Kamis, 08 November 2012

Etika Kehutanan -Spiritual Qoutient (SQ)-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara menyeluruh pada perubahan itu dihadapai bersama sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab, mau tidak mau, siap tidak siap, perubahan itu diperkirakan bakal terjadi. Dalam kondisi seperti ini, barang kali manusia akan mengalami konflik batin secara besar-besaran. Konflik tersebut sebagai dampak dari ketidak seimbangan antara kemampuan IPTEK yang menghasilkan kebudayaan atau materi dengan kekosongan rohani. Kegoncangan batin yang diperkirakan akan melanda umat manusia mempengaruhi terhadap kehidupannya. Ditengah zaman yang bergolak dan berubah sangat cepat ini, seringkali membawa seseorang pada situasi psikologis yang diliputi kebingungan, kecemasan dan kegelisahan yang hebat. Semakin hari pergolakan dan perubahan itu berjalan semakin cepat karena kemajuan yang pesat dari ilmu dan teknologi dibidang informasi, komunikasi dan transportasi, sehingga mengalahkan kemampuan manusia sendiri untuk menghadapi, menyesuaikan dan mengantisipasi perubahan itu. Melihat keadaan yang selama ini masih belum menyadari tentang perilaku keberagamaan yang dikarenakan adanya konflik dan ketidakmampuan menyerap dan menyaring berbagai dampak yang ada pada kehidupan masyarakat. Sehingga dapat mengakibatkan perilaku seseorang menyimpang dari ajaran agama. Ilmu pengetahuan dan teknologi serta lingkungan fisik-sosial-budaya sedemikian memberi kemudahan bagi manusia modern untuk menyalurkan keserakahannya. Perangkat-perangkat modern itu telah mengasingkan manusia dari Tuhan, dari lingkungan bahkan dari jati dirinya sendiri. Sehingga manusia modern menjadi kehilangan keseimbangan yang fatal yang kemudian menumbuhkan naluri-naluri hewaniah dalam dirinya. IPTEK memang dapat disalahgunakan pemakaiannya untuk merusak dan membinasakan segala-segalanya, jika penggunaannya tidak dilandasi oleh pertimbangan etika, moral dan spiritual. Karena itu dalam abad informasi dan globallisasi serta iptek ini, tidaklah cukup bagi manusia hanya bersandar pada akal dan rasio belaka. Kalau hanya mengandalkan pada rasio, maka manusia akan mengalami kesengsaraan rohani, yang mengakibatkan tumpulnya perasaan terhadap keindahaan dan kemanusiaan. Manusia akan kehilangan makna hidup serta dilanda ketersaingan dan ketakutan. Dalam keadaan demikian, manusia dengan mudah jatuh pada kepentingan diri sendiri yang dapat membuka peluang lebar-lebar untuk melakukan kejahatan. Dan kata lain, kalau hanya berpegang pada keunggulan rasio, maka manusia dapat menyalahgunakan IPTEK dan informasi untuk maksud-maksud jahat. Pendidikan sebagai alat pengembangan intelektualitas dan yang berlandaskan nilai-nilai objektivitas keilmiahan (scientific) dan kebijaksanaan moralitas sebagai nilai dasar dalam pencarian pengetahuan kini dimuati oleh nilai-nilai komersial, sebagai refleksi dari keperpihakan pada kekuasaan spiritual. Filsafat mencoba merumuskan konsep: Kecerdasan Ada 3 ragam kecerdasan yang selama ini diperkenalkan, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). IQ atau kecerdasan intelektual adalah suatu kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah strategi maupun masalah logika, dan pengukuran IQ ini diawali oleh Sir Francis Galton yang merupakan sepupu dari Charles Darwin. Pada tahun 1904, seorang ilmuwan Perancis Alfred Binet juga meneliti tentang taraf kecerdasan manusia. Binet bersama Theodore Simon beranggapan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan memecahkan persoalan yang dipengaruhi oleh usia seseorang dan usia mental. Kemudian pada tahun 199, Daniel Goleman menemukan istilah kecerdasan emosional, yaitu suatu kecerdasan yang digunakan untuk menghadapi kesedihan dan kegembiraan secara tepat yang memberi kita rasa empati, cinta dan motivasi. Dan bukunya Daniel Goleman “Emotional Intelligence” diungkapkan ciri-ciri orang yang mempunyai sifat atau kualitas pribadi, diantaranya: a. Dapat memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi b. Dapat mengendalikan impuls diri dan menunda pemuasan c. Dapat mengatur dan memantau suasana hati serta menjaga agar kesulitan tidak melemahkan kemampuan berfikir. d. Memiliki ketrampilan empati dan mengharapkan kemampuan hal-hal yang lebih baik. Akhir abad ke-20, serangkaian data ilmiah terbaru, menunjukkan adanya kecerdasan jenis ketiga, yaitu kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan spiritual ini dipopulerkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku, dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual adalah landasan untuk mengaktifkan IQ dan EQ secara efektif. B. Rumusan Masalah 1. Apa Yang Dimaksud Kecerdasan Spiritual (SPIRITUAL QUOTION) ? 2. Apa Ciri Orang yang Memiliki SPIRITUAL INTELLEGENCY? 3. Manfaat dari Kecerdasan Spiritual 4. Hubungan Kecerdasan Spiritual terhadap Pelajar/Mahasiswa C. Tujuan 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual 2. Mengetahui seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual 3. Memaparkan manfaat yang diperoleh terhadap kecerdasan spiritual 4. Mengaitkan hubungan antara kecerdasan spiritual terhadap pelajar/mahasiswa BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Galton, kecerdasan itu merupakan hasil evolusi. Dimana, kecerdasan seseorang itu dipengaruhi oleh status sosial orang-orang yang mempunyai status sosial yang lebih tinggi dianggap memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang berasal dari status sosial yang lebih rendah, tetapi usaha yang dilakukan Galton ternyata gagal. Menurut Goleman, kecerdasan emosional (EQ) merupakan prasyarat dasar untuk menggunakan kecerdasan intelektual (IQ) secara efektif. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku, dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Menurut Morgan dalam bukunya ”Introduction to Psychology” dikemukakan bahwa: “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Dengan belajar siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan” (Purwanto, 2006). Kecerdasan spiritual mampu melibatkan kemampuan menghidupkan kebenaran yang paling dalam yang berarti mampu mewujudkan hal-hal yang terbaik, utuh dan paling manusiawi dalam batin. Dalam diri orang yang cerdas secara spiritual mengalir gagasan, energi, nilai, visi, dorongan dan arah hidup yang penuh kesadaran akan cinta (Sinetar, 2001:15). BAB III PEMBAHASAN A. Kecerdasan Spiritual (SPIRITUAL QUOTION) ? Kecerdasan spiritual atau spiritual intelligence atau spiritual quotient (SQ) ialah suatu intelegensi atau suatu kecerdasan dimana kita berusaha menyelesaikan masalah-masalah hidup ini berdasarkan nilai-nilai spiritual atau agama yang diyakini. Kecerdasan spiritual ialah suatu kecerdasan di mana kita berusaha menempatkan tindakan-tindakan dan kehidupan kita ke dalam suatu konteks yang lebih luas dan lebih kaya, serta lebih bermakna. Kecerdasan spiritual merupakan dasar yang perlu untuk mendorong berfungsinya secara lebih efektif, baik Intelligence Quotient (IQ) maupun Emotional Intelligence (EI). Jadi, kecerdasan spiritual berkaitan dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Hasil Penelitian para psikolog USA menyimpulkan bahwa Kesuksesan dan Keberhasilan seseorang didalam menjalani Kehidupan sangat didukung oleh Kecerdasan Emosional (EQ – 80 %), sedangkan peranan Kecerdasan Intelektual (IQ) hanya 20 % saja. Dimana ternyata Pusatnya IQ dan EQ adalah Kecerdasan Spiritual (SQ), sehingga diyakini bahwa SQ yang menentukan Kesuksesan dan Keberhasilan Seseorang. Dalam hal ini IQ dan EQ akan bisa berfungsi secara Baik/Efektif jika dikendalikan oleh SQ. Hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita belajar, menciptakan kerjasama, memimpin dan melayani. Hati nurani akan menjadi pembimbing manusia terhadap apa yang harus ditempuh dan apa yang harus diperbuat, artinya setiap manusia sebenarnya telah memiliki sebuah Radar Hati sebagai pembimbingnya. Sebagaimana yang diungkapkan Jalaludin Rumi : “Mata Hati punya kemampuan 70 kali lebih besar, untuk melihat kebenaran daripada dua indra penglihatan.” Pengertian SQ (Spiritual Quotient), a. Menurut Danah Zohar, Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan diluar ego atau jiwa sadar. b. Pandangan lain juga dikemukakan oleh Muhammad Zuhri, bahwa Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Asumsinya adalah jika seseorang hubungan dengan Tuhannya baik maka bisa dipastikan hubungan dengan sesama manusia pun akan baik pula. Manusia mencari makna, inilah penjelasan mengapa dalam dalam keadaan pedih dan sengsara sebagian manusia masih tetap dapat tersenyum. Karena bahagia tercipta dari rasa bermakna, dan ini tidak identik dengan mencapai cita-cita. Kecerdasan spiritual (Spiritual Intelligence) ini adalah kecerdasan manusia dalam memberi makna. Seseorang yang memiliki taraf kecerdasan spiritual tinggi mampu menjadi lebih bahagia dan menjalani hidup dibandigkan mereka yang taraf kecerdasan spiritualnya rendah. Dalam kondisi yang sangat buruk dan tidak diharapkan, kecerdasan spiritual mampu menuntun manusia untuk menemukan makna. Karena manusia dapat merasa memiliki makna dari berbagai hal, agama (religi) mengarahkan manusia untuk mencari makna dengan pandangan yang lebih jauh. Bermakna di hadapan Tuhan. Inilah makna sejati yang diarahkan oleh agama, karena sumber makna selain Tuhan tidaklah kekal. Ada kesan yang salah bahwa, para orang sukses bukanlah orang yang relijius. Hal ini disebabkan pemberitaan tentang para koruptor, penipu, konglomerat rakus, yang memiliki kekayaan dengan jalan tidak halal. Karena orang-orang jahat ini 'tampak' kaya, maka sebagian publik mendapat gambaran bahwa orang kaya adalah orang jahat dan rakus, para penindas orang miskin. Sebenarnya sama saja, banyak orang miskin yang juga jahat dan rakus. Jahat dan rakus tidak ada hubungan dengan kaya atau miskin. Para orang sukses sejati, yang mendapatkan kekayaan dengan jalan halal, ternyata banyak yang sangat relijius. Mereka menyumbangkan hartanya di jalan amal. Mereka mendirikan rumah sakit, panti asuhan, riset kanker, dan berbagai yayasan amal. Dan kebanyakan dari mereka menghindari publikasi. Berbagai studi menunjukkan bahwa para orang sukses sejati menyumbangkan minimal 10 persen dari pendapatan kotor untuk kegiatan amal, bahkan saat dulu mereka masih miskin. Mereka menyadari bahwa kekayaan mereka hanyalah titipan dari Tuhan, 'silent partner' mereka. Akhirnya melalui kecerdasan spiritual manusia mampu menciptakan makna untuk tujuan-tujuannya. Hasil dari kecerdasan aspirasi yang berupa cita-cita diberi makna oleh kecerdasan spiritual. Melalui kecerdasan spiritual pula manusia mampu tetap bahagia dalam perjalanan menuju teraihnya cita-cita. Kunci bahagia adalah Kecerdasan Spiritual. Kecerdasan spiritual (SQ) berkait dengan masalah makna, motivasi, dan tujuan hidup sendiri. Jika IQ berperan memberi solusi intelektual-teknikal, EQ meratakan jalan membangun relasi sosial, SQ mempertanyakan apakah makna,tujuan,dan filsafat hidup seseorang. Menurut Ian Marshall dan Danah Zohar, penulis buku SQ, The Ultimate Intelligence, tanpa disertai kedalaman spiritual, kepandaian (IQ) dan popularitas (EQ) seseorang tidak akan memberi ketenangan dan kebahagiaan hidup. B. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Spiritual yang Berkembang Seperti yang dikemukakan di atas, bahwa kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna dan nilai dan ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang telah berkembang adalah sebagai berikut: a. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif); b. Tingkat kesadaran yang tinggi; c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan; d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit;; e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai; f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu; g. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal; h. Kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa?” atau “bagaimana jika?” untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar; i. Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai “bidang mandiri” yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi. Lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut Roberts A. Emmons, The Psychology of Ultimate Concerns: (1) Kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material; (2) Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak; (3) Kemampuan untuk mensakralkan pengalaman seharihari; (4) Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah; (5) dan kemampuan untuk berbuat baik. Ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung. Konon, pada abad pertengahan seorang musafir bertemu dengan dua orang pekerja yang sedang mengangkut batu-bata. Salah seorang di antara merekabekerja dengan muka cemberut, masam, dan tampak kelelahan. Kawannya justru bekerja dengan ceria, gembira, penuh semangat. Ia tampak tidak kecapaian. Kepada keduanya ditanyakan pertanyaan yang sama, “Apa yang sedang Anda kerjakan?” Yang cemberut menjawab, “Saya sedang menumpuk batu.” Yang ceria berkata, “Saya sedang membangun menara mesjid!” Yang kedua telah mengangkat pekerjaan “menumpuk bata” pada dataran makna yang lebih luhur. seseorang yang sedang melakukan kompres selayaknya mengatakan “Saya sedang mensyukuri nikmat Allah yang telah menganugerahkan air yang sangat banyak manfaatnya”. Seseorang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Ia merujuk pada warisan spiritual seperti teks-teks Kitab Suci atau wejangan orang-orang suci untuk memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya, untuk melakukan definisi situasi. Seseorang memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan. “The fifth and final component of spiritual intelligence refers to the capacity to engage in virtuous behavior: to show forgiveness, to express gratitude, to be humble, to display compassion and wisdom,” tulis Emmons. Memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan terimakasih, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih sayang dankearifan, hanyalah sebagian dari kebajikan. Dapat disimpulkan dalam Sabda Nabi Muhammad saw., “Amal paling utama ialah engkau masukkan rasa bahagia pada sesama manusia.” Seseorang yang mempunyai tingkat kecerdasan spiritual (SQ) tinggi cenderung menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seseorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih kepada orang lain dan memberikan petunjuk penggunaannya. Dengan kata lain seseorang yang memberi inspirasi kepada orang lain. Tindakan atau langkah seseorang yang memiliki SQ yang tinggi adalah langkah atau tindakan yang mereka ambil menyiratkan seperti apa dunia yang mereka inginkan ini adalah perjalanan dari pengertian (awareness) menuju kesadaran (consciousness). Sogyal Rinpoche mengatakan dalam The Tibet an Book of Living and Dying, “Spiritualitas sejati adalah menjadi sadar bahwa bila kita saling tergantung dengan segala sesuatu dan semua orang lain, bahkan pikiran, kata dan tindakan yang paling kecil dan tak penting memiliki konsekuensi nyata di seluruh alam semesta”. Semua individu SQ yang tahu mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan, selalu bertindak dari misi yang sama, untuk membawa tingkat-tingkat baru kecerdasan dalam dunia. C. Manfaat dari Kecerdasan Spiritual Dari penelitian Deacon, menunjukkan bahwa kita membutuhkan perkembangan otak di bagian frontal lobe supaya kita bisa menggunakan bahasa. Perkembangan pada bagian ini memungkinkan kita menjadi kreatif, visioner dan fleksibel. Kecerdasan spiritual ini digunakan pada saat: a. Kita berhadapan dengan masalah eksistensi seperti pada saat kita merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran dan masalah masa lalu kita sebagai akibat penyakit dan kesedihan. b. Kita sadar bahwa kita mempunyai masalah eksistensi dan membuat kita mampu menanganinya atau sekurang-kurangnya kita berdamai dengan masalah tersebut. Kecerdasan spiritual memberi kita suatu rasa yang menyangkut perjuangan hidup. Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah inti dari kesadaran kita. Kecerdasan spiritual ini membuat orang mampu menyadari siapa dirinya dan bagaimana orang memberi makna terhadap kehidupan kita dan seluruh dunia kita. Orang membutuhkan perkembangan “kecerdasan spiritual (SQ)” untuk mencapai perkembangan diri yang lebih utuh. D. Hubungan Kecerdasan Spiritual terhadap Pelajar/Mahasiswa Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan diperoleh keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar. Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang pelajar untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Suatu hal yang wajar, sekolah pada umumnya selalu berupaya bagaimana sekolah tersebut memiliki Sumber Daya Manusia yang mampu menampilkan prestasi yang baik. Padahal prestasi seseorang dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain kemampuan kognitif, kemampuan teknis, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Pernah dikatakan Ali Syariati seorang intelektual muslim, bahwa manusia adalah makhluk dua dimensional yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan akan kepentingan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu manusia harus memiliki konsep duniawi atau kepekaan emosi dan intelegensi yang baik. Penting pula penguasaan ruhaniah vertikal atau Spiritual Intelligence (Ginanjar: xx). Untuk itu memiliki kemampuan kognitif dan teknis saja tanpa dibarengi kecerdasan emosi dan spiritual belumlah cukup untuk dijadikan ukuran keberhasilan seseorang. Intelligence Quotient (IQ) oleh Howard Gardner, ahli psikologi Harvard School of Education Amerika Serikat diakui sebagai standart utama dan satu-satunya alat untuk mengukur kemampuan berfikir seseorang. Kecerdasan Spiritual ini dianggap sebagai kecerdasan tertinggi manusia karena mampu mensinergikan (mengintegrasikan) semua kecerdasan manusia, baik IQ, EI dan SI (Spiritual Intelligence) atau (Kecerdasan Spiritual), dengan ketiga kecerdasan tersebut kita diharapkan menjadi prototipe manusia yang benar-benar utuh dan holistik, baik secara intelektual, emosional dan sekaligus secara spiritual. Kajian tentang keutamaan SI (Spiritual Intelligence) didukung pula oleh ungkapan Marsha Sinetar sebagai pendidik, penasehat, pengusaha dan penulis buku-buku best-seller, bahwasanya kecerdasan spiritual mampu melibatkan kemampuan menghidupkan kebenaran yang paling dalam yang berarti mampu mewujudkan hal-hal yang terbaik, utuh dan paling manusiawi dalam batin. Dalam diri orang yang cerdas secara spiritual mengalir gagasan, energi, nilai, visi, dorongan dan arah hidup yang penuh kesadaran akan cinta (Sinetar, 2001:15). Dalam belajar tidak hanya mengedepankan IQ saja, menurut pandangan kontemporer kesuksesan hidup seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual saja, melainkan juga oleh kecerdasan-kecerdasan lain seperti kecerdasan emosi dan spiritual. Begitu juga dalam halnya belajar seorang pelajar tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan IQ saja, tapi juga membutuhkan usaha, doa dan ketekunan dalam mengerjakan soal. Untuk mencapai keberhasilan dan prestasi belajar dalam bidang apapun, ada kalanya seorang pelajar mengalami banyak hambatan dan kesulitan. Kesulitan dan hambatan yang dialami bukan hanya sebatas kemalasan tetapi juga hubungan sosial dan motivasi belajar, dimana hal tersebut tidak dapat diandalkan dari IQ-nya saja tetapi juga dari kemampuan untuk mengendalikan diri dan mengelola emosi, sehingga dibutuhkan motivasi yang kuat dari dalam diri siswa untuk mempelajari. Motivasi dalam diri akan bertahan lama dan selalu terinternalisasi, sedangkan bila motivasinya dari luar, misal dari guru atau orang tua, jika pada suatu saat mereka tidak memberikan motivasi lagi, maka siswa akan enggan untuk berprestasi lagi. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 53: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia- lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Pentingnya pengembangan kecerdasan spiritual pada dasarnya untuk membekali kapasitas diri yang lebih baik dengan pondasi keagamaan yang matang dan selalu berserah diri kepada Allah setelah berusaha menyelesaikan masalah. Di samping itu juga untuk membekali supaya senantiasa tegar dalam menghadapi kebosanan, kesedihan, kekecewaan, ketakutan, frustrasi, depresi dan kesedihan di dalam hidup, sehingga dapat belajar dengan maksimal dan menghasilkan prestasi belajar yang baik. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Kecerdasan spiritual adalah sebuah kemampuan jiwa seseorang untuk membawa diri dalam setiap keadaan yang bersifat fleksibel terhadap lingkungan sekitar, mudah bergaul dan mampu mengatasi masalah serta dapat mengambil pelajaran maupun hikmah dalam suatu kondisi apapun. Pentingnya pengembangan kecerdasan spiritual pada dasarnya untuk membekali kapasitas diri yang lebih baik dengan pondasi keagamaan yang matang dan selalu berserah diri kepada Allah setelah berusaha menyelesaikan masalah. Sayyidina Umar bin Khattab r.a, berkata : “Hatiku telah melihat Tuhanku karena hijab (tirai) telah terangkat oleh Taqwa. Barang siapa yang telah terangkat hijab (tirai) antara dirinya dan Allah, maka menjadi jelaslah di dalam hatinya akan gambaran kerajaan bumi dan kerajaan langit.” B. Saran Tips membangun dan memelihara Kecerdasan Spiritual, adalah: 1. Jernihkan hati 2. Hidupkan cahaya hati 3. Bangun mental 4. Bangun ketangguhan mental 5. Bangun ketangguhan pribadi 6. Bangun ketangguhan sosial Terimah kasih telah membaca/memanfaatkan untuk satu hal kecil tapi buat hal yang paling besar dan bermanfaat. DAFTAR PUSTAKA Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, Mizan, Bandung, 2002, hlm. 3. Danah Zohar, Spiritual Intelligence The Ultimate Intelligence, Great Britain 2000. Sumber: Widodo Gunawan, tersedia dalam http://suaraagape.org/wawasan/Ei2.php. Monty P. Satiadarma, Fidelis E. Waruwu, op.cit., hlm. 44-45. Monty P. Satiadarma, Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, Pustaka Populer Obor, Jakarta, 2003, hlm. 3. Richard A. Bowell, The 7 Steps of Spiritual Quotient, PT. Buana Ilmu Populer, Jakarta, 2006, hlm. 8. Richard A. Bowell, op.cit., hlm. 207-209.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar