Kamis, 08 November 2012

Laporan Lengkap Praktikum KimiaQ -Fauziah 'Forester'-

PENDAHULUAN Latar Belakang Mengenal dengan baik dan cara penggunaannya berbagai alat-alat dan bahan-bahan kimia merupakan hal yang sangat penting untuk dapat bekerja dengan baik dan aman di laboratorium. Kemurnian bahan kimia juga merupakan hal yang sangat penting untuk memperoleh hasil yang baik dalam bekerja di laboratorium, dimana dapat mengalami ketidakmurnian jika ditangani dengan baik. Berbagai bahan kimia yang seringkali digunakan merupakan bahan yang berbahaya dan beracun bagi manusia, sehingga perlu diketahui untuk menghindari hal-hal tersebut. Dalam pelaksanaan praktikum diharapkan kita dapat melakukan percobaan dengan sebaik mungkin dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Setiap alat pasti mempunyai fungsinya masing-masing sehingga kita dapat mengatasi kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi di laboratorium. Alat – alat yang sering kita dengar ada beberapa macam, yaitu : Statif, Klem, Pipet Volume, Labu Ukur, Erlenmeyer, Gelas Kimia, Pipet Ukur, Karet Penghisap, Gelas Ukur, Pengaduk Neraca, Gelas Beaker, Alat Penyemprot, Alat Penggerus, Pipet Tetes, Tabung Reaksi, Rak Tabung Reaksi, Neraca Analitik. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dalam pengenalan alat ini adalah agar mahasiswa mengenal alat-alat sederhana yang umum dipergunakan dalam laboratorium kimia, serta dapat menjelaskan pemakaiannya. Dan juga mahasiswa dapat memahami kegunaan secara benar alat-alat laboratorium kimia yang sering digunakan. Kegunaan kita mempelajari ini untuk menambah wawasan kita mengenai alat–alat yang akan sering digunakan dalam laboratorium sehingga kita tidak membuat kesalahan yang fatal nantinya. Dan kita akan mengetahui fungsi-fungsi dari alat-alat kimia tersebut, agar dalam praktek pencampuran tidak mempengaruhi kadar pencampurannya karena ketidaksesuaian alat. TINJAUAN PUSTAKA Pada umumnya laboratorium itu mempunyai fungsi sebagai sarana atau tempat untuk mengadakan kegiatan-kegiatan pengujian, pengamatan, pengkajian, pengukuran dan pengembangan terhadap gejala-gejala, perilaku, sifat-sifat dan penerapan atau penggunaan unsur-unsur seperti alat, komponen dan sistem elektrikan (Ramli, 2002). Alat – alat laboratorium merupakan hal penting di dalam laboratorium (Ralph petrucci, 1989). Maka dari penjelasan yang telah diuraikan diatas, dalam pelaksanaannya diharapkan kita dapat melakukan percobaan yang baik, dimana selain memperkenalkan alat dan fungsinya kita juga tahu bagaimana mengatasi kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi saat kita melakukan percobaan di laboratorium (Mardani, 2007). Setiap alat menggambarkan mengenai kegunaan alat dan atau menggambarkan prinsip kerja pada alat yang bersangkutan. Dalam penggunaannya ada alat-alat yang bersifat umum dan ada pula yang khusus. Peralatan umum biasanya digunakan untuk suatu kegiatan reparasi, sedangkan peralatan khusus lebih banyak digunakan untuk suatu pengukuran, atau, penentuan (Moningka,2008). Setelah melakukan praktikum, usahakan melakukan pensterilisasian terhadap alat-alat yang telah selesai digunakan. Dan penstrerilisasian dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : mekanik, fisik, dan kimiawi (Annafi, 2010). METODE PRAKTEK Waktu dan Tempat Praktikum Kimia tentang Pengenalan Alat dilaksanakan pada hari Kamis, 4 November 2011 pada pukul 15.00 sampai 17.00 wita, dan bertempat di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu. Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan adalah; statif, klem, pipet volume, labu ukur, erlenmeyer, gelas kimia, pipet ukur, karet penghisap, gelas ukur, pengaduk neraca, gelas beaker, alat penyemprot, alat penggerus, pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung reaksi, neraca analitik. Cara Kerja Menyiapkan beberapa peralatan kimia yang akan sering digunakan, kemudian menggambar alat – alat tersebut dan menuliskan spesifikasi beserta fungsinya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Setelah dilakukan pengamatan, diperoleh hasil sebagai berikut : Keterangan : Statif Klem Pipet Volume Gambar 01 : Statif, Klem dan Pipet Volume Gambar 02 : Labu Ukur Gambar 03 : Erlenmeyer Gambar 04 : Gelas Kimia Keterangan : Pipet Ukur Karet Penghisap Gambar 05 : Pipet Ukur dan Karet Pengisap Gambar 06 : Gelas Ukur Gambar 07 : Pengaduk Neraca Gambar 08 : Gelas Beaker Gambar 09 : Botol Semprot Gambar 10 : Rak Tabung Reaksi Gambar 11 : Tabung Reaksi Keterangan : Lumpang Aluh Gambar 12 : Lumpang dan Aluh (Penggerus) Gambar 13 : Pipet Tetes Gambar 14 : Neraca Analitik Pembahasan Statif dan klem terbuat dari besi dan dipergunakan untuk menyusun peralatan gelas, misalnya pada pengerjaan titrasi, destilasi, merefluksi dan sebagainya. Pipet volume berbentuk pipa panjang dengan pembagian skala yang dilengkapi dengan kran. Dipakai untuk proses titrasi/mengukur volume titrasi yang digunakan. Labu ukur terbuat dari gelas, mempunyai bermacam-macam ukuran. Labu ini mempunyai dasar yang rata dan leher sempit yang dilengkapi dengan tanda batas volume. Dipakai untuk membuat larutan tertentu dengan volume setepat-tepatnya. Sering juga dipakai dalam pengenceran sampai volume tertentu. Erlenmeyer atau biasanya juga disebut conical plask. Terbuat dari gelas alas rata, bagian atas lebih kecil. Alat ini bukan juga alat pengukur. Dipakai untuk tempat zat yang dititrasi, tempat menampung hasil proses destilasi (reservoir), kadang-kadang juga dipakai untuk memanaskan larutan. Gelas kima berfungsi untuk mengatur volume larutan, manampung zat kimia, serta sebagai media pemanasan cairan. Pipet ukur digunakan untuk mengambil larutan dengan volume tertentu, juga memindahkan larutan dengan volume tertentu. Karet penghisap berfungsi untuk membantu proses pengambilan cairan. Alat ini terbuat dari karet, dipergunakan untuk menghisap larutan-larutan yang berbahaya untuk diisap dengan mulut. Cara menggunakannya yaitu dengan cara disambungkan dengan pipet ukur atau pipet gondok. Gelas ukur dipakai untuk mengukur zat kimia dalam bentuk cair. Alat ini mempunyai skala dan terdiri dari bermacam-macam ukuran. Jangan digunakan untuk larutan/pelarut yang panas atau digunakan untuk memanaskan cairan. Pengaduk neraca, gunanya untuk mengaduk suatu campuran atau larutan zat-zat kimia pada waktu melakukan reaksi-reaksi kimia. Dipakai untuk menolong pada waktu menuangkan/mendekantir cairan dalam proses penyaringan. Gelas beaker, alat ini bukan alat pengukur, walaupun mempunyai volume kira-kira. Digunakan sebagai tempat larutan dan dapat juga untuk memanaskan larutan zat-zat kimia, menguapkan larutan dan sebagainya. Botol penyemprot digunakan untuk menyimpan aquades dan untuk membilas beaker, erlenmeyer, ujung buret dan sebagainya. Rak tabung reaksi berguna untuk meletakkan tabung atau tempat penyimpanan tabung reaksi. Tabung reaksi umumnya terbuat dari gelas, dengan berbagai macam ukuran. Biasanya 75 x 10 mm, 4 ml, kadang-kadang 100 x 12 mm, 8 ml. Dipakai untuk mereaksikan zat-zat kimia dalam jumlah sedikit. Dapat dipanasi dengan api langsung atau tidak langsung Lumpang dan Aluh (Penggerus), alat ini berfungsi utuk menghancurkan atau menghaluskan bahan-bahan kimia. Pipet tetes ini tidak mempunyai ukuran volume atau skala lainnya. Digunakan untuk memindahkan sedikitnya zat cair/larutan yang tidak memerlukan ketelitian tinggi atau untuk mengambil cairan di atas endapan dari dalam tabung reaksi atau tabung sentrifuge. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang padatan kimia serta menimbang massa atau zat dan memerlukan ketelitian tinggi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh, adalah sebagai berikut : Setelah melakukan percobaan ini, kita dapat mengetahui dan mengenal alat-alat yang dipergunakan dalam laboratorium kimia. Dan alat-alat tersebut antara lain ialah : statif, klem, pipet volume, labu ukur, erlenmeyer, gelas kimia, pipet ukur, karet penghisap, gelas ukur, pengaduk neraca, gelas beaker, alat penyemprot, alat penggerus, pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung reaksi, neraca analitik. Selain itu, kita juga dapat mengetahui kegunaan dari masing-masing alat tersebut beserta cara menggunakannya. Saran Setelah percobaan yang kami lakukan tentang Pengenalan Alat dan Bahan, saya berharap praktikan lebih berhati-hati dalam menggunakan alat demi keselamatan dan keamanan. Dan untuk asisten dosennya, sudah sangat baik dalam memberikan penjelasan. Selain itu, ada baiknya bila waktu digunakan seefisien mungkin. PENDAHULUAN Latar Belakang Sifat-sifat larutan, seperti rasa dan warna, bergantung pada jenis zat terlarut. Selain sifat yang bergantung pada jenis zat terlarut, ada beberapa sifat larutan yang hanya bergantung pada konsentrasi partikel zat terlarut. Artinya, larutan zat yang berbeda akan mempunyai sifat yang sama, asalkan konsentrasi partikel terlarutnya sama. Suatu larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran karena susunannya dapat berubah-ubah. Disebut homogen karena susunannya begitu seragam sehingga tak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Dalam campuran heterogen permukaan-permukaan tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian atau fase-fase yang terpisah. Meskipun semua campuran fase gas bersifat homogen dan karena itu dapat disebut larutan, molekul-molekulnya begitu terpisah sehingga tak dapat saling menarik dengan efektif. Larutan fase padat sangat berguna dan dikenal baik. Contoh antara lain perunggu (tembaga dan zink sebagai penyusun utama), emas perhiasan (biasanya emas dan tembaga), dan amalgam kedokteran gigi (merkurium dan perak). Biasanya dengan larutan dimaksudkan fase cair. Lazimnya salah satu komponen (penyusun) larutan semacam itu adalah suatu cairan sebelum campuran itu dibuat. Cairan ini disebut medium pelarut atau pelarut (solvent). Komponen lain, yang dapat berbentuk gas, cairan ataupun zat padat dibayangkan sebagai terlarut ke dalam komponen pertama. Zat yang terlarut disebut zat terlarut (solute). Dalam hal-hal yang meragukan, zat yang kuantitasnya lebih kecil disebut zat terlarut. Seperti diduga, mungkin dijumpai kesulitan dalam menerapkan pedoman ini. Manakah zat terlarut dalam suatu campuran 50 : 50 dari etil alkohol dan air. Atau suatu sirup yang terdiri dari 80 persen sukrosa (gula pasir) dan 20 persen air. Dalam hal pertama, baik alkohol maupun air dapat disebut zat terlarut. Dalam hal kedua, karena air tetap mempertahankan keadaan fisiknya, dan gula berubah keadaan fisiknya, kebanyakan orang menyebut air sebagai pelarut. Dalam larutan penyangga, larutan ini merupakan larutan yang dapat mempertahankan pHnya. Larutan penyangga, bila ditambahkan sedikit asam atau sedikit basa atau dilakukan proses pengenceran maka pH larutan berubah sangat kecil (relatif tidak mengubah pH). Hal ini disebabkan ion H+ dan OH- yang ditambahkan ditangkap oleh partikel-partikel zat terlarut. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dalam melakukan percobaan ini yaitu untuk mempelajari cara membuat larutan dengan kepekatan tertentu dari bahan padat dan cair dan mengetahui perubahan warna yang terjadi setelah proses penitrasian. Kegunaan dalam melakukan percobaan ini yaitu mengetahui cara pembuatan larutan dan mengapa bisa terjadi perubahan warna terhadap larutan yang diujikan serta mengetahui cara mencari simpangan larutan-larutan tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan atau padatan. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute. Solute adalah zat terlarut, sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam dimana solute terlarut (Baroroh, 2004). Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air, selain air yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol amoniak, kloroform, benzena, minyak, asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya tidak disebutkan (Gunawan, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu temperatur, sifat pelarut, efek ion sejenis, efek ion berlainan, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks dan lain-lain (Khopkar, 2003). METODE PRAKTEK Waktu dan Tempat Praktikum Kimia tentang Membuat Larutan dilaksanakan pada hari Kamis, 27 Oktober 2011 pada pukul 15.00 sampai 17.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu. Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan adalah; neraca analitik, statif dan klem, pipet volume 25 ml, labu ukur 100 ml, botol timbang, gelas ukur, pengaduk neraca, pipet tetes, erlenmeyer 250 ml, pingset, pipet volume, botol semprot, gelas beaker 100 ml. Bahan – bahan yang digunakan adalah; HCl pekat, NaOH pekat, Aquades, Indikator pp. Cara Kerja Prosedur kerja dalam pembuatan larutan NaOH dan HCl adalah sebagai berikut : menimbang botol timbang dalam keadaan kosong dengan menggunakan neraca analitik, menambahkan NaOH pekat sebanyak 4 gram, memindahkan larutan NaOH ke gelas beaker ukuran 100 ml dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian melarutkan larutan tersebut bersama aquades sebanyak 95 ml, lalu mengaduk dengan pengaduk neraca. Mengambil larutan HCl pekat mengunakan pipet tetes kemudian memindahkan ke gelas ukur sebanyak 95 ml, memindahkan larutan ke gelas beaker 100 ml dan melarutkan dengan aquades sebanyak 95 ml. Lalu mengaduk dengan pengaduk neraca. Memasukkan masing-masing larutan sebanyak 25 ml ke dalam pipet volume, menuangkan larutan HCl sebanyak 10 ml ke dalam gelas ukur, memindahkan larutan ke erlenmeyer yang berlabelkan HCl dan menuangkan pula larutan NaOH sebanyak 10 ml ke dalam gelas ukur, lalu memindahkan larutan ke erlenmeyer yang berlabelkan NaOH, meneteskan sebanyak 3 tetes indikator pp pada kedua jenis larutan tersebut. Kemudian masuk ke dalam proses penitrasian. Dalam proses penitrasian, larutan HCl menitrasi dengan NaOH dan larutan NaOh menitrasi dengan HCl, titrasi larutan NaOH dan larutan HCl akan mengalami perubahan warna, maka mengamati dan mencatat perubahan kedua larutan tersebut. Mencatat Volume kedua larutan tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Volume larutan yang terpakai dalam proses penitrasian, yaitu : Larutan NaOH Volume larutan NaOH = 25 ml Volume NaOH yang dititrasi = 10 ml Volume HCl penitrasi = 12, 9 ml Larutan HCl Volume larutan HCl = 25 ml Volume HCl yang dititrasi = 10 ml Volume NaOH penitrasi = 7, 4 ml Larutan dari zat padat NaOH Berat NaOH padat = 4 gram Volume larutan NaOH yang dibuat = 95 ml Volume NaOH yang di titrasi = 10 ml Volume HCL penitrasi = 12, 9 ml Konsentrasi HCL penitrasi = 1 M Larutan dari zat lain (HCL) Berat HCl padat = 5 ml Volume larutan HCl = 95 ml Volume HCl yang di titrasi = 10 ml Volume NaOH penitrasi = 7, 4 ml Konsentrasi NaOH penitrasi = 1 M Simpangan NaOH V1 x M1 = V2 x M2 10 x M1 = 12, 9 x 0, 1 M1 = (1,29)/10 M1 = 0, 129 M = 0, 129 x 100 % = 12, 9 % Simpangan HCl V1 x M1 = V2 x M2 10 x M1 = 7, 4 x 0, 1 M1 = (0,74)/10 M1 = 0, 074 M = 0, 074 x 100 % = 7, 4 % Pembahasan Perubahan warna terjadi setelah ditetesi dengan indikator pp, dimana larutan HCl ternyata tidak mengalami perubahan warna, sedangkan pada larutan NaOH mengalami perubahan warna. Larutan HCl sebelum ditetesi indikator pp berwarna bening dan setelah ditetesi indikator pp tidak mengalami perubahan warna atau larutan tetap berwarna bening. Larutan NaOH sebelum ditetesi indikator pp berwarna bening dan setelah ditetesi indikator pp mengalami perubahan warna yaitu berwarna keungu-unguan pekat. Perubahan warna yang terjadi setelah proses penitrasi, pada larutan HCl yang dititrasikan dengan larutan NaOH mengalami perubahan warna yaitu larutan berubah warna menjadi ungu. Sedangkan pada larutan NaOH yang dititrasikan dengan larutan HCl mengalami perubahan warna yaitu larutan berubah warna menjadi bening. Larutan indikator yaitu suatu larutan yang jika ditambahkan dalam larutan asam atau larutan basa akan berubah warna. Jadi perubahan warna pada saat proses titrasi disebabkan oleh penambahan indikator pp, dan juga disebabkan oleh pH. Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Konsentrasi suatu larutan juga merujuk ke bobot atau volume zat terlarut yang berada dalam pelarut ataupun larutan yang banyaknya ditentukan. Konsentrasi suatu larutan dari dua cairan seringkali dinyatakan sebagai presentase volume. Dalam mencari simpangan suatu larutan volume yang dititrasi dan sebagai penitrasi harus diketahui terlebih dahulu, sama seperti untuk mencari molaritasnya. Setelah mendapatkan hasilnya maka harus dikalikan 100 persen karena ketetapan untuk mencari suatu simpangan, begitu juga untuk mendapatkan molaritas, ketika dimasukkan ke dalam rumus nilai dari molaritas akan berubah karena dibagi dengan persen. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : Perubahan warna yang terjadi : Larutan NaOH : Warna awal = bening Setelah ditetesi indikator pp = ungu Setelah dititrasi = bening Larutan HCl : Warna awal = bening Setelah ditetesi indikator pp = bening Setelah dititrasi = ungu Perubahan warna pada saat proses titrasi disebabkan oleh penambahan indikator pp, dan juga disebabkan oleh pH. Simpangan NaOH = 12, 9 % Simpangan HCl = 7,4 % Saran Sebaiknya bisa lebih ditingkatkan lagi wawasan yang akan diberikan kepada praktikan, lalu alat-alat untuk laboratorium bisa ditambah lagi agar para praktikan bisa melakukan masing-masing percobaan yang dipraktikkan. Pendingin ruangan juga sangat menunjang untuk memberikan kenyamanan para pengguna laboratorium supaya praktikum berjalan dengan baik. PENDAHULUAN Latar Belakang Hidrolisis garam merupakan penguraian garam menjadi ion positif dan ion negatif yang terjadi dalam air. Berdasarkan asam-basa pembentuknya dibedakan menjadi sebagai berikut : Garam dari asam kuat dan basa kuat Garam ini berasal dari elektrolit kuat, tidak terhidrolisis dalam air, dan bersifat netral (pH = 7). Garam dari asam lemah dan basa kuat Garam ini mengalami hidrolisis sebagian/parsial dalam air, anion garam mengalami hidrolisis, dan larutan garam terhidrolisis bersifat basa (pH > 7). Garam dari asam kuat dan basa lemah Mengalami hidrolisis sebagian/parsial dalam air, kation garam mengalami hidrolisis, dan larutan garam terhidrolisis bersifat asam (pH < 7). Garam dari asam lemah dan basa lemah Dapat terhidrolisis semua dalam air baik kation maupun anionnya. Harga pH bergantung pada harga Ka dan Kb. Jika : Ka = Kb  bersifat netral (pH = 7) Ka > Kb bersifat asam (pH < 7) Ka < Kb bersifat basa (pH > 7) Garam adalah zat yang dihasilkan dari penggabungan kation dari basa dan anion dari asam, atau biasa disebut reaksi asam-basa dan biasa juga disebut reaksi netralisasi (penggaraman). Hasil reaksi dalam larutan elektrolit dapat berupa endapan, gas dan zat terlarut. Pengertian ini berdasarkan bahwa jika sejumlah asam dan basa murni yang ekuivalen dicampur dan larutannya diuapkan, maka suatu zat kristalin yang tertinggal, yang tidak mempunyai ciri-ciri khas suatu asam ataupun basa dinamakan garam. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dalam melakukan percobaan ini adalah agar mahasiswa mengetahui reaksi penggaraman dan mampu mengidentifikasi suatu garam melalui percobaan. Kegunaan kita mempelajari identifikasi reaksi penggaraman ini untuk menambah wawasan kita mengenai reaksi asam penggaraman, terlebih khusus pada reaksi asam basa. TINJAUAN PUSTAKA Larutan air dari garam-garam dapat bersifat asam, basa atau netral, bergantung pada garamnya (Charles W. Keenan, 1980). Hidrolisis garam merupakan penguraian garam menjadi ion positif dan ion negatif yang terjadi dalam air (Candra kirana, dkk). Hidrolisis adalah istilah umum untuk reaksi zat dengan air (hidrolisis berasal dari kata hidro yang berarti air dan lisis yang berarti peruraian). Menurut konsep ini, komponen garam ( kation atau anion ) yang berasal dari asam lemah atau basa lemah bereaksi dengan air (terhidrolisis) membentuk ion H3O+ (= H+) atau ion OH-. Jika hidrolisis menghasilkan ion H3O+ maka larutan bersifat asam, tetapi jika hidrolisis menghasilkan ion OH- maka larutan bersifat basa (Ari Harnanto, dkk, 2009). Hidrolisis garam sebenarnya adalah reaksi asam basa Bronsted-Lowry. Komponen garam yang berasal dari asam atau basa lemah merupakan basa atau asam konjugasi yang relatif kuat dapat bereaksi dengan air, sedangkan komponen garam yang berasal dari asam atau basa kuat (Ari Harnanto, dkk, 2009). Reaksi asam dengan basa membentuk garam dan air disebut reaksi penetralan. Akan tetapi larutan garam tidak selalu bersifat netral, karena bisa jadi ada yang bersifat asam ataupun basa (Ari Harnanto, dkk, 2009). Jika suatu garam dilarutkan ke dalam air, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu : Pertama, garam akan bereaksi dengan pelarut air (mengalami hidrolisis) membentuk ion H+ atau ion OH-. Akibatnya larutan akan bersifat asam atau basa. Yang dapat mengalami hidrolisis adalah garam yang mengandung ion elektrolit lemah (ion yang dapat menghantarkan arus listrik). Kedua, garam tidak bereaksi dengan pelarut air (tidak terhidrolisis) sehingga larutan tetap bersifat netral. Yang tidak terhidrolisis adalah garam yang tidak mengandung ion elektrolit lemah (ion yang dapat menghantarkan arus listrik) (Ari Harnanto, dkk, 2009). METODE PRAKTEK 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Kimia tentang Identifikasi dan Reaksi Asam Penggaraman (Reaksi Asam Basa) dilaksanakan pada hari Selasa, 15 November 2011 pada pukul 15.00 sampai 17.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu. Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan adalah; gelas pengaduk, pengaduk neraca, pipet tetes, gelas ukur, sikat tabung, tabung reaksi, rak tabung reaksi, buret, timbangan analitik, gelas beaker, labu semprot, dan labu ukur. Bahan – bahan yang digunakan adalah; larutan HCl pekat, Na2CO3, HNO3, FeSO4, aquades, larutan NaOH dan larutan HCl. Cara Kerja Dalam membuat larutan FeSO4 langkahnya yaitu : menimbang larutan FeSO4 sebanyak 5 gram dengan menggunakan timbangan atau neraca analitik. Setelah menimbang, memasukkan larutan tersebut ke dalam buret dengan menambahkan aquades sebanyak 95 ml. Sedangkan untuk membuat larutan Na2CO3, menimbang serbuk Na2CO3 dengan menggunakan timbangan analitik. Setelah menimbang, memasukkan serbuk Na2CO3 tersebut ke dalam buret dan menambahkan aquades sebanyak 95 ml. Selanjutnya, mengamati. Menyiapkan 5 tabung reaksi dan memberikan label pada masing-masing tabung reaksi tersebut. Tabung reaksi pertama berisi larutan NaOH dengan HCl. Tabung reaksi kedua berisi larutan Na2CO3 dengan HCl. Tabung reaksi ketiga berisi larutan FeSO4 dengan HNO3. Tabung reaksi keempat berisi larutan FeSO4 dengan HCl pekat. Dan tabung reaksi kelima berisi larutan Na2CO3 dengan FeSO4. Dalam pengamatan pertama : mengambil larutan NaOH sebanyak 2 ml dengan menggunakan gelas ukur. Lalu memasukkan ke tabung reaksi yang pertama. Mengambil larutan Na2CO3 sebanyak 2 ml kemudian memasukkannya ke dalam tabung reaksi yang kedua. Kemudian, mengambil larutan FeSO4 sebanyak 2 ml kemudian memasukkannya ke dalam tabung reaksi yang ketiga. Mengambil larutan HCl pekat sebanyak 2 ml dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi yang keempat. Dan selanjutnya, mengamati warna dan baunya. Pengamatan kedua : tabung reaksi yang pertama mengisinya dengan larutan NaOH sebanyak 2 ml dan menambahkan larutan HCl sebanyak 2ml. Tabung reaksi yang kedua mengisinya dengan larutan Na2CO3 sebanyak 2 ml dan menambahkan larutan HCl sebanyak 2 ml. Tabung reaksi yang ketiga mengisinya dengan larutan FeSO4 sebanyak 2 ml dan menambahkan larutan HNO3 sebanyak 2 ml. Tabung reaksi yang keempat mengisinya dengan larutan FeSO4, sebanyak 2 ml dan menambahkan larutan HCl pekat sebanyak 2 ml. Tabung reaksi yang kelima mengisinya dengan larutan Na2CO3 sebanyak 2 ml dan menambahkan larutan FeSO4 sebanyak 2 ml. Setelah itu, mengamati perubahan warna dan bau. Pengamatan ketiga : untuk pengamatan ketiga, masing-masing tabung reaksi yang pertama sampai kelima mengisinya dengan larutan HNO3 sebanyak 2 ml. Setelah itu, mengamati warna dan baunya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut : Pada pengamatan pertama Dari hasil pengamatan warna dan bau, diperoleh data : Pengamatan warna : Tabung reaksi pertama = warna bening Tabung reaksi kedua = warna bening Tabung reaksi ketiga = warna kuning Tabung reaksi keempat = warna kekunung-kuningan Pengamatan bau : Tabung reaksi pertama = tidak berbau Tabung reaksi kedua = tidak berbau Tabung reaksi ketiga = asam lemah Tabung reaksi keempat = asam kuat 2. Pada pengamatan kedua - Pengamatan warna : Tabung reaksi pertama = bening Tabung reaksi kedua = bening bersoda Tabung reaksi ketiga = bening berminyak Tabung reaksi keempat = kekuning- kuningan Tabung reaksi kelima = abu-abu Pengamatan bau : Tabung reaksi pertama = tidak berbau Tabung reaksi kedua = asam Tabung reaksi ketiga = berbau bayclin Tabung reaksi keempat = asam pekat Tabung reaksi kelima = asam lemah Pada pengamatan ketiga Pengamatan warna : Tabung reaksi pertama = bening Tabung reaksi kedua = bening bersoda Tabung reaksi ketiga = bening berminyak Tabung reaksi keempat = kuning berminyak Tabung reaksi kelima = bening Pengamatan bau : Tabung reaksi pertama = asam lemah Tabung reaksi kedua = asam lemah Tabung reaksi ketiga = tidak berbau Tabung reaksi keempat = asam pekat Tabung reaksi kelima = asam Pembahasan Hidrolisis adalah pemecahan senyawa kimia melalui penambahan air. Garam dari asam kuat dan basa kuat tidak terhidrolisis. Garam dari asam kuat dan basa lemah mengalami hidrolisis sebagian (hidrolisis parsial). Garam dari asam lemah dan basa kuat terhidrolisis sebagian. Garam dari asam lemah dan basa lemah terhidrolisis total. Reaksi asam-basa dalam larutan garam dalam air murni terdapat ion H+ dari ion OH- dalam konsentrasi yang sama, yang sangat kecil. Bila konsentrasi H+ sama dengan konsentrasi OH- maka larutan disebut netral. Jika konsentrasi H+ lebih tingi daripada konsentrasi OH-, maka larutan itu bersifat asam. Jika konsentrasi OH- lebih tinggi daripada konsentrasi H+, larutan bersifat basa. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh, adalah sebagai berikut : Reaksi ion garam dengan air yang mengubah keasaman melibatkan transfer proton dan adalah reaksi-reaksi hidrolisis. Garam yang terdiri dari kation (dari) basa kuat dan anion (dari) asam lemah, membentuk larutan yang bersifat basa. Sejumlah asam dan basa murni yang ekuivalen dicampur dan larutannya diuapkan, maka suatu kristalin yang tertinggal, yang tidak mempunyai ciri-ciri khas suatu asam ataupun basa dinamakan garam. Saran Sebaiknya waktu dapat diefisienkan sebaik mungkin dan ruangan laboratorium dapat lebih disterilkan lagi. Dan ada baiknya lagi bila para asisten memberikan kesempatan kepada masing-masing praktikan untuk menguji percobaan tersebut. PENDAHULUAN Latar Belakang Kebanyakan mahasiswa telah mengenal beberapa asam maupun basa. Misalnya, asam klorida dalam getah pencernaan di lambung, asam asetat sebagai asam penyusun dalam cuka, asam karbonat yang memberikan rasa segar dalam minuman berkarbonat, dan asam sitrat yang dikandung dalam berbagai jeruk, seperti jeruk manis, jeruk bali, jeruk pecel dan limau. Banyak orang mengenali bau rangsang yang kuat (dari) basa amonia, yang lazim digunakan dalam bentuk larutan air dan berbagai cairan pembersih sebagai pemati hama. Asam dan basa didefinisikan oleh ahli kimia berabad-abad yang lalu dalam sifat-sifat larutan air mereka. Dalam pengertian ini suatu zat yang larutan airnya berasa asam, memerahkan lakmus biru, bereaksi dengan logam aktif untuk membentuk hidrogen, dan menetralkan basa. Dengan mengikuti pola yang serupa, suatu basa didefinisikan sebagai suatu zat yang larutan airnya berasa pahit, membirukan lakmus merah, terasa licin sabun, dan menetralkan asam. Konsep pH (potenze of Hydroge) menyatakan banyaknya H+ dalam suatu larutan atau derajat keasaman. Sisa asam kuat mempunyai pH asamnya (<7), sisa basa kuat mempunyai pH basanya (>7) dan tak bersisa mempunyai pH netral (=7). Untuk menyatakan derajat keasaman suatu larutan asam dinyatakan dengan pH. Air mengalami ionisasi menjadi ion-ion penyusunnya dengan tetapan kesetimbangan air. Kw = [H+][OH-] = 10 -14 sehingga pKw (pada suhu kamar) = 14 pH larutan asam : pH = -log [H+] pH larutan basa : pOH = -log [OH-] pH merupakan salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion hidrogen dapat diukur dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan menggunakan fungsi keasaman yang berbeda. pH superasam biasanya dihitung menggunakan fungsi keasaman Hammett, H0. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dalam melakukan percobaan ini yaitu untuk mempelajari cara menentukan pH suatu larutan yaitu Larutan NaOH, HCl, tanah dengan pH-meter, kertas lakmus, dan indikator pp. Kegunaan dalam melakukan percobaan ini yaitu mengetahui cara menentukan pH suatu tanah. TINJAUAN PUSTAKA Teori asam basa Arrhenius pada tahun 1887, Svante Arrhenius mempostulatkan bahwa bila molekul elektrolit dilarutkan dalam air, akan terbentuk ion-ion negatif dan positif. Menjelang akhir abad sembilan belas definisi asam dan basa dinyatakan dalam teori pengionan Arrhenius. Asam Arrhenius ialah zat yang melarut ke dalam air untuk memberikan ion-ion H+, dan basa Arrhenius ialah zat yang melarut ke dalam air untuk memberikan ion-ion OH-, contoh : yang termasuk asam adalah hidrogen klorida (HCl), hidrogen nitrat (HNO3), hidrogen sulfat (H2SO4), asam asetat, HC2H3O2). Sedangkan yang termasuk basa adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), kalsium hidroksida (Ca(OH)2), amonia (NH3), dan masih banyak lagi. Tiga yang pertama dalam tiap kelompok bersifat sangat atau seluruhnya terionkan dalam larutan air dan dikelompokkan sebagai asam kuat ataupun basa kuat. Di pihak lain, asam asetat dan amonia hanya sedikit terionkan dalam larutan air dan karenanya dikelompokkan masing-masing sebagai asam lemah dan basa lemah (Charles W. Keenan, dkk, 1984). Teori asam basa menurut Bronsted-Lowry, dalam tahun 1923 J.N. Bronsted di Denmark dan T.M. Lowry di Inggris secara terpisah menyarankan cara lain dalam memberikan asam dan basa. Menurut sistem ini, asam Bronsted-Lowry adalah donor proton dan basa Bronsted Lowry adalah penerima proton. Dengan definisi ini, beranekaragaman sifat-sifat asam dan reaksi kimia dan saling dihubungkan, termasuk reaksi-reaksi yang berlangsung dalam pelarut-pelarut selain air maupun tanpa pelarut sama sekali (Bronsted-Lowry, 1923). Pengukuran pH tanah yang dilakukan dalam laboratorium pada umumnya menggunakan dua macam pelarut yaitu larutan HCl dan larutan NaOH (Arrhenius 1887). Larutan asam dan larutan basa merupakan larutan elektrolit. Larutan tersebut dapat pula dikenali dengan ciri lainnya. Asam mempunyai rasa masam. Contoh cuka dapur mempunyai rasa masam karena di dalamnya terkandung asam asetat. Vitamin C, rasanya juga masam karena di dalamnya terkandung asam askorbat. Buah jeruk nipis pun mempunyai rasa masam karena mengandung asam sitrat (Ari Harnanto, dkk, 2009). Basa mempunyai rasa pahit dan licin bila dipegang. Contohnya, kapur sirih mempunyai rasa pahit dan sabun bila dipegang terasa licin. Perlu diketahui tidak semua asam dan basa dapat diketahui dengan cara dicicipi. Akan tetapi, untuk menentukan larutan asam dan basa dapat diuji dengan menggunakan indikator (Ari Harnanto, dkk, 2009). Untuk mengenali suatu zat bersifat asam atau basa kita tidak boleh sembarangan mencicipi atau memegangnya, karena akan sangat berbahaya. Contoh asam sulfat (H2SO4), dalam kehidupan sehari-hari digunakan sebagai “accu zuur” (air aki). Bila asam sulfat terkena tangan akan melepuh seperti luka bakar dan bila terkena mata akan menjadi buta. Contoh lainnya yaitu, natrium hidroksida (NaOH) banyak digunakan untuk membersihkan saluran air bak cuci, bila terkena tangan akan terasa licin dan gatal-gatal serta tangan mudah terluka iritasi. Cara yang tepat untuk menentukan sifat asam dan basa adalah dengan menggunakan zat petunjuk yang disebut indikator. Indikator asam basa adalah zat yang dapat berbeda warna dalam lingkungan asam dan basa. Ada beberapa jenis indikator yang dapat digunakan untuk membedakan larutan yang bersifat asam dari larutan yang bersifat basa, antara lain kertas lakmus, indikator, dan indikator alami (Ari Harnanto, dkk, 2009). METODE PRAKTEK 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Kimia tentang Asam - Basa dilaksanakan pada hari Kamis, 27 Oktober 2011 pada pukul 15.00 sampai 17.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu. Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan adalah; gelas kimia, timbangan analitik, pH-meter, pengaduk neraca, lumpang dan aluh (penggerus), erlenmeyer, labu ukur, botol semprot, gelas ukur dan pipet tetes. Bahan – bahan yang digunakan adalah; tanah, aquades, larutan HCl dan larutan NaOH. Cara Kerja Dalam menentukan pH tanah terlebih dahulu dilakukan adalah menimbang contoh tanah yang akan digunakan sebanyak 10 gram, kemudian memasukkannya ke dalam penggerus dan menghaluskannya. Memasukkan ke dalam erlenmeyer dan menambahkan aquades sebanyak 50 ml. Lalu, mengocoknya selama 30 menit. Mendiamkan sampai tanahnya mengendap dan mengukur pH-nya dengan menggunakan pH-meter, kertas lakmus dan indikator pp. Melalukan hal yang sama pada A, B dan C, tetapi aquades menggantinya dengan KCl 1 M. Untuk menentukan pH larutan NaOH 0, 01 N dan larutan HCl 0, 01 N yang dilakukan, mengambil larutan NaOH dengan gelas ukur sebanyak 25 ml, memasukkannya ke dalam gelas kimia 100 ml, kemudian mengukur pH-nya dengan pH-meter, kertas lakmus dan indikator pp. Kemudian, mengambil larutan HCl dengan gelas ukur sebanyak 25 ml, memasukkannya ke dalam gelas kimia 100 ml, kemudian mengukur pH-nya dengan pH-meter, kertas lakmus dan indikator pp. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Dari hasil yang telah dilakukan, dengan menggunakan pH-meter dapat disimpulkan bahwa : Larutan HCl mempunyai pH = 0, 76 Larutan NaOH mempunyai pH = 12,07 Larutan tanah mempunyai pH = 5, 86 Dalam hal ini kita dapat mengetahui bahwa larutan HCl bersifat asam karena memiliki pH < 7, larutan NaOH bersifat basa karena memiliki pH > 7 dan larutan tanah bersifat asam karena memiliki pH < 7. Data ini diambil sesuai yang telah diujikan. Pembahasan Untuk menyatakan derajat keasaman suatu larutan asam dinyatakan dengan pH. Air mengalami ionisasi menjadi ion-ion penyusunnya dengan tetapan kesetimbangan air. Untuk mengukur dan menentukan keasaman dan kebasaan pada trayek konsentrasi yang sangat besar, diperlukan suatu skala. Pengukuran jumlah ion hidrogen dalam suatu bahan pada umumnya dilakukan melalui pengukuran pH yang kemudian ditarik anti logaritmanya dan hasilnya sama dengan kepekatan ion hidrogen. Parameter pH sangat erat hubungannya dengan makhluk hidup. Hal ini disebabkan karena berkaitan erat dengan zat hidup yang disebut protein dan zat pengatur yang disebut enzim. Bahkan pH berhubungan erat dengan unsur lain dalam hal keaktifan zat dalam kelarutannya. Hal yang terakhir ini sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan tanaman terutama yang berhubungan dengan pH, bahkan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi tanah dan tumbuhan juga dipengaruhi oleh pH tanah. Larutan NaOH bersifat basa karena dari hasil pengamatan, NaOH memiliki pH > 7 ; larutan HCl bersifat asam karena dari hasil pengamatan, HCl memiliki pH < 7 dan larutan tanah bersifat asam karena dari hasil pengamatan, larutan tanah memiliki pH < 7. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut : Dengan menggunakan pH-meter diperoleh larutan HCl mempunyai pH = 0, 76; Larutan NaOH, pH-nya = 12, 07; Larutan tanah, pH-nya = 5, 86; Larutan NaOH bersifat basa, larutan HCl bersifat asam dan larutan tanah bersifat asam; Apabila pH naik cara menetralkannya dengan HCl dan apabila pH turun cara menetralkannya dengan NaOH; pH suatu tanah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanah maupun tumbuhan itu sendiri. Saran Sebaiknya memberikan kesempatan kepada praktikan untuk menguji percobaan tersebut agar praktikan pun mengetahui cara-cara pengukurannya. Asisten dosen bisa menambah wawasan lagi agar praktikan mendapat ilmu yang baru. Waktu yang sangat sedikit, mengganggu kelancaran praktek karena sangat terburu-buru akibat sedikitnya waktu yang diberikan. PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai besi yang berkarat dan bensin yang mudah terbakar dari pada kayu. Perkaratan besi merupakan contoh reaksi yang berlagsung secara cepat yang saling berhubungan satu sama lain. Contoh reaksi kimia yang lainnya baik yang cepat, sedang atau lambat seperti kembang api yang dinyalakan, proses-proses perubahan beras menajdi nasi dan proses pembusukan makanan baik diluar atau didalam kulkas. Cepat atau lambatnya suatu reaksi kimia yang berlangsung dengan keadaan tertentu dinamakan laju reaksi. Laju atau kecepatan reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi ataupun produk dalam suatu satuan waktu. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi, atau laju bertambahnya konsentrasi suatu produk. Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter, tetapi untuk reaksi fase gas, satuan tekanan atmosfer, milimeter merkurium, atau pascal, dapat digunakan sebagai ganti konsentrasi. Satuan waktu dapat detik, menit, jam, hari atau bahkan tahun. Laju reaksi di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi, luas permukaan bidang sentuh, suhu, dan katalis. Konsentrasi larutan merupakan kepekaan larutan-larutan yang mengandung zat terlarut relative sedikit disebut larutan encer. Oleh karena itu, dalam percobaan ini diharapkan kita dapat memahami tentang cara pengukuran laju reaksi. Laju reaksi juga dapat dinyatakan sebagai bahan perubahan konsentrasi pereaksi/ konsentrasi hasil reaksi dan laju reaksi hanya di peroleh melalui percobaan, salah satunya melalui percobaan ini. Kecepatan reaksi atau laju reaksi adalah menerangkan seberapa cepat reaksi kimia berlangsung. Kecepatan reaksi kimia didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi zat yang ikut serta dalam reaksi tersebut persatuan waktu. Persamaan kecepatan reaksi dapat dituliskan : R = - D (A)/dt = - D (B)/dt = + D(P)/dt Tujuan dan Kegunaan Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap kecepatan reaksi dan untuk mengetahui perubahan suhu terhadap kecepatan reaksi serta mengetahui hubungan katalis terhadap kecepatan atau laju reaksi. Kegunaan dari percobaan ini yaitu untuk menambah wawasan dan bahan bacaan bagi mahasiswa, serta dapat memberikan informasi baru bagi para praktikan lainnya. TINJAUAN PUSTAKA Cepat lambatnya suatu reaksi berlangsung disebut laju reaksi. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai bahan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi per satuan waktu. Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol perliter, tetapi untuk fase gas, satuan konsentrasi dapat diganti dengan satuan tekanan seperti atmosfer (atm). Millimeter merkorium (mmHg) atau Pascal (Pa), satuan waktu dapat detik, menit, jam, hari, bulan, atau tahun (Krisbiyanto, 2008). Bergantung pada reaksi itu berjalan cepat atau lambat; Persamaan Umum : laju reaksi = laju reaksi dapat di ikuti dengan mengamati perubahan yang menyertai reaksi tersebut. Misalnya laju reaksi logam magnesium dengan larutan asam klorida (Krisbiyanto, 2008). Mg(s) + 2HCl(aq) MgCl2 (aq) + H2(aq) Dari reaksi diatas dapat kita mengamati kecepatan pembentukan gas hidrogen atau kecepatan melarutnya logam magnesium. Setiap jumlah magnesium dan hidrogen klorida berkurang. Pada setiap reaksi jumlah pereaksi berkurang, makin lama makin banyak. Sebelum pereaksi terlibat dalam suatu reaksi kimia mereka harus mengadakan kontak lebih dahulu satu sama lain. Terkadang kontak seperti ini cukup untuk memulai reaksi secara spontan. Meskipun demikian dalam banyak kasus di perlukan sumber energi dari luar untuk memenuhi terjadinya reaksi, yaitu untuk menyediakan energi aktivitas reaksi. Magnesium misalnya harus dipanaskan sampai temperaturnya naik terlebih dahulu sebelum bereaksi dengan oksigen dari udara. Sekali reaksi terjadi, reaksinya akan cepat sekali dan menghasilkan banyak panas (Krisbiyanto, 2008). Pada reaksi endoterm terjadi keadaan yang berlainan. Dimana reaksi ini, memerlukan energi tidak hanya untuk memulai reaksi, tetapi juga untuk melanjutkan reaksi. Sebagai contoh, reaksi yang mengubah air dan karbon dioksida menjadi karbohidrat. Reaksi ini memerlukan energi cahaya secara terus menerus. Bila sinar dihalangi maka reaksi akan berhenti. Untuk mengukur laju reaksi kimia, perlulah menganalisa secara langsung maupun tak langsung banyak produk yang berbentuk atau banyak pereaksi yang tersisa setelah penggal-penggal waktu yang sesuai. Karena laju reaksi kimia terpengaruh oleh perubahan temperatur, maka perlulah menjaga agar campuran reaksi dalam air atau minyaknya yang temperaturnya diatur secara termostatis (konstan). Metode untuk menentukan konsentrasi pereaksi atau produk bermacam-macam menurut jenis reaksi yang diselidiki dan keadaaan fisika dan komponen reaksi. Untuk reaksi fase gas, susunan campuran gas sering ditentukan dengan analisa meluas untuk reaksi-reaksi gas menyangkut pengukuran kenaikan atau penurunan tekanan, yang disebabkan oleh bertambahnya atau berkurangnya jumlah molekul dalam penguraian amonia menjadi nitrogen dan hidrogen. Dalam suatu wadah yang volumenya konstan, tekanan akan naik bila reaksi berlangsung, sebab tekanan yang dilakukan oleh empat molekul produk. Secara ideal adalah dua kali dari tekanan yang dilakukan oleh dua molekul pereaksi. Menyebabkan penurunan tekanan ketika berlangsungnya reaksi. Laju reaksi metal bromide dengan air, yang menghasilkan metal alkohol dan asam bromide (Purba, 2002). Banyaknya mol NaOH yang diperlukan untuk menetralkan HBr sama dengan banyaknya mol HBr yang terbentuk ini juga sama dengan banyaknya mol CH3Br yang telah bereaksi. Banyaknya faktor yang berperan dalam penentuan bagaimana kecepatan reaksi akan berlangsung bila reaksi telah diawali dan seberapa jauh reaksi ini akan berlanjut sampai reaksi menjadi sempurna, yaitu pada saat semua pereaksi berubah menjadi produk. Struktur atom dari suatu unsur tertentu menentukan bagaimana kereaktifannya terhadap berbagai unsur lain. Demikian juga halnya dengan sekelompok unsur atau molekul. Kecepatan suatu reaksi juga meningkat oleh apapun yang menyebabkan pereaksi-pereaksi semakin besar hubungannya antara satu sama lain, ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu menaikkan suhu untuk reaksi endoterm, memperluas permukaan bidang sentuh pereaksi, meningkat konsentrasi pereaksi gas dan penambahan katalis (Purba, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi : - Suhu Dari percobaan setiap kenaikan 100c menyebabkan laju reaksi menjadi dua kali. Kenaikan laju reaksi ini disebabkan dengan kenaikan suhu akan menyebabkan makin cepatnya molekul-molekul pereaksi bergerak sehingga memperbesar kemungkinan terjadi tabrakan yang efektif antar molekul. Semua partikel kimia ada dalam keadaan bergerak sampai pada batas tertentu, kecuali pada suhu yang sangat rendah yang disebut sebagai nol mutlak, -4600 F (-2730c). Pada waktu suhu suatu campuran kimia demikian, pereaksi bergerak lebih cepat, sebagai akibatnya pertikel pereaksi ini akan bertumbukan dengan kuat dan lebih sering, yang akan mengakibatkan putusnya ikatan-ikatan dan ikatan baru akan terbentuk. Penambahan panas mengakibatkan/menyebabkan kecendeungan reaksi endoterm atau reaksi menyerap energi dan mengalahkan reaksi eksoterm, atau reaksi melepas energi. Misalnya batubara keras berwarna abu-abu bereaksi dengan karbon dioksida (CO2) di udara dan menghasilkan gas beracun karbon monoksida (CO). C(s) + CO2(g) + panas 2CO. Jika ada karbon monoksida dalam jumlah sedikit akan terbentuk pada suhu kamar, sebab reaksi kebalikannya akan berlangsung dengan cepat. Konsentrasi Laju suatu reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi zat yang bereaksi, walaupun pengaruh itu selalu tidak sama untuk setiap zat dan untuk setiap reaksi, laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurang konsentrasi suatu pereaksi atau sebagai laju bertambahnya konsentrasi suatu produk. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi zat dapat bermacam-macam, ada reaksi berlangsung dua kali lebih cepat jika konsentrasi pereaksinya dinaikkan dua kali dari konsentrasi sebelumnya. Dengan kata lain, laju reaksi sebanding dengan harga (zat). Ada juga zat jika konsentrasinya dinaikkan dua kali, maka laju reaksi akan bertambah empat kali, sehingga laju sebanding dengan harga (zat). Dan ada pula reaksi yang lajunya sebanding dengan harga (zat). Untuk beberapa reaksi, laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan matematika yang dikenal dengan hukum laju reaksi atau persamaan laju reaksi. - Permukaan Bidang Sentuh Tingkat persentuhan antara molekul-molekul yang bereaksi mempengaruhi kecepatan reaksi. Jadi kecepatan reaksi dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan permukaan bidang sentuh pereaksi. Cara yang termudah adalah dengan menumbuk halus partikel-partikel besar. Pembakaran batubara adalah reaksi kimia yang menggambarkan reaksi diatas. Batubara terbakar sebab mengandung banyak atom karbon yang akan bereaksi kuat dengan oksigen di udara pada suhu tinggi. Bila batubara berbentuk bongkah maka waktu yang diperlukan untuk membuat api akan lama sekali. Sebab permukaan bidang sentuh terbatas. Bila bongkah batubara tersebut di tembak, maka permukaan bidang sentuhnya akan luas sekali. Oleh karena itu, dinyatakannya bila serbuk batubara ini disemprotkan melalui pipa, maka pertikel-partikelnya akan terbakar hampir secepat bensin bila terkena api. Serbuk gergaji dan kulit gandum menimbulkan bahaya di tambang-tambang batubara. Pabrik pengolahan kayu dan alat pemanen gandum. Jumlah permukaan yang terbuka terhadap oksigen di udara sangatlah besar sehingga dapat menimbulkan gerakan yang akan memicu ledakan. Reaksi yang berlangsung dalam sistem homogen sangat berbeda dengan reaksi yang berlangsung dengan sistem heterogen. Pada reaksi homogen, campuran zatnya bercampur seluruhnya. Hal ini dapat mempercepat berlangsung jika molekul-molekul, atom-atom, ion-ion, dan zat-zat yang bereaksi terlebih dahulu bertumbukan. Makin halus suatu zat maka semakin luas permukaannya, semakin besar kemungkinan bereaksi dan makin cepat reaksi itu berlangsung. Katalis Beberapa reaksi berlangsung lambat sekali meskipun suhu cukup tinggi dan zat-zat pereaksi berada cukup dekat. Dalam kasus ini perlu ditambahkan bahan lain, yang tidak terlihat langsung dalam reaksi, yang kadang kala akan mempercepat perubahan kimia. Bahan-bahan ini disebut katalis. Katalis-katalis mengubah kecepatan reaksi tanpa ikut berubah secara permanen. Dengan perkataan lain. Suatu jumlah katalis sebelum dan sesudah reaksi akan tetap sama. Suatu katalis menurunkan energi aktivitas untuk reaksi tertutup, yaitu dengan memperlemah atau memutuskan ikatan molekul pereaksi. Katalis yang berbeda memodifikasi kecepatan reaksi yang berbeda. Semua sel-sel hidup terdiri dari katalis alami yang disebut enzim, yang memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimia yang penting. Zat yang bertindak sebagai katalis disebut katalisator. Senyawa katalis diduga mempengaruhi kecepatan reaksi dengan salah satu jalan, yaitu dengan pembentukan senyawa antara (katalis homogen) atau dengan adsorbsi (katalis heterogen) katalisator menyediakan suatu jalan yang lebih menguntungkan yaitu dengan jalan energi pengaktifan yang lebih rendah. Fungsi katalis yaitu menurunkan sejumlah energi aktivitas yang dibutuhkan agar suatu reaksi dapat berlangsung (Tamran dan J. Abdul). METODE PRAKTEK 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Kimia tentang Kecepatan Reaksi dilaksanakan pada hari Selasa, 15 November 2011 pada pukul 15.00 sampai 17.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu. Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan adalah; tabung reaksi, rak tabung reaksi, labu ukur, gelas beaker 250 dan 100 ml, gelas ukur 100 ml dan 5 ml, sikat tabung, pipet tetes, pengaduk neraca, pinset, botol timbang, neraca analitik, hotplat, termometer air raksa, stopwatch, milimeter blok dan botol semprot. Bahan – bahan yang digunakan adalah; aquades, larutan HNO3 dan larutan FeSO4. Cara Kerja Metode kerja pembuatan larutan FeSO4 pekat dan larutan HNO3 yang dilakukan yaitu : menimbang botol timbang dalam keadaan kosong dengan menggunakan neraca analitik, menambahkan FeSO4 pekat sebanyak 10 gram, memindahkan larutan FeSO4 ke gelas beaker ukuran 250 ml dengan menggunakan pipet tetes, melarutkan bersama aquades sebanyak 190 ml. Mengaduk dengan pengaduk neraca. Untuk cara kerja pengamatan : menyiapkan 2 (dua) gelas beaker dan 6 (enam) tabung reaksi, lalu memberikan label pada masing-masing gelas reaksi tersebut dan tabung reaksi. Dari ke enam tabung reaksi tersebut memberikan label, 3 (tiga) tabung reaksi berlabel FeSO4 dan 3 (tiga) tabung reaksi lainnya berlabel HNO3. Memasukkan masing-masing larutan sebanyak 2 ml ke dalam masing-masing tabung reaksi yang telah diberi label dengan menggunakan gelas ukur. Setelah memasukkan akan dilakukan pencampuran antara larutan FeSO4 dan larutan HNO3 . Kemudian melakukan proses penitrasian antara larutan FeSO4 dan larutan HNO3 : Larutan FeSO4 (1) + 2 ml larutan HNO3 Larutan FeSO4 (2) + 4 ml larutan HNO3 Larutan FeSO4 (3) + 8 ml larutan HNO3 Menghitung kecepatan reaksi dengan menggunakan stopwatch dan kemudian mencatat waktu yang diperlukan saat melakukan proses penitrasian. Melakukan lagi proses penitrasian antara HNO3 dan FeSO4 : Larutan HNO3 (1) + 2 ml larutan FeSO4 Larutan HNO3 (2) + 4 ml larutan FeSO4 Larutan HNO3 (3) + 8 ml larutan FeSO4 Menghitung kecepatan reaksi dengan menggunakan stopwatch dan kemudian mencatat waktu yang diperlukan saat melakukan proses penitrasian. Kemudian kita melakukan pengukuran suhu, setelah melakukan proses penitrasian, kemudian lanjut untuk melakukan pengukuran suhu dengan menggunakan termometer air raksa pada masing-masing tabung reaksi yang telah berisi larutan dan sudah diberi label. Bila pengukuran suhu awal menggunakan termometer maka selanjutnya, memasukkan larutan-larutan tersebut ke dalam gelas beaker yang sudah diberi label masing-masing : Beaker 1 suhu 0° C Beaker 2 suhu 35° C Beaker 3 suhu 80 ° C Memanaskan larutan yang berada di dalam gelas beaker dengan menggunakan hotplat untuk melakukan pengukuran suhu. Melakukan pemanasan tersebut secara bergantian di atas hotplat sesuai dengan suhu yang tertera di gelas beaker masing-masing. Pemanasan dilakukan selama 3 menit. Mencatat hasil dam membandingkan hasil pengukuran yang telah didapatkan, mulai dari suhu awal pengukuran hingga suhu akhir setelah diukur dengan menggunakan hotplat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Keterangan : FeSO4 (1) + HNO3 = 4 ml FeSO4 (2) + HNO3 = 6 ml FeSO4 (3) + HNO3 = 8 ml 10 8 6 4 0 5 10 15 20 25 30 Kurva 01 : Data Pencampuran FeSO4 dengan HNO3 Keterangan : HNO3 (1) + FeSO4 = 4 ml HNO3 (2) + FeSO4 = 6 ml HNO3 (3) + FeSO4 = 8 ml 10 8 6 4 2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Kurva 02 : Data Pencampuran HNO3 dengan FeSO4 Keterangan : FeSO4 (1) + HNO3  suhu awal = 28, 5 ° C suhu akhir = 0 ° C FeSO4 (2) + HNO3  suhu awal = 28,5 ° C suhu akhir = 32 ° C FeSO4 (3) + HNO3  suhu awal = 29 ° C suhu akhir =39,5 ° C 40-------------------------------------------------------- 35 ------------------------------------------------- 30 20 10 0 10 20 25 30 Kurva 03 : Data pengamatan suhu awal dan suhu akhir Pembahasan Pada proses penitrasian larutan FeSO4 (1) yang ditambahkan dengan 2 ml HNO3, untuk mencapai perubahan warna membutuhkan waktu selama 23 s, larutan FeSO4 (2) ditambahkan dengan 4 ml HNO3, untuk mencapai perubahan warna dibutuhkan waktu selama 15 s dan larutan FeSO4 (3) ditambahkan 8 ml HNO3 untuk mencapai perubahan warna dibutuhkan waktu selama 15 s. Proses penitrasian larutan HNO3 (1) yang ditambahkan dengan 2 ml FeSO4, untuk mencapai perubahan warna dibutuhkan waktu selama 11 s. Larutan HNO3 (2), yang ditambahkan dengan 4 ml FeSO4, untuk mencapai perubahan warna dibutuhkan waktu selama 18 s dan larutan HNO3 (3), untuk mencapai perubahan warna dibutuhkan waktu selama 38 s. Pada pengukuran suhu larutan FeSO4 (1) yang ditambahkan dengan larutan HNO3 kemudian dipindahkan ke gelas beaker 0° C tidak memiliki suhu akhir akan tetapi suhu awalnya 28, 5 ° C atau dapat dikatakan suhunya tetap. Larutan FeSO4 (2) yang ditambahkan dengan larutan HNO3 lalu dipindahkan ke gelas beaker 35 ° C, suhu awal yang didapat 28, 5 ° C dan setelah dipanaskan dengan suhu 35 ° C, maka suhu akhir yang didapat 32 ° C dan larutan FeSO4 (3) yang ditambahkan dengan larutan HNO3 lalu dipindahkan ke gelas beaker 80 ° C, suhu awal yang didapat 29 ° C dan setelah dipanaskan dengan suhu 80 ° C, maka suhu akhir yang didapat 39, 5 ° C. Perubahan warna FeSO4 dengan HNO3 berubah warna dari kuning menjadi berwarna bening dan perubahan warna HNO3 dengan FeSO4 berubah warna dari bening lalu sesaat berwarna kuning lalu berubah warna lagi menjadi bening. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut : Perubahan warna : FeSO4 dengan HNO3 berubah warna dari kuning menjadi berwarna bening; Perubahan warna : HNO3 dengan FeSO4 berubah warna dari bening lalu sesaat berwarna kuning lalu berubah warna lagi menjadi bening; Kecepatan reaksi dapat diukur dari laju terbentuknya hasil reaksi yang mengakibatkan kekeruhan pada larutan; Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi zat itu sendiri tidak mengalami perubahan yang kekal (tidak dikonsumsi atau tidak dihabiskan) energi aktivitas adalah energi minimum yang harus di miliki oleh partikel atau zat pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan efektif. Saran Sebaiknya waktu bisa diefisienkan dengan baik dan ada baiknya bila praktikan dapat melakukan percobaan masing-masing agar dapat lebih dimengerti lagi. PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap hari tubuh kita terus menerus menerima asupan karbohidrat dari makanan yang kita makan, khususnya nasi. Nasi yang merupakan polisakarida merupakan makanan sumber karbohidrat, dalam hal ini adalah kelompok amilum. Amilum, atau bahasa sehari-harinya adalah pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan amilopektin. Pada saat kita mengunyah nasi (amilum), maka dalam mulut terjadi suatu reaksi kimia, yaitu pemecahan ikatan-ikatan pada amilum dengan bantuan enzim, dalam hal ini adalah enzim amilase yang terdapat dalam saliva (air liur). Enzim merupakan suatu senyawa yang termasuk dalam golongan protein. Enzim ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia karena sebagian besar dari proses metabolisme tubuh kita mengikut sertakan kinerja dari enzim tersebut. Tetapi perlu kita ketahui bahwa kerja suatu enzim tentu saja tidak lepas dari syarat-syarat yang harus dipenuhi misalnya harus dalam suhu tertentu, pH tertentu dan masih banyak lagi faktor-faktor yang mempengaruhi kerja dari enzim tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukanlah percobaan ini untuk mengetahui pengaruh dari pH dan suhu terhadap kerja dari enzim tersebut. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan memahami pengaruh pH dan temperatur terhadap keaktifan enzim amilase dalam peruraian pati, untuk mengamati perubahan warna setelah ditetesi iodium pada suhu yang berbeda, untuk mempelajari cara membedakan antara senyawa aldehid dan keton, untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap kecepatan reaksi dan untuk mengetahui perubahan suhu terhadap kecepatan reaksi serta mengetahui hubungan katalis terhadap kecepatan atau laju reaksi. Kegunaan dari percobaan ini yaitu untuk menambah wawasan dan bahan bacaan bagi mahasiswa, serta dapat memberikan informasi baru bagi para praktikan lainnya. TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan tentang katalis telah dirintis oleh Berzelius pada tahun 1873. Ia mengusulkan nama katalis untuk zat-zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat itu tidak ikut bereaksi. Proses kimia yang terjadi dengan pertolongan enzim telah dikenal sejak zaman dahulu misalnya pembuatan anggur dengan cara fermentasi atau peragian. Hingga sekarang kata ‘enzim’ yang berarti ‘di dalam ragi’ tetap dipakai untuk nama katalis dalam proses biokimia (Poedjiadi, 1994). Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapatdalam sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme-perantara (intermediary metabolisme) dari sel (Wirahadikusumah, 1989). Enzim adalah protein yang mengkatalisis reaklsi-reaksi biokimia. Enzim biasanya terdapat dalam sel dengan konsentrasi yang sangat rendah, dimana mereka dapat meningkatkan laju reaksi tanpa mengubah komposisi kesetimbangannnya; artinya, baik itu laju reaksi maju maupun laju reaksi kebalikannya ditingkatkan dengan kelipatan yang sama. Kelipatan ini biasanya disekitar 103 sampai 1012 (Kuchel dan Ralston, 2006) Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan penting dalam proses aktivitas biologis. Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan sifatnya sangat khas. Dalam jumlah yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir reaksinya. Enzim ini akan kehilangan aktivitasnya akibat panas, asam atau basa kuat, pelarut organik, atau apa saja yang menyebabkan denaturasi protein. Enzim dikatakan mempunyai sifat khas, karena hanya bekerja pada substrat tertentu dan bentuk reaksi tertentu (Girindra, 1993). Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan enenrgi (reaksi endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik) (Poedjiadi, 1994). Spesifitas enzim yang sangat menarik perhatian ada dua. Yang pertama adalah bahwa enzim menunjukkan spesifitasnya yang amat tinggi. Yang kedua adalah bahwa enzim memiliki tenaga katalitik yang besar dan dapat dibuktikan dengan kecepatan reaksinya yang biasa mencapai 1020 kali. Dua ciri khas tersebut dimiliki oleh enzim disebabkan karena enzim mempunyai sisi aktif. Yaitu sisi yang ada pada enzim yang dapat melakukan fungsi pengarahan, pengikatan, yang tidak terdapat pada protein pada umumnya (Martoharsono, 1998). Berikut ini adalah ringkasan klasifikasi enzim secara internasional (Montgomery, 1993): Oksidoreduktase mengkatalisis berbagai macam reaksi oksidasi-reduksi serta sering mempergunakan koenzim seperti NAD+, FAD, atau lipoat sebagai akseptor hidrogen. Akseptor lain termasuk koenzim Q atau molekul oksigen. Nama umum lainnya adalah dehidrogenase, oksidase, peroksidase, dan reduktase. Transferase mengkatalisis berbagai jenis transfer kelompok dalam metabolisme banyak langkah-langkah penting yang memerlukan transfer dari satu molekul lain dari kelompok amino, karboksil, metil, asil, glikosil, atau fosforil. Nama umum yangs ering digunakan adalah aminotransferase (transaminase), karnitin asil transferase, dan transkarboksilase. Hidrolase mengkatalisis pembelahan ikatan antara karbon dan beberapa atom lainnya dengan adanya penambahan air. Nama umum yang sering dijumpai termasuk esterase, peptidase, amilase, fosfatase, urease, pepsin, tripsin, dan kemotripsin. Liase mengkatalisis pemecahan ikatan karbon-karbon, karbon-sulfur, karbon-nitrogen tertentu (tidak termasuk peptida). Nama umumnya adalah dekarboksilase,aldolase,sitrat liase, dan dehidratase. Isomerase mengkatalisis rasemase isomer optik dan geometrik dan reaksi oksidasi-reduksi intramolekular tertentu. Nama umumnya antara lain epimerase, rasemase, dan mutase. Ligase mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon dan oksigen, sulfur, nitrogen, dan atom-atom lain. Energi yang diperlukan untuk pemebntukan ikatan sering didapatkan dari hidrolisis ATP. Nama umumnya antara lain sintetase dan karboksilase. Pati, terutama terdapat dalam jumlah tinggi pada golongan umbi, seperti kentang, dan pada biji-bijian, seperti jagung, tetapi kemampuan membentuk pati dijumpai pada semua sel tanaman. Pati mengandung dua jenis polimer glukosa, amilosa, dan amilopektin. Amilosa terdiri dari rantai unit-unit D-glukosa yang panjang dan tidak bercabang, digabungkan oleh ikatan (1-4). Rantai ini beragam dalam berat molekulnya, dari beberapa ribu sampai 500.000. Amilopektin juga memiliki berat molekul yang tinggi, tetapi strukturnya bercabang tinggi. Ikatan glikosidik yang menggabungkan residu glukosa yang berdekatan di dalam rantai amilopektin adalah ikatan (1-4), tetapi titik percabangan amilopektin merupakan ikatan (1-6) (Lehninger, 1982). Enzim amilase dapat memecah ikatan-ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α-amilase, β-amilase, γ-amilase. α-amilase terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endomilase sebab enzim ini memecah bagian dalam atau bagian tengah amilum. β-amilase terutama terdapat pada tumbuhan dan dinamakan eksoamilase sebab memecah dua unit glukosa yang terdapat pada ujung molekul amilum secara berurutan sehingga pada akhirnya terbentuk maltosa. γ-amilase telah diketahui terdapat dalam hati. Enzim ini dapat memecah ikatan 1-4 dan 1-6 pada glikogen dan menghasilkan glukosa (Poedjiadi, 1994). Ada beberapa hal yang mempengaruhi kerja enzim antara lain konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pengaruh suhu, pengaruh pH, dan pengaruh inhibitor. Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Konsentrasi enzim tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar (Poedjiadi, 1994). Pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi, memperlihatkan adanya pH optimum (Girindra, 1993). Di dalam sel dan lingkungan sel sekelilingnya, pH dalam keadaan normal harus tetap sebab adanya perubahan akan menyebabkan pergeseran aktivitas enzim. Hal ini akan mempengaruhi dan mengacaukan sistem katabolik dan anabolik dalam sel jaringan (Girindra, 1994). Laju reaksi berkurang pada kedua sisi pH optimum dari tiga alasan yang mungkin : Protein enzim dapat menjadi/mengalami denaturasi akibat pH ekstrem tinggi atau rendah. Protein enzim dapat memerlukan gugus-gugus asam amino yang terionisasikan pada rantai samping yang mungkin aktif hanya pada satu keadaaan ionisasi. Substrat dapat memperoleh atau kehilangan proton dan reaktif dalam hanya satu bentuk muatan (Page, 1985). Reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksi pun akan menurun (Poedjiadi, 1994). Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Koefisien suhu suatu reaksi diartikan sebagai kenaikan kecepatan reaksi sebagai akibat kenaikan suhu 10oC, namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena itu ada dua pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik optimum, yaitu suhu yang paling tepat bagi suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu. Suhu optimum yaitu suhu yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia dengan kecepatan paling besar. Tiap enzim memiliki suhu optimum tertentu (Page, 1989). METODE PRAKTEK Waktu dan Tempat Praktikum Kimia tentang Kecepatan Reaksi Pada Enzim Amilase dilaksanakan pada hari Selasa, 15 November 2011 pada pukul 15.00 sampai 17.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu. Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan adalah; 6 (enam) buah gelas beaker 50 ml dan 200 ml, gelas kimia 2 (dua) buah 250 ml, 2 (buah) erlenmeyer 250 ml, kaca timbangan analitik, pengaduk neraca, pipet tetes, botol semprot, termometer, hotplat dan timbangan analitik. Bahan – bahan yang digunakan adalah; saripati, enzim amilase, iodium, aquades dan tepung beras. Cara Kerja Menyiapkan 6 (enam) buah gelas beaker, dan memberikan label pada tiap masing-masing gelas beaker. Kemudian menyiapkan gelas kimia 2 (buah) dan memberikan label pada tiap masing-masing gelas kmia tersebut. Selanjutnya, membuat larutan pada saripati enzim dan saripati aquades. Pada saripati enzim, langkahnya yaitu : menimbang saripati sebanyak 5 gram pada timbangan analitik, memasukkan saripati tersebut ke dalam gelas kimia yang berlabel, memasukkan enzim ke dalam gelas kimia sebanyak 95 ml, lalu mengaduk rata dengan menggunakan pengaduk neraca. Pada saripati aquades, langkahnya yaitu : menimbang saripati sebanyak 5 gram pada timbangan analitik, memasukkan saripati tersebut ke dalam gelas kimia yang berlabel, memasukkan aquades ke dalam gelas kimia sebanyak 95 ml, lalu mengaduk rata larutan tersebut dengan menggunakan pengaduk neraca. Selanjutnya, memasukkan kedua larutan tersebut ke dalam masing-masig gelas beaker yang berlabelkan sebanyak 20 ml. Kemudian, mengamati perubahana warna pada masing-masing beaker setelah ditetesi iodium pada suhu yang berbeda yaitu 0 ° C , 37 ° C dan 80 ° C. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Larutan aquades Larutan aquades pada beaker 0 ° C - Sebelum ditetesi iodium, berwarna putih susu - Setelah ditetesi iodium sebanyak 1 tetes, berubah warna menjadi ungu muda pudar Larutan aquades pada beaker 37 ° C Sebelum ditetesi iodium, berwarna putih susu Setelah ditetesi iodium sebanyak 1 tetes, berubah warna menjadi warna cokelat ke abu-abuan Larutan aquades pada beaker 80 ° C Sebelum ditetesi iodium, berwarna putih susu Setelah ditetesi iodium sebanyak 1 tetes, berubah warna menjadi abu-abu Larutan enzim Larutan ditetesi iodium, berwarna putih susu Sebelum ditetesi iodium, berubah menjadi pudar Setelah ditetesi 1 (satu) tetes iodium, berubah warna menjadi ungu tua pudar Larutan enzim pada beaker 37 ° C - Sebelum ditetesi iodium, berwarna putih susu - Setelah ditetesi 1 (satu) tetes iodium, berubah warna menjadi ungu tua pudar Larutan enzim pada beaker 80 ° C Sebelum ditetesi iodium, berwarna putih susu Setelah ditetesi 1 (satu) tetes iodium, berubah warna menjadi abu-abu pudar Pembahasan Sebelum dimasukkan ke dalam inkubator untuk larutan buffer 8,0 dan 7,4 terlebih dahulu diberi asam asetat. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mengasamkan larutan yang agak basa. Selanjutnya dilakukan pemanasan dalam inkubator dengan tujuan untuk mempercepat laju reaksi atau memaksimalkan kerja enzim. Saat dalam inkubator, enzim amilase yang ada pada saliva (air liur) akan menghidrolisis pati menjadi dekstrin, kemudian menjadi maltosa dan selanjutnya glukosa. Enzim ini memecah ikatan α-1,4 maupun α-1,6 glikolisis. Setelah dikeluarkan dari inkubator, dilanjutkan dengan penambahan iodium. Iodium dalam hal ini adalah berperan sebagai indikator, dimana iodium yang bereaksi dengan molekul maltosa akan membentuk kompleks warna biru. Sedangkan amilopektin dengan iodine akan memberikan warna ungu lembayung. Berdasarkan data hasil percobaan pada pengaruh konsentrasi enzim terhadap perombakan suatu substrat. Diketahui bahwa semakin besar konsentrasi enzim yang ditambahkan menunjukkan warna yang berbeda pada setiap tabung. Pada uji warna dengan menggunakan metode uji iodium yaitu identifikasi warna dari tabung pertama sampai ketiga yaitu ungu tua pudar, ungu tua pudar, dan warna abu-abu pudar. Sedangkan pada uji aquades menunjukkan bahwa terbentuk endapan dengan warna endapan yang berbeda dari tabung satu sampai tabung tiga, yaitu endapan ungu muda pudar, cokelat keabu-abuan, dan warna abu-abu. Jadi, dapat dijelaskan bahwa, pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim secara bertingkat menaikkan kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, semakin besar volume atau konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah substrat yang dikatalisis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil percobaan tersebut diperoleh data, sebagai berikut : Larutan aquades pada beaker 0 ° C setelah ditetesi iodium berubah warna menjadi ungu muda pudar, larutan pada beaker 37 ° C setelah ditetesi 1 tetes iodim berubah warna menjadi cokelat abu-abu; Larutan pada beaker 80 ° C setelah ditetesi 1 tetes iodim berubah warna menjadi abu-abu; Larutan enzim amilase pada beaker 0 ° C warnanya ungu tua pudar; Pada beaker 37 ° C warnanya ungu tua pudar; Pada beaker 80 ° C warnanya abu-abu pudar. 5.2 Saran Sebaiknya di dalam pelaksanaan praktikum waktu yang telah ditetapkan bisa digunakan sebaiknya-baiknya agar praktikum dapat berjalan baik. Dan ketersediaan terhadap alat-alat laboratorium sangat menunjang proses praktikum. PENDAHULUAN Latar Belakang Karbohidrat (“hidrat dari karbon”, hidrat arang) atau sakarida (dari bahasa Yunani σάκχαρον, sákcharon, berarti “guLa”) adalah segolongan besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur). Pada proses fotosintesis, tumbuhan hijau mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat. Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida atau polihidroksil-keton atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisis. Karbohidrat mengandung gugus fungsi karbonil (sebagai aldehida atau keton dan banyak gugus hidroksil. Pada awalnya, istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang mempunyai rumus (CH2O)n, yaitu senyawa-senyawa yang ‘n’ atom karbonnya tampak terhidrasi oleh ‘n’ molekul air. Namun demikian, terdapat pula karbohidrat yang tidak memiliki rumus demikian dan ada pula yang mengandung nitrogen, fosforus, atau sulfur. Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana terdiri dari satu molekul gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Banyak karbohidrat merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang serta dapat pula bercabang-cabang, disebut polisakarida, misalnya pati, kitin, dan selulosa. Selain monosakarida dan polisakarida, terdapat pula disakarida (rangkaian dua monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian beberapa monosakarida). Karbohidrat adalah suatu senyawa organik yang penting karena merupakan sumber bahan makanan bagi manusia. Unsur utama penyusun karbohidrat adalah karbon, oksigen dan hydrogen. Karbohidrat dapat digolongkan atas dua bagian yaitu karbohidrat berdasarkan monomernya dapat dibagi atas monosakarida, disakarida, olisakarida dan polisakarida. Sedangkan berdasarkan gugus fungsi dibagi atas aldosa dan ketose. Monosakarida merupakan karbohidrat dalam bentuk gula paling sederhana karena molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom C dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis menjadi karbohidrat lain. Monosakarida dibedakan menjadi aldosa dan ketosa. Contoh dari aldosa yaitu glukosa dan galaktosa. Contoh ketosa yaitu fruktosa. Monosakarida digolongkan berdasarkan jumlah atom kandungannya (triosa, tetrosa, pentose, heksosa, dan heptosa)dan gugus aktifnya, yang bisa berupa aldehida atau keton. Polisakarida merupakan karbohidrat yang terbentuk dari banyak sakarida sebagai monomernya. Polisakarida dibedakan manjadi dua jenis, yaitu polisakarida simpanan dan polisakarida struktural. Polisakarida simpanan berfungsi sebagai materi cadangan yang ketika dibutuhkan akan dihidrolisis untuk memenuhi permintaan gula bagi sel. Sedangkan polisakarida struktural berfungsi sebagai materi penyusun dari suatu sel atau keseluruhan organisme. Polisakarida mempunyai molekal besar dan lebih kompleks daripada mono dan oligosakarida. Molekul polisakarida terdiri dari banyak molekul monosakarida. Umumnya, polisakarida berupa senyawa warna putih dan tidak berbentuk kristal, tidak mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai sifat mereduksi, polisakarida yang larut dalam air akan membentuk larutan koloid. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dalam melakukan praktikum ini adalah untuk membedakan secara kualitatif antara karbohidrat jenis monosakarida dan jenis polisakarida dalam larutan gula dan larutan tepung serta mengetahui perubahan warna yang terjadi pada larutan gula dan larutan tepung. Kegunaan praktikum mengenai uji kualitatif karbohidrat monosakarida dan polisakarida adalah untuk menambah wawasan dan bahan bacaan bagi mahasiswa yang akan melakukan praktikum mengenai karbohidrat monosakarida dan polisakarida. TINJAUAN PUSTAKA Karbohidrat adalah segolongan besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar misalnya glukosa, cadangan makanan misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan dan kitin pada hewan dan jamur) (Campbell, 2002). Monosakarida merupakan karbohidrat dalam bentuk gula sederhana karena molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom C dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis menjadi karbohidrat lain. Monosakarida dibedakan menjadi aldosa dan ketosa. Contoh dari aldosa yaitu glukosa dan galaktosa. Contoh ketosa yaitu fruktosa. Monosakarida digolongkan berdasarkan jumlah atom kandungannya (triosa, tetrosa, pentose, heksosa, dan heptosa)dan gugus aktifnya, yang bisa berupa aldehida atau keton (Lehnginer, 1997). Polisakarida merupakan karbohidrat yang terbentuk dari banyak sakarida sebagai monomernya. Polisakarida dibedakan manjadi dua jenis, yaitu polisakarida simpanan dan polisakarida structural. Polisakarida simpanan berfungsi sebagai materi cadangan yang ketika dibutuhkan akan dihidrolisis untuk memenuhi permintaan gula bagi sel. Sedangkan polisakarida structural berfungsi sebagai materi penyusun dari suatu sel atau keseluruhan organisme (Lehnginer, 1997). Pada proses fotosintesis tetumbuhan hijau mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat. Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida atau polohidroksil-keton, atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisis. Karbohidrat mengandung gugus fungsi karbonil sebagai aldehida atau keton yang banyak gugus hidroksil. Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana terdiri dari satu molekul gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Banyak karbohidrat merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang serta dapat pula bercabang-cabang yang disebut polisakarida, misalnya pati, kitin dan selulosa. Selain monosakarida dan polisakarida, terdapat pula disakarida (rangkaian dua monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian beberapa monosakarida) (Kuchel, 2006). Pada proses fotosintesis, karbondioksida diubah menjadi karbohidrat yang kemudian dapat digunakan untuk mensintesis materi organik lainnya. Karbohidrat yang dihasilkan oleh fotosintesis ialah gula berkarbon tiga yang dinamai bahan gliseraldehida 3-fosfat. Senyawa ini merupakan bahan dasar senyawa-senyawa lain yang digunakan langsung oleh organisme autotrof, misalnya glukosa, selulosa dan pati (Rozison, 2009). Beberapa jenis polisakarida berfungsi sebagai materi simpanan atau cadangan, yang nantinya akan dihidrolisis untuk menyediakan gula bagi sel ketika diperlukan. Pati merupakan suatu polisakarida simpanan pada tumbuhan. Tumbuhan menumpuk pati sebagai granul atau butiran di dalam granul atau butiran di dalam organel plastid, termasuk kloroplas. Dengan mensintesis pati, tumbuhan dapat menimbun kelebihan glukosa. Glukosa merupakan bahan bakar sel yang paling utama, sehingga pati merupakan energi cadangan (Kuchel, 2006). Organisme membangun materi-materi kuat dari polisakarida struktural. Misalnya, selulosa ialah komponen utama dinding sel tumbuhan. Selulosa bersifat seperti serabut, liar, tidak larut di dalam air dan ditemukan terutama pada tangkai, batang, dahan dan semua bagian berkayu dari tumbuhan (Kuchel, 2006). METODE PRAKTEK Waktu dan Tempat Praktikum Kimia tentang Karbohidrat Polisakarida dan Monosakarida dilaksanakan pada hari Kamis, 27 Oktober 2011 pada pukul 15.00 sampai 17.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu. Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan adalah; tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas pengaduk, pipet tetes, pengaduk neraca, gelas beaker 50 ml, sikat tabung, lumpang dan aluh (penggerus), sendok pengaduk, erlenmeyer 100 ml, hotplat dan botol semprot. Bahan – bahan yang digunakan adalah; iodium, gula pasir, tepung beras dan aquades. Cara Kerja Mengambil gula 1 (satu) sendok dan memasukkan ke dalam lumpang dan menggerus sampai halus. Lalu, mengambil ½ sendok dula dan ½ sendok tepung beras dan memasukkannya ke dalam gelas pengaduk. Selain itu, memasukkan aquades 20 ml ke dalam gelas beaker kemudian memasukkan ke gelas pengaduk yang telah berisi gula pasir dan tepung beras. Setelah memasukkan, mengaduknya terus-menerus sampai menyatu dengan air. Setelah mengaduk, memanaskan di hotplat dengan menggunakan suhu 400 ° C selama 2 menit. Mengaduknya sampai tidak terjadi gumpalan. Bila telah cukup, mengambil bahan tersebut dan menunggu sampai terigunya mengendap secara sempurna. Kemudian, memasukkan campuran gula pasir ke dalam gelas beaker dan memindahkan ke tabung reaksi. Memasukkan pula campuran tepung tersebut ke dalam gelas beaker dan memindahkan ke tabung reaksi. Selanjutnya, memasukkan iodium masing-masing 3 tetes ke dalam tabung reaksi yang berisi campuran aquades, tepung beras dan gula pasir. Mengamati perubahan warna yang akan terjadi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Campuran gula yang telah dihaluskan dan diberi 3 tetes iodium menunjukkan perubahan warna, dimana warnanya itu cokelat agak kekuning-kuningan. Dan campuran tepung beras yang diberi 3 tetes iodium menunjukkan perubahan warna, berwarna cokelat tua sekali. Padahal yang diharapkan dalam percobaan hasil titrasi tersebut berwarna biru dongker. Pembahasan Pada percobaan terhadap tepung terjadi kesalahan. Setelah ditambahkan iodium warna larutan menjadi coklat, tetapi sesungguhnya warna yang diharapkan yaitu biru dongker. Dari kesalahan tersebut kita dapat menyimpulkan beberapa faktor yaitu pertama karena pengaruh pengendapan dimana larutan yang didiamkan masih keruh namun sudah dicampurkan dengan iodium. Yang kedua konsentrasi iodium yang digunakan lebih dari kadar yang diharuskan. Yang ketiga yaitu pemanasan larutan tepung pada hotplate yang tidak sempurna. Karbohidrat dapat digolongkan menjadi monosakarida, disakarida, polisakarida. Dalam monosakarida terdapat aldosa (mengandung gugus aldehid) : glukosa dan galaktosa. Disakarida terdapat maltosa : glukosa + glukosa, sukrosa : glukosa + fruktosa, dan laktosa : glukosa + galaktosa. Dan pada polisakarida terdapat amilum, glikogen dan selulosa. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari percobaan yang telah dilakukan mengenai uji kualitatif karbohidrat monosakarida dan polisakarida dapat disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut: Tepung termasuk dalam karbohidrat jenis polisakarida; Gula termasuk dalam karbohidrat jenis monosakarida; Larutan gula yang dicampurkan dengan iodium maka warnanya akan berubah menjadi cokelat agak kekuning-kuningan seperti minyak; Larutan tepung yang dicampurkan dengan iodium maka warnanya akan berubah menjadi biru dongker bukan coklat. Itu diakibatkan oleh dua faktor yaitu karena larutan yang didiamkan masih keruh tetapi sudah dicampurkan dengan iodium, dan juga karena penggunaan iodium yang melebihi kadar yang dianjurkan serta pemanasan yang kurang efektif. Saran Sebaiknya kelengkapan alat-alat laboratorium perlu diperhatikan untuk menunjang melakukan praktikum secara maksimal. DAFTAR PUSTAKA Annafi. 2010. Pengenalan Alat Laboratorium. Girindra, A. 1993. Biokimia 1. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Handayani, Nuri. 2010. Buku Kantong Biologi. Yogyakarta : Pustaka Widyatama. Harnanto, Ari, dkk. 2009. Kimia 2. Jakarta : Depdiknas. Ivan, Fisher Yunsri. 2010. Pengenalan Alat – alat Laboratorium. Jencks, William P. (1987). Catalysis in chemistry and enzymology. Mineola, N.Y: Dover. Kirana, Candra, dkk. 2011. Strategi Khusus Menghadapi Ujian Nasional. Yogyakarta : Viva Pakavindo. Krisbiyanto. Adi. 2008. Panduan Kimia Praktis SMA. Jakarta : Pustaka Widyautama. Kuchel, P., dan Ralston, G. B. 2006. Biokimia. Jakarta : Erlangga. Keenan, Charles W., dkk. 1980. General College Chemistry. Edisi VI, Jilid 1. Inggris : Harper & Row, Publishers, Inc. Lehninger, A., 1988. Dasar-dasar Biokimia, Jilid satu. Jakarta : Erlangga. Martoharsono, S. 1998. Biokimia Jilid I. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Moningka . 2008. Buku Pedoman Praktikum dan Manual Alat Laboratorium Montgomery. 1993. Biokimia. Jakarta : Penerbit Binarupa Ilmu. Page, D. 1989. Prinsip-prinsip Biokimia, Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. Patong, R. 2007. Penuntun Praktikum Biokimia. Makassar : Universitas Hasanuddin. Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press. Purba, Michael. 2003. Kimia SMA. Jakarta : Erlangga. Petrucci, Ralph. 1989. Kimia SMA 2. Jakarta : Erlangga. Purba, Michel. 2002. Kimia Untuk SMA 2A. Jakarta : Erlangga. Tim Tentor Ahli. 2011. Target Nomor 1 Masuk UI, ITB, UGM, IPB, UNDIP Perguruan Tinggi Favorit Ipa. Yogyakarta: Redaksi Kendi Mas Media. Tamrin dan J. Abdul. 2008. Rahasia Penerapan Rumus-Rumus Kimia. Jakarta : Gita Media Pres. Wirahadikusumah, M., 1989, Biokimia Protein, Enzim dan Asam Nukleat, ITB, Bandung. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/kecepatan-reaksi-dan-energi/tahap-reaksi/Diakses 23 November 2011 http://www.Blogspot.com_akses Diakses 28 Oktober 2011 Biologi LIPI http://www.biologi.lipi.go.id/ Diakses 07 Desember 2011 http://id.shvoong.com/exact-sciences/biochemistry/2113341-asam-lemak/#ixzz1YaPlnr1a Diakses 07 Desember 2011 TENTANG PENYUSUN Fauziah Ramadhana, lahir di Palu, 24 Februari 1994. Beragama islam. Beralamat di Btn Palupi Blok A No. 46. Penulis merupakan anak pertama dari tiga (3) bersaudara. Dan anak dari Bapak Lasse Makkarwa dan Ibu Nurhaeni. Penulis pernah bersekolah di SDN Inpres Palupi dan selesai pada tahun 2006. Dan melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 2 Palu dan selesai pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 1 Palu dan selesai pada tahun 20011. Penulis pun melanjutkan studi ke perguruan tinggi Universitas Tadulako, Fakultas Kehutanan, Palu. Saat ini penulis sedang dalam menyelesaikan program studi sarjana di Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu. KESAN DAN PESAN Kesan Sangat banyak yang telah diberikan oleh asisten-asisten dosen kepada praktikan. Baik itu ilmu, waktu luang, dan kesabaran asisten dosen pada praktikan. Walau bagaimanapun asisten dosen tetap memberikan keramahan yang sangat baik. Ketelitian para asisten dosen dalam mengkoreksi laporan sangat diacungi jempol, mereka pun tak sungkan-sungkan menunggu para praktikan untuk mengumpul laporan. Kedekatan dan keakraban antara asisten dosen dan para praktikan sungguh menjalin ukhuwah. Semoga kebaikan mereka dibalas oleh-Nya. Pesan Kami, para praktikan tentunya, mempunyai keterbatasan ilmu dan ekonomi. Maka dari itu diharapkan untuk para asisten dosen untuk memaklumi keterbatasan kami. Dan ada baiknya bila para praktikan tidak aktif untuk mengikuti kegiatan praktikum, para asisten dosen mencari tahu alasan dari praktikan, bila bisa untuk ditolerir maka diberikan dispensasi dan bila tidak diberikan sanksi yang tegas. Kelengkapan alat-alat laboratorium harus sangat diperhatikan, karena kurangnya alat akan mempengaruhi kelancaran praktikum. Kenyamanan para pengguna laboratorium juga sangat menunjang dalam proses praktikum. Ada baiknya kita memperhatikan Firman Allah swt. dibawah ini untuk dijadikan pembelajaran bagi diri kita masing-masing. “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Al-Qashash : 56)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar