) yang panjang, suhu bumi diperkirakan mencapai 34 oC lebih dingin
dari yang kita alami sekarang.
Masalahnya adalah bahwa konsentrasi GRK saat ini sudah
mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Hal
ini disebabkan oleh adanya peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer sebagai
akibat kegiatan manusia (anthropogenic) dalam hal konsumsi bahan bakar fosil
(BBF) sejak revolusi industri pada pertengahan tahun 1880an dan aligguna lahan.
Walaupun pada dekade terakhir ini emisi CH4 mengalami penurunan hingga 22 juta
Mg th-1 dari 37 juta Mg th-1 pada dekade terdahulu, dan emisi N2O juga menurun
sedikit dari 3,9 menjadi 3,8 juta Mg th-1, tetapi emisi CO2 meningkat lebih
dari dua kali lipat dari 1400 juta Mg th-1 menjadi 2900 juta Mg th-1 dalam dekade
yang sama.
Radiasi Matahari adalah pancaran energi yang berasal dari
proses thermonuklir yang terjadi di Matahari. Energi radiasi Matahari berbentuk
sinar dan gelombang elektromagnetik. Spektrum radiasi Matahari sendiri terdiri
dari dua yaitu, sinar bergelombang pendek dan sinar bergelombang panjang. Sinar
yang termasuk gelombang pendek adalah sinar x, sinar gamma, sinar ultra violet,
sedangkan sinar gelombang panjang adalah sinar infra merah.
Jumlah total radiasi yang diterima di permukaan bumi
tergantung 4 (empat) faktor, yaitu:
1.
Jarak Matahari
Setiap perubahan
jarak bumi dan Matahari menimbulkan variasi terhadap penerimaan energi
Matahari.
2.
Intensitas radiasi
Matahari yaitu besar
kecilnya sudut datang sinar Matahari pada permukaan bumi. Jumlah yang diterima
berbanding lurus dengan sudut besarnya sudut datang. Sinar dengan sudut datang
yang miring kurang memberikan energi pada permukaan bumi disebabkan karena
energinya tersebar pada permukaan yang luas dan juga karena sinar tersebut
harus menempuh lapisan atmosphir yang lebih jauh ketimbang jika sinar dengan sudut
datang yang tegak lurus.
3.
Panjang hari (sun duration), yaitu jarak dan lamanya
antara Matahari terbit dan Matahari terbenam.
4.
Pengaruh atmosfer
Sinar yang melalui
atmosfer sebagian akan diadsorbsi oleh gas-gas, debu dan uap air, dipantulkan
kembali, dipancarkan dan sisanya diteruskan ke permukaan bumi.selain itu,
radiasi matahari bisa menangkal black hole yang bisa memerangkap cahaya.
Radiasi juga merupakan
suatu istilah yang berlaku untuk banyak proses yang melibatkan pindahan tenaga
oleh gejala gelombang elektromagnetik. Gaya radiatif pemindahan kalor dalam dua
pengakuan penting dari yang memimpin dan konvektif gaya (1) tidak ada medium
diperlukan dan (2) pindahan tenaga adalah sebanding kepada kuasa ke lima atau
keempat dari temperatur menyangkut badan melibatkan (Pitts and Sissom, 2001).
Ketika kita menyebut
iklim dan cuaca sebagian besar ditentukan oleh rejim embun dan temperatur.
Sehingga untuk memahami bagaimana rejim ini dibagi-bagikan di atas muka bumi
diperlukan untuk menguji anggaran embun dan panas di bawah yang mana sistem
atmosfer bumi harus beroperasi (Petterssen, 1997). Hukum penyinaran dasar menekankan bahwa
ketika mempertimbangkan radiasi dalam sistem iklim adalah menguntungkan untuk
menggunakan dua rejim radiasi yang beda: radiasi gelombang pendek (matahari)
yang dipancarkan oleh bumi dan atmosfernya.
Penyinaran yang berasal
dari sumber yang ada diluar tubuh dan tidak melekat kita sebut sebagai
penyinaran-luar. Apabila sumber penyinaran ada di dalam tubuh, tersebar dalam
jaringan, penyinaran kita sebut sebagai penyinaran-dalam. Dengan demikian
teknik proteksi radiasi juga akan kita bagi menjadi dua, yaitu teknik proteksi
radiasi penyinaran-luar dan teknik proteksi radiasi penyinaran-dalam.
(Wiryosimin, 1998).
Ada tiga macam cara
radiasi matahari/surya sampai ke permukaan bumi yaitu:
a. Radiasi langsung (Bearn/Direct Radiation)
a. Radiasi langsung (Bearn/Direct Radiation)
Adalah
radiasi yang mencapai bumi tanpa perubahan arah atau radiasi yang diterima oleh
bumi dalam arah sejajar sinar datang.
b. Radiasi
hambur (Diffuse Radiation)
Adalah radiasi yang
mengalami perubahan akibat pemantulan dan penghamburan.
c. Radiasi
total (Global Radiation)
Adalah
penjumlahan radiasi langsung dan radiasi hambur. (wikipedia, 2011).
Cahaya difusi semakin
penting bilamana cahaya matahari berkurang baik oleh penghalang yang nyata
(awan, daun, dan lain-lain) atau oleh karena penghamburan partikel-partikel
atau molekul-molekul di atmosfer. Penghamburan cahaya dipengaruhi oleh
kerapatan partikel-partikel tersebut, dan juuga oleh panjang celah cahaya
matahari langsung yang melalui atmosfer, keduanya meningkatkan kemungkinan
terjadinya penghamburan. Partikel-partikel seperti partikel debu dan asap, dan
molekul-molekul seperti uap air, menyebabkan penghamburan yang berbanding
terbalik dengan panjang gelombang;fungsi tenaga dari hubungan ini tergantung
pada ukuran partikel, tetapi pengaruh netonya mengurangi kandungan cahaya difusi
(Fitter dan Hay, 1991).
Distribusi radiasi
surya yang tidak merata di muka bumi adalah penyebab utama timbulnya cuaca dan
iklim. Tidak saja distribusi energi surya itu yang mengandalkan iklim, tetapi
energi surya itu sendiri merupakan suatu unsur vital iklim. Energi itu secara
langsung bertanggung jawab atas berlangsungnya proses fotosintesis; periode
siang dan malam yang panjangnya bervariasi mempunyai pengaruh besar terhadap
pertumbuhan tanaman. Energi surya juga penting pengaruhnya dalam
evapotranspirasi (pelepasan air) dan terhadap jumlah kebutuhan tanaman akan air
(Trewartha dan Horn, 1999).
Permukaan yang bersifat
seperti benda hitam tidak akan memantulkan cahaya radiasi yang diterimanya,
oleh karena itu kita sebut sebagai penyerap paling baik atau permukaan hitam.
Jadi permukaan yang tidak memantulkan radiasi akan akan terlihat hitam oleh
kita karena tidak ada sinar radiasi yang dipantulkan mengenai mata kita (Koestoer,
2003).
Pengaruh sinar matahari
terhadap tanah dan tanaman menurut Kartasapoetra (1988) adalah:
·
Terhadap tanah: menaikkan suhu permukaan
dan mendorong terjadinya penguapan-penguapan
·
Terhadap tanaman: mengatur fotosintesis
dan mendorong terjadinya penguapan-penguapan.
Alat ukur radiasi
memegang peranan yang sangat penting dalam setiap kegiatan yang memanfaatkan
radiasi. Dengan alat ini setiap pekerja dapat mengetahui tingkat radiasi di
tempat kerja dan dapat mengambil tindakan yang paling tepat untuk menghindari
terjadinya penerimaan dosis yang berlebihan. Meskipun dalam setiap pengukuran
radiasi hanya mengandalkan pada hasil pembacaan alat, namun sebagai pekerja
radiasi tidak boleh begitu saja percaya terhadap informasi hasil pengukuran
yang diberikan oleh alat ukur (Akhadi, 1997).
2.2
Neraca
Radiasi
Kembali ke
atmosfer dalam bentuk radiasi gelombang pendek maupun gelombang panjang. Jumlah
radiasi netto yang diterima/diserap oleh permukaan kemudian digunakan sebagai
energi untuk memindahkan panas dari permukaan ke dalam tanah (soil heat flux)
(G), energi untuk memindahkan panas dari permukaan ke udara (sensible heat
flux) (H), energi untuk evapotranspirasi (LE), dan sisanya digunakan untuk
metabolisme mahluk hidup. Hal inilah yang sering disebut sebagai konsep neraca
energi permukaan.
Terkait
dengan kekeringan, konsep neraca energi sering digunakan untuk identifikasi
kekeringan suatu wilayah dengan menggunakan indek bowen ratio maupun evaporative
fraction (EF). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi neraca
energi di beberapa penggunaan lahan, sehingga dapat diketahui di penggunaan
lahan mana yang memiliki potensi kekeringan lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan lahan lainnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
LANDSAT TM bulan September tahun 2002. Metode yang digunakan adalah menurunkan
parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan neraca energi seperti suhu
permukaan dan albedo permukaan dengan data LANDSAT TM, sedang unsur-unsur
lainnya seperti suhu udara dan radiasi surya digunakan pendugaan. Ekstraksi
komponen neraca energi, bowen ratio, dan evaporative fraction di
beberapa penggunaan lahan juga dilakukan dan kemudian dibuat analisa boxplot
dan uji beda nilai tengah untuk melihat perbedaan setiap komponen di beberapa
penggunaan lahan. Dalam penelitian ini dihasilkan model pendugaan suhu udara
dengan data satelit, konstanta tahanan aerodinamik untuk penggunaan lahan
dengan dominasi air, vegetasi, dan tanah, perbedaan setiap komponen neraca
energi, bowen ratio, dan evaporative fraction di beberapa
penggunaan lahan.
Nilai
energi untuk memindahkan panas dari permukaan ke udara (sensible heat flux)(H)
di perkotaan dan industri memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan
penggunaan lahan lainnya. Hal ini menggungkapkan bahwa energi panas terasa di
wilayah tersebut lebih tinggi dan menyebabkan suhu udara akan tinggi, sehingga
tingkat kenyamanan akan rendah. Berdasarkan bowen ratio dan evaporative
fraction di penggunaan lahan perkotaan, sawah fase bera, dan industri memiliki
potensi kekeringan lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan lahan
lainnya.
Neraca
radiasi secara global dibagi 2, yaitu:
1.
Radiasi
gelombang pendek (Neraca Radiasi
Matahari)
Neraca Radiasi Matahari: 100% (insolasi:
incoming solar radiation) hanya 46%
yang sampai secara langsung ke permukaan bumi, 6% dipantulkan permukaan, 19%
diserap udara (uap air, debu dan ozon), 4% diserap awan, 17% dipantulkan awan
dan 8% dipantulkan oleh udara (bagian
kiri gambar)
2.
Radiasi
gelombang panjang (Neraca Radiasi Bumi)
Neraca Radiasi Bumi, bumi memancarkan radiasi dalam bentuk gelombang
panjang 115% radiasi yang keluar dari bumi (outgoing radiation) diserap
106% oleh awan, uap air, CO2 dan O3 dan dikembalikan ke bumi 100%, hilang ke
angkasa 9% secara langsung, emisi dari uap air, CO2 dan O3 sebesar 40%, emisi
dari awan 20%.
Dari penjelasan neraca radiasi MTH DAN BUMI, permukaan mengalami surplus sebanyak 31% dari energi
radiasi (+46–115+100) sedangkan atmosfer
defisit sebesar 31% (+23+106-100-60). Bumi mentransfer surplus 31% energi radiasi ke atmosfer dalam dua
bentuk:
1.
Panas
terasa (sensible heat)
sebesar 7%
2.
Panas
tersembunyi (latent heat)
sebesar 24%
Sumber energi utama untuk semua proses fisik di
permukaan adalah radiasi matahari.
Neraca radiasi tidak lain adalah pernyataan dari hukum kekekalan
energi. Dalam hal ini radiasi neto,
tidak lain adalah merupakan energi yang tersedia untuk semua proses-proses
fisik yang berlangsung di permukaan.
Proses-proses itu adalah: pemanasan udara, penguapan air, pemanasan
permukaan (tanah), dan pemanfaatan energi oleh organisme melalui proses
fisiologis.
Fenomena penyusutan
radiasi sinar matahari, atau lebih dikenal dengan sebut Global Dimming,
telah menjadi perbincangan hangat kalangan ilmuwan dunia dewasa ini, akibat
dampaknya yang sangat luas terhadap perubahan iklim global. Ratusan alat
ukur radiometer yang dipasang di benua Antartika (kutub selatan) dan Artika
(kutub utara) mencatat penurunan intensitas radiasi matahari yang diterima bumi
sebesar 10% dari akhir tahun 1950 sampai dengan awal 1990, atau sekitar 2 – 3%
untuk setiap dekade. Bahkan untuk beberapa wilayah Asia, Amerika Serikat dan
Eropa, dimana industri berkembang sangat pesat, terjadi penurunan dalam jumlah
yang lebih besar, seperti halnya Hongkong: 37%. (The New York Time, 13
Mei, 2004).
Fenomena ini telah
menjadi perhatian publik dunia, meskipun pada awalnya tidak ada peneliti yang
percaya akan hal tersebut, ketika pertama kali dilaporkan Atsumu Ohmura dari
Institut Teknologi Federal Swiss pada tahun 1985 (Science: 15 November
2002, 298, 1410-1411; The Guardian, 18 Desember 2003).
Berbeda dengan isu
pemanasan global (global warming) yang telah diketahui
penyebabnya, yaitu meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO2) di atmosfer
sebagai akibat tingginya konsumsi bahan bakar minyak, batubara dan gas alam
lainnya yang menahan radiasi matahari dan menyebabkan pemanasan temperatur
bumi, maka fenomena global dimming masih dalam tahap awal
studi dan belum banyak dipahami para ahli.
Teori yang berkembang
menjelaskan sinar matahari dapat membawa jelaga partikel (dalam bentuk aerosol
dan sejenisnya) kembali ke angkasa. Polusi yang terjadi di atmosfer menyebabkan
peningkatan proses kondensasi pada tetes air (droplet) di udara, menjadi awan
tebal yang lebih gelap dan dapat menahan serta mengurangi intensitas transmisi
sinar matahari (dimming)mencapai permukaan bumi.
Hasil penelitian
melihat pengaruh awan terhadap keseimbangan neraca energi global menunjukkan
terjadi peningkatan albedo (perbedaan radiasi matahari yang
dipantulkan dan yang diterima bumi) dari 15% menjadi 30%. Kuantitas yang sama
dengan energi hilang sebesar 50 W/m2. Awan mengurangi emisi sinar infra merah
sebesar 30 W/m2, sehingga pengaruh awan dalam sistem neraca keseimbangan global
telah menyebabkan kehilangan energi sebesar 20 W/m2. Bandingkan kuantitas
tersebut dengan pengaruh efek rumah kaca (green house effect) yang
memicu pemanasan global sebesar 4 W/m2, meskipun diberikan penambahan kandungan
CO2 di atmosfer dua kali lebih besar dari kondisi saat ini (Intergovernmental
Panel on Climate Change, 2001).
Neraca Energi pada
Permukaan Bumi Neraca energi pada suatu permukaan bumi ; Qn = Qs + Ql - Qs’ –
Ql’ Qn : radiasi neto (Wm-2) Qs dan Qs; : radiasi matahari yang datang dan ke
luar (Wm-2) Ql dan Ql’ : radiasi gelombang panjang yang datang dan ke luar n(Wm-2). Albedo
merupakan nisbah antara radiasi gelombang pendek (radiasi matahari) yang
dipantulkan dengan yang datang pada suatu permukaan.
Neraca Energi nQn = H + λ E + G
+ P Malam hari; Radiasi matahari (Qs) = 0, Radiasi neto (Qn) < n0. Qn < 0
maka akan terjadi pendinginan (- H dan n–
G) Siang hari; Qs > Ql dan Qn > n0
Qn > 0 digunakan untuk (1) memanaskan udara (+H), (2) penguapan (λ E ),
pemanasan lautan/tanah (+G) dan < 5% untuk fotosintesis.
2.3
Ekosistem
Hutan
Ekosistem adalah suatu sistem di alam
yang mengandung komponen hayati (organisme} dan komponen non-hayati (abiotik),
dimana antara kedua komponen tersebut terjadi hubungan timbal balik
untuk mempertukarkan zat-zat yang perlu untuk
mempertahankan kehidupan.
Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan
yang dikuasai pohon-pohonan dan mempunyai
keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di
luar hutan. Didalam suatu hutan, hubungan antara tumbuh-tumbuhan, margasatwa,
dan alam lingkungannya demikianeratnya, sehingga hutan dipandang sebagaisuatu sistem ekologi atau ekosistem.
Ekologi Hutan adalah cabang ekologi yang khusus mempelajari masyarakat
atau ekosistem hutan, keadaan tempat tumbuh
terhadap komposisi, struktur dan produktivitas hutan.
Ekologi adalah kajian
mengenai interaksi timbal-balik jasad individu, di antara dan di dalam populasi
spesies yang sama, atau di antara komunitas populasi yag berbeda-beda dan
berbagai faktor non hidup (abiotik) yang banyak jumlahnya yang merupakan
lingkungan yang efektif tempat hidup jasad, populasi atau komunitas itu.
Lingkungan efektif itu mencakup kesemberautan pada interaksi antara jasad hidup
itu sendiri. Kaji ekologi itu memungkinkan kita memahami komunitas itu secara
keseluruhan. Guna memastikan kenyataan ini, perlu kiranya diadakan berbagai
percobaan di lapangan, di laboratorium atau di kedua lingkungan itu sekaligus
(Ewusie, 1990).
Dalam ekologi hutan baik pengetahuan
autekologi maupun sinekologi bersama-sama
diperlukan, karena kita memerlukan pengetahuan tentang
sifat-sifat berbagai jenis pohon yang membentuk
hutan dan pengetahuan tentang hutan sebagai
suatu ekosistem.
Makhluk hidup dalam
perkembangan dan pertumbuhannya tidak dapat hidup sendiri, selalu memerlukan
makhluk lainnya dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Antara makhluk yang
satu dengan makhluk yang lain selalu berhubungan dan mengadakan kontak yang
saling menguntungkan. Tetapi ada juga sebagian kecil mahkluk hidup yang selalu
merugikan makhluk lain, biasanya makhluk ini disebut dengan parasit.
Adapun ekologi sendiri
mencakup suatu keterkaitan antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi, sepeti tumbuhan dan sinar matahari, tanah dengan air, yang pada
umumnya dikatakan sebagai hukum alam yang berimbang dan biasa disebut
ekosisitem. Komponen-komponen dalam ekosistem telah dikelolah oleh alam dan
mereka saling berinteraksi. Ada komponen yang bersifat netral, bekerjasama,
menyesuaikan diri, bertentangan bahkan saling menguasai. Akan tetapi pada
akhirnya antara kekuatan-kekuatan tersebut terjadi keseimbangan (Arief, 1994).
Satu ciri mendasar pada
ekosistem adalah bahwa ekosistem itu bukahlah suatu sistem yang tertutup,
tetapi terbuka dan daripadanya energi dan zat terus-menerus keluar dan
digantikan agar sistem itu terus berjalan. Sejauh yang berkenaan dengan
struktur, ekosistem secara khas mempunyai tiga komponen biologi, yaitu;
produsen (jasad autotrof) atau tumbuhan hijau yang mampu menambat energi
cahaya; hewan (jasad heterotrof) atau kosumen makro yang menggunakan bahan
organik; dan pengurai, yang terdiri dari jasad renik yang menguraikan bahan
organik dan membebaskan zat hara terlarut (Ewusie, 1990).
*Disarikan dari Laporan Praktikum Ekologi
Hutan
Perubahan
ekosistem ada yang sifatnya lokal, regional maupun global. Bila bio-indikator
dan bio-monitoring menunjukan perubahan ekosistem secara global, para ahli
secara lintas disiplin bisa saling memperingatkan adanya ancaman bahaya.
Setelah itu bisa dirundingkan langkah-langkah pencegahannya. Bahkan rekomendasi
para pakar, bisa dijadikan acuan bagi tindakan internasional. Kini semakin
disadari, perubahan lingkungan sekecil apapun, pasti menimbulkan dampak
terhadap makhluk hidup di habitat tsb. Berbagai parameter atau faktor penyebab
perubahan dapat dilacak, dengan memperhatikan bio-indikator lokal maupun
global. Akan tetapi walaupun alam sudah memberikan peringatan, seringkali
manusia tidak memperdulikannya. Sebab seringkali perubahan yang merugikan,
adalah produk sampingan dari aktifitas manusia juga.
2.4
Hubungan
Ekosistem Hutan dengan Neraca Radiasi
Hutan
merupakan sumber daya alam yang merupakan suatu ekosistem, di dalam ekosisitem
ini, terjadi hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungannya.
Lingkungan tempat tumbuh dari tumbuhan merupakan suatu sistem yang kompleks,
dimana berbagai faktor saling beinteraksi dan saling berpengaruh terhadap
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu respon
tumbuhan terhadap faktor lingkungan dimana tumbuhan tersebut akan memberikan
respon menurut batas toleransi yang dimilikinya terhadap faktor-faktor lingkungan
tersebut (Indriyanto, 2006).
Menurut
Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominansi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan. Hutan merupakan penyanggah ekosistem di muka bumi ini, hal ini
sangat erat kaitannya dengan Pemanasan global yang sedang menjadi isu sentral
di wacana lingkungan dunia. Kurangnya hutan menyebabkan peningkatan suhu
permukaan beberapa derajat per tahun sebagai dampak naiknya permukaan air laut
beberapa centimeter. Kenaikan ini dipicu oleh mencairnya es di kutub utara dan
selatan, yang diakibatkan oleh pemanasan global.
Perubahan
iklim global pada dekade terakhir ini terjadi karena terganggunya keseimbangan
energi antara bumi dan atmosfir akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca
(GRK), terutama karbondioksida (CO2). Indonesia sebagai negara penyumbang CO
terbesar ketiga di dunia dengan emisi CO
rata-rata per tahun 3000 Mt atau berarti telah menyumbangkan sekitar 10% dari
total emisi CO di dunia (Seputar Indonesia, 24 Maret 2007). Meningkatnya
konsentrasi CO disebabkan oleh pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain
pembakaran hutan dalam skala luas secara bersamaan dan pengeringan lahan gambut
untuk pembukaan lahan-lahan(Hairiah dan Rahayu, 2007). Pemanasan global adalah
salah satu isu lingkungan penting yang saat ini menjadi perhatian berbagai
pihak. Akibat yang ditimbulkan pemanasan global antara lain meningkatnya
temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh
kegiatan industri dan semakin berkurangnya penutupan lahan khususnya hutan
akibat laju degradasi akhir-akhir ini.
Poerwowidodo (1990) mengatakan bahwa Hutan Tanaman Industri
bertujuan untuk menanggulangi masalah seperti: (a) Menurunnya kondisi
kelestarian sumberdaya hutan khususnya hutan produksi; (b) Menciutnya hutan
produksi akibat kebutuhan lahan hutan oleh sektor lain makin tinggi; (c)
Kekurangan bahan baku akibat semakin berkembangnya industri; serta (d) Kenaikan
total kebutuhan hasil hutan, akibat pertumbuhan penduduk.
Sementara menurut Departemen Kehutanan (2009), tujuan
pembangunan Hutan Tanaman Industri adalah meningkatkan produktifitas
hutan/lahan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku industri perkayuan dan
penyediaan lapangan usaha (pertumbuhan ekonomi/pro-growth), penyediaan lapangan
kerja (pro-job) terutama tenaga kerja yang tidak terampil (labo intensive),
pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan/lahan (pro-poor), perbaikan
kualitas lingkungan hidup (pro-enviroment) dan juga membuka isolasi
daerah-daerah pedalaman yang sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi
indonesia.
Eukaliptus (Eukaliptus hybrid) Menurut tatanannya taksonomi dari E. hybrid mempunyai
sistematika sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dycotyledone Ordo : Myrtiflorae Famili : Myrtaceae Genus : Eucalyptus
Species : Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla (Eucalyptus
hybrid) Eukaliptus merupakan salah satu jenis tanaman yang dikembangkan
dalam pembangunan hutan tanaman Industri. Kayu Eukaliptus digunakan antara lain
untuk bangunan di bawah atap, kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan
pembungkus korek api, pulp dan kayu bakar. Daun dan cabang beberapa eukaliptus
menghasilkan minyak atsiri yang merupakan produk penting untuk farmasi,
misalnya untuk obat gosok atau obat batuk, farfum, sabun, detergen, disinfektan
dan pestisida. Beberapa jenis digunakan untuk kegiatan reboisasi (Sutisna dkk,
1998).
Tumbuhan Bawah dan Serasah
Vegetasi merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam
arti luasnya. Pada umumnya, tumbuhan terdiri dari beberapa golongan antara lain
pohon yaitu berupa tegakan dengan ciri-ciri tertentu. Kemudian dapat
diketemukan semak belukar dan lain-lain tergantung dari ekosistem yang diamati.
Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan yang termasuk bukan tegakan atau pohon namun
berada di bawah tegakan atau pohon (Odum, 1993).
Menurut Sutaryo (2009) menyatakan bahwa tumbuhan bawah
merupakan tumbuhan bukan pohon yang tumbuh di lantai hutan, misalnya rumput,
herba dan semak belukar atau liana. Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup
tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi yang cepat dapat
menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Di sini, siklus hara dapat
berlangsung sempurna, guguran yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi
ke pohon dalam bentuk unsur hara yang seperti diketahui akan diuraiakan oleh
bakteri. Serasah adalah kumpulan bahan organik di lantai hutan yang belum atau
sedikit terdekomposisi. Bentuk asalnya masih bias dikenali atau masih bias
mempertahankan bentuk aslinya (belum hancur). Serasah memiliki peran penting
karena merupakan sumber humus, yaitu lapisan tanah teratas yang subur.
Serasah merupakan bagian tanaman yang telah gugur
berupa daun dan ranting-rantingnya yang terletak dipermukaan tanah serta
tumbuhan yang telah mati. Serasah juga menjadi rumah dari serangga dan berbagai
mikroorganisme lain. Uniknya, para penghuni justru memakan serasah, rumah
mereka itu; menghancurkannya dengan bantuan air dan suhu udara sehingga tanah
humus terbentuk. Di bawah lantai hutan, kita dapat melihat akar semua
tetumbuhan, baik besar maupun kecil, dalam berbagai bentuk. Sampai kedalaman
tertentu, kita juga dapat menemukan tempat tinggal beberapa jenis binatang,
seperti serangga, ular, kelinci, dan binatang pengerat lain (Sutaryo, 2009).
Karbon Hutan Carbon
sink adalah istilah yang kerap
digunakan di bidang perubahan iklim. Istilah ini berkaitan dengan fungsi hutan
sebagai penyerap (sink) dan penyimpan (reservoir) karbon. Emisi
karbon ini umumnya dihasilkan dari kegiatan pembakaran bahan bakar fosil pada
sektor industri, transportasi dan rumah tangga (Junaidi, 2009). Pada ekosistem
daratan, C tersimpan dalam 3 komponen pokok menurut Hairiah, et al., 2001
yaitu:
·
Biomasa: masa
dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau
gulma dan tanaman semusim
·
Nekromasa: masa
dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau
tunggul pohon), atau telah tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau
ranting dan daun- daun gugur (seresah) yang belum terlapuk.
·
Bahan organik
tanah: sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami
pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah.
Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.
Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen C
tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
·
Karbon di atas
permukaan tanah, meliputi: Biomasa pohon. Proporsi terbesar penyimpanan
C di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi
tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan
menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter
batang. Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar
yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau
gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian
tanaman (melibatkan perusakan). Nekromasa, Batang pohon mati baik yang
masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang
merupakan kompone penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi
penyimpanan C yang akurat. Seresah, Seresah meliputi bagian tanaman yang
telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.
·
Karbon di dalam
tanah, meliputi: Biomasa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar
langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada
tanah hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter >2
mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih
pendek daur hidupnya.
Siklus Karbon merupakan proses penyerapan dan emisi
karbon, yang hasil akhirnya adalah akumulasi atau stok karbon di tegakan atau
hutan. Neraca Karbon akan menggambarkan perubahan stok karbon dari waktu ke
waktu di dalam ekosistem hutan tersebut di dalam suatu ruang (Bahruni, 2010).
Siklus karbon pada ekosistem hutan menyangkut proses
penyerapan dan emisi karbon ke atmosfer. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor atau kondisi yaitu :
1.
Kondisi vegetasi
yang meliputi jenis atau tipe vegetasi atau hutan;
2.
Kondisi tempat
tumbuh dan lingkungan yang meliputi faktor edafis, klimatis dan faktor hayati
lainnya;
3.
Kondisi
pengelolaan yang meliputi pengaturan ruang (tata ruang), penentuan
peruntukan/penggunaan lahan dan hutan;
4.
Kondisi gangguan
seperti perubahan lingkungan, kemarau, ledakan gangguan hama dan penyakit,
gangguan perbuatan manusia seperti pembakaran, eksploitasi tidak terkelola
dengan baik dan lain-lain (Bahruni, 2010).
Pembahasan tentang stok atau neraca karbon ekosistem hutan
tidak terlepas dari pemahaman tentang siklus atau aliran karbon itu. Ekosistem
memiliki empat komponen dasar yaitu a) substansi abiotik, b) produser
(autotrophic), c) konsumer, d) dekomposer. Di dalam ekosistem (termasuk
ekosistem hutan) terjadi proses pertukaran materi seperti air, unsur-unsur
hara, ataupun bahan kimia, polutan dll, dan perubahan energi secara terus
menerus, yang mempengaruhi kelangsungan ekosistem seperti tingkat
produktivitas, integritas dan kelestariannya (Bahruni, 2010).
Siklus karbon pada ekosistem hutan menyangkut proses
penyerapan dan emisi karbon ke atmosfer. Biomassa tumbuhan bertambah karena
tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dari udara dan mengubah zat ini menjadi
bahan organik melalui proses fotosintesis. Berbeda dengan hewan, tumbuhan
membuat makanannya sendiri yang disebut dengan produktivitas primer yang
terbagi atas produktivitas primer bersih dan produktivitas primer kotor (Heddy,
dkk., 1986).
Neraca
Sumber Daya Hutan adalah suatu informasi yang dapat menggambarkan cadangan
sumber daya hutan, kehilangan dan penggunaan sumber daya hutan, sehingga pada
waktu tertentu dapat diketahui kecenderungannya, apakah surplus atau defisit
jika dibandingkan dengan waktu sebelumnya.
III.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Radiasi
Matahari adalah pancaran energi yang berasal dari proses thermonuklir yang
terjadi di Matahari. Energi radiasi Matahari berbentuk sinar dan gelombang
elektromagnetik. Spektrum radiasi Matahari sendiri terdiri dari dua yaitu,
sinar bergelombang pendek dan sinar bergelombang panjang. Sinar yang termasuk
gelombang pendek adalah sinar x, sinar gamma, sinar ultra violet, sedangkan
sinar gelombang panjang adalah sinar infra merah. Jumlah total radiasi yang
diterima di permukaan bumi tergantung 4 (empat) faktor, yaitu : Jarak Matahari,
Intensitas radiasi Matahari, Panjang hari, dan Pengaruh atmosfer.
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Diakses
pada tanggal 08 November 2012
Diakses
pada tanggal 08 November 2012
Wikipedia.com, 2011. Radiasi Matahari.
Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi_Matahari
Diakses
pada tanggal 08 November 2012
Diakses
pada tanggal 08 November 2012
Diakses
pada tanggal 08 November 2012
Diakses
pada tanggal 08 November 2012
Diakses
pada tanggal 08 November 2012
Diakses pada tanggal 08
November 2012
Diakses
pada tanggal 08 November 2012
Nama-nama
Kelompok 3 :
1. Fauziah Ramadhana L 131 11 003
2. Riska S. Pettawali L 131 11 009
3. Ulfa L 131 11 010
4. Jenny Posumah L. L 131 11 025
5. Irfan Bahroni L 131 11 023
6. Agung Sirenda L 131 11 069
7. Tito Eka L 131 11 019
8. Denny L 131 11 052
9. Faisal L 131 11 030
10. Moh. Rifa’t L 131 11 076
11. Beni Firman L 131 11 062
12. Dedi Kusnadi L 131 11 037
13. Ikbal
zia yang mana nih, sa angktn 08,
BalasHapussy zhia angkatan 2011, kak
Hapus