I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang.
Hutan
adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan
baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun
di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan
dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati
daerah yang cukup luas.
Hutan dan hasil hutan khususnya kayu merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang perlu dimanfaatkan sepenuhnya untuk kesejahteraan manusia di muka bumi.
Hal inilah yang menyebabkan sehingga perlu lebih banyak mengkaji tentang
sifat-sifat kayu dan teknik pengolahannya, agar kayu dapat dimanfaatkan
seoptimal mungkin dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan.
Indonesia memiliki sumber daya hutan dengan berbagai jenis kayu yaitu
sekitar 4.000 jenis. Dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil saja yang telah
diketahui sifat-sifat serta kegunaannya dan jumlah inipun masih belum memenuhi
sasaran tujuan pemakaian. Sebagian masyarakat masih cenderung menggunakan jenis
kayu tertentu yang ada di daerahnya. Akibatnya, ada jenis-jenis kayu yang
justru memiliki potensi lebih besar tetapi tidak digunakan oleh masyarakat dan
ini menimbulkan masalah yang harus dipecahkan bersama agar semua jenis kayu
yang telah diketahui sifat-sifatnya dapat dimanfaatkan secara menyeluruh dan
terpadu.
Perkembangan umat manusia mulai dari zaman primitif sampai era teknologi
saat ini selalu bergantung pada kayu. Karena kayu mudah dikerjakan dan hampir tersedia
dimana-mana, maka kayu merupakan bahan penting bagi kehidupan manusia. Sejak
pra sejarah, kayu dipakai sebagai pelindung, bahan bakar dan perkakas.
Pada saat ini teknologi semakin berkembang seiring dengan perkembangan
zaman dan ketergantungan kita pada kayu juga semakin besar bukan hanya dalam
bentuk kayunya saja tetapi juga dalam bentuk produk-produk yang berasal dari
kayu seperti kertas, film, pulp dan sebagainya. Pada kenyataannya, bertambahnya
ketergantungan kita pada kayu disebabkan karena kayu merupakan sumber daya yang
diperbaharui.
Sejak zaman purbakala manusia telah menggunakan kayu, maka sudah barang
tentu kita telah memiliki banyak pengalaman dalam pemanfaatan kayu. Pengalaman
ini seharusnya dijadikan bahan informasi di dalam pemanfaatan kayu secara
efisien danoptimal. Namun pada kenyataannya masyarakat hanya memanfaatkan kayu
itu sebagaimana adanya, sehingga tidak nampak usaha pemanfaatan kayu secara
efisien dan optimal.
Hal ini disebabkan karena demikian serbagunanya kayu itu didapatkan oleh
manusia dengan kebudayaan dan kemajuan teknik yang berbeda-beda. Disatu pihak,
pengerjaan dan penggunaan kayu begitu sederhana sehingga bagi pemakainya tidak
membutuhkan keterampilan khusus atau pengetahuan teknik. Di pihak lain, kayu
adalah bahan yang sangat kompleks dibandingkan dengan bahan lainnya, sehingga
pemanfaatannya didalam teknologi modern yang penuh persaingan hanya dapat
dilakukan oleh ahli teknologi kayu, dimana keahlian ini tidak dimiliki oleh
para konsumen.
Keawetan kayu dibagi menjadi 5 kelas awet berdasarkan
perkiraan lama pemakaian kayu pada berbagai keadaan serta perkiraan ketahananya
serangan-serangga, kecuali terhadap perusak kayu binatang laut (marine borer).
Kelasawet I, II, III, IV, V, selalu berhubungan dengan tanah lembab 8 tahun 5 tahun 3 tahun sangat
pendek. Hanya dipengarui oleh cuaca, tetapi di jaga agar tidak terendam air dan
tidak kekurangan udara 20 tahun 15 tahun 10 tahun Sangat pendek.
Beberapa
contoh persyaratan teknis kayu untuk berbagai penggunaannya :
1.
Bangunan (Konstruksi),
Kuat,
kaku, keras, berukuran besar dan mempunyai keawetan alami yang tinggi Balau,
bangkirai, belangeran, cengal, giam, jati, kapur, kempas, keruing, lara,
rasamala.
2.
Finir biasa (plywood),
Finir
mewah Dolok berdiameter besar,bulat, bebas cacat dan beratnya sedang. Disamping
syarat diatas, kayu harus bernilai demokratif Meranti merah, meranti putih, nyatoh,
ramin, agathis, benuang, Jati, ebony, sonokeling, kuku, bongin, dahu, lasi,
rengas, sungkai, weru, sonokembang
3.
Perkakas (mebel)
Berat
sedang, dimensi stabil, demokratif, mudah dikerjakan, mudah di paku, dibubut,
disekrup, dilem dan dikerat Jati, ebony, kuku, mahoni, meranti, rengas,
sonokeling, sonokembang, ramin
4.
Lantai (parket)
Keras,
daya abrasi tinggi, tahan asam mudah dipaku dan cukup kuat. Balau, bangkirai,
belangeran, bintangur, bongin, bungur, jati, kuku.
5.
Bantalan kereta api
Kuat,
kaku, keras dan awet Balau, bangkiraqi, belangeran, bintangur, kempas, ulin
6.
Alat musik
Tekstur
halus, berserat lurus, tidak mudah belah, daya resonansi baik
Pemilihan dan pengginaan kayu untuk sesuatu tujuan
pemakaian, memerlukan pengetahuan sifat – sifat kayu yang bersangkutan,
terutama berat jenis, kelas awet, dan kelas kuat. Sifat – sifat ini penting diketahui
setiap usahawan yang bergerak dalam bidang industry dan pengolahan kayu, sebab dari
pengetahuan sifat – sifat tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang
tepat serta macam penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat ditentukan
kemungkuinan pengisian oleh jenis kayu lainnya, apabila jenis yang bersangkutan
sulit didapat serta secara kontinu atau terlalu mahal.
Data sifat – sifatkayudalamdaftarterdiridari
2 macam data, yaitu:
1. Data kuantitatif,
berupaangka/nilai, meliputi:
·
Berat Jenis
·
Kelas awet
·
Kelas kuat
2. Data kualitatif, berupa keterangan singkat,
meliputi:
·
Warna kayu kering udara
·
Sifat pengerjaan
·
Sifat kembang susut
·
Daya retak
·
Kekerasan
·
Tekstur
·
Serat
·
Penyebaran
·
Kegunaan
Menurut jenis dan bentuk hasil akhir
industri perkayuan dapat dibedakan dalam duagolongan yaitu : Industri Kayu
Primer dan Sekunder. Dalam decade terakhir terutama dalam perkembangan
industri muncullah istilah/pengertian industri terpadu.Industri kayu terpadu
adalah tujuan akhir dalam rangka memaksimumkan hasil guna(efisiensi) pemakaian kayu.
Semua bagian dari kayu diusahakan untuk dapatdigunakan/dimanfaatkan. Industri
yang dapat dipadukan (diintegrasikan) meliputi penggergajian,chips, wood based
panels, pulp dan kertas, pengeringan dan pengawetan. Dengan kata lainindustri
kayu terpadu adalah di mana berbagai jenis industri dengan tingkat inventasi
danteknologi yang berbeda dapat berkembang dalam waktu yang kurang lebih
bersamaan.Dalam keterpaduan seperti di atas dapat diperoleh manfaat dalam
bentuk operasi yangterpadu (integrated operation) dan aspek-aspek ekonomis
dalam produksi yang lebihmenguntungkan antara lain dalam segi investasi,
pemanfaatan bahan baku (kayu), tenaga listrik,air, tenaga kerja terdidik serta
sarana-sarana lainnya.
a. Industri Kayu Primer
Industri
Kayu Primer meliputi penggergajian, finir, dan plywood, fibre board, pulp dan kertas.
Golongan industri ini umumnya menghasilkan barang setengah jadi.
b. Industri Kayu Sekunder
Industri
Kayu Sekunder meliputi industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil industri
primer antara lain furniture, komponen bangunan, rumah prelab, parquet,
moulding dan sebagainya. Golongan industri ini menghasilkan barang jadi.
Peran industri kehutanan menjadi
begitu penting, sehingga menjadi salah satu tolok ukur seberapa besar
kontribusi kehutanan dalam pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, salah
satu kebijakan prioritas Bidang Kehutanan dalam Program Pembangunan Nasional
Kabinet Indonesia Bersatu II adalah “Revitalisasi Pemanfaatan Hutan dan
Industri Kehutanan” (Permenhut No.70/Menhut- II/2009 tanggal 7 Desember 2009).
Dalam Peraturan Menteri
Perindustrian No. 41/M-IND/PER/6/2008 Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, industri adalah kegiatan
memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan,
misalnya mesin. Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
industri harus ada proses pengolahan atau peningkatan nilai tambah (value
added) suatu barang.
Pengertian
industri jelas berbeda dengan perdagangan. Perdagangan yaitu kegiatan usaha
jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan
pengalihan hak atas barang dan atau jasa dengan disertai imbalan atau
kompensasi. Jenis industri merupakan bagian dari cabang industri yang mempunyai
ciri khusus yang sama dan atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi,
yang ditetapkan sesuai klasifikasi dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia.
1.2
Tujuan
dan Kegunaan
Praktikum ini dimaksudkan sebagai aplikasi dari teori-teori Tenologi
Hasil Hutan yang didapatkan oleh praktikan di bangku kuliah seperti proses
pengeringan kayu, pengawetan kayu, berat jenis kayu, serta pengolahan jenis
kayu. Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat
mengetahui dan memahami dengan baik bagaimana proses pengeringan kayu dan cara
pengolahannya sehingga kayu tersebut memilki nilai jual yang tinggi.
Kegunaan
dilaksanakannya praktikum Teknologi Hasil Hutan adalah untuk dapat mengetahui
proses pengolahan kayu sehingga dapat bernilai ekonomis tinggi.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengeringan Kayu
Pengeringan
kayu adalah proses untuk mengeluarkan air yang terdapat pada kayu. Kadar air
kayu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pemakaian kayu. Untuk berbagai
macam kegunaan dengan kondisi udara tertentuk kayu memerlukan batas kandungan
kadar air. Oleh karena itu masalah pengeringan merupakan faktor yang penting
pada kayu. Dengan adanya pengeringan akan diperoleh keuntungan-keuntungan
sebagai berikut :
§
Menjamin
kestabilan dimensi kayu. Sebab dibawah titik jenuh serat, perubahan kadar air
dapat mengakibatkan kembang susut pada kayu. Sebaliknya bila kayu dikeringkan sampai
mendekati kadar air lingkungan, maka sifat kembang susut ini akan dapat
teratasi bahkan dapat diabaikan.
§
Menambah
kekuatan kayu. Makin rendah kadar air kayu yang dikandung maka akan semakin
kuat kayu tersebut.
§
Membuat kayu
menjadi ringan. Dengan demikian ongkos angkutan berkurang
§
Mencegah
serangan jamur dan bubuk kayu. Sebab umumnya jasad renik perusak kayu atau
jamur tak dapat hidup dibawah kadar air 20%
§
Memudahkan
pengerjaan selanjutnya, antara lain : pengetaman, perekatan, finishing,
pengawetan serta proses-proses kelanjutan lainnya (Ariyanti dan Erniwaty,
2000).
§
Pergerakan air
pada kayu terjadi dari daerah berkelembaban tinggi ke daerah berkelembaban
lebih rendah. Kayu akan mengering dari bagian luar ke bagian dalam kayu. Dengan
kata lain permukaan kayu lebih cepat mengering daripada bagian dalamnya. Proses
keluarnya air pada proses pengeringan disebut proses evaporasi. Evaporasi akan
terjadi bila kadar air di dalam kayu lebih besar dari kadar air keseimbangan.
Selama proses pengeringan kayu berlangsung, yang terlebih dahulu keluar adalah air
bebas yang terdapat pada rongga sel. Setelah itu menyusul air yang terikat pada
dinding-dinding sel. Keadaan titik air bebas telah habis keluar, tetapi air
terikat masih dalam keadaan jenuh, dinamakan keadaan titik jenuh serat.
Perubahan kadar air yang dialami kayu pada keadaan di atas titik jenuh serat
ini tidak akan mempengaruhi bentuk dan ukuran kayu. Tetapi segala perubahan
kadar air di bawah titik jenuh serat akan mengakibatkan perubahan bentuk dan
ukuran kayu. Oleh sebab itu, perubahan-perubahan kadar air di bawah titik jenuh
serat sangat mempengaruhi sifat-sifat fisika dan mekanika kayu (Ariyanti dan
Erniwaty, 2000).
Pengeringan
yang umum dipergunakan yaitu:
1.
Pengeringan Alam
Proses pengeringan secara alami dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
o Iklim : besar/kecilnya curah hujan, intensitas
penyinaran matahari, ada tidaknya kabut.
o Suhu : didalam keadaan udara yang tetap, makin
tinggi suhu, makin cepat kayu mengering.
o Peredaran udara : berfungsi mengganti udara yang
basah dengan udara yang kering sehingga pengeringan dipercepat.
o Kadar air awal : jika pada awal pengeringan kayunya
masih segar, maka makin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkannya.
o Jenis kayu : pada umumnya kayu daun jarum lebih
cepat mengering daripada kayu daun lebar.
o Letak kayu : umumnya kayu gubal lebih cepat
mengering daripada kayu teras.
o Ukuran kayu : tebal atau tipisnya kayu yang akan
dikeringkan.
o Cara penyusunannya menggunakan ganjel/sticker
2.
Pengeringan
Buatan
§
Pengeringan ini
merupakan lanjutan dari perkembangan pengeringan alami. Dengan kemajuan dan
perkembangan teknologi modern, meningkatnya permintaan akan kayu berkualitas
tinggi, maka usaha pengeringan buatan yang lebih efektif dan lebih efisien
dibanding dengan pengeringan alami (Ariyanti dan Erniwaty, 2000).
Pengeringan
buatan terbagi atas 2 macam, yaitu :
Ø Compartment kiln
·
Tingkat
kekeringan kayu sama
·
Pintu masuk lori
sama dengan pintu keluar
·
Arah pergerakan
udara sama dengan arah lori
·
Tidak
membutuhkan ruang yang besar
Ø Progressive kiln
·
Tingkat
kekeringan kayu berbeda
·
Pintu masuk dan
pintu keluar tidak sama
·
Arah pergerakan
udara berlawanan dengan arah lori
·
Membutuhkan
ruang yang besar (berbentuk terowongan)
Penyusunan (penumpukan) kayu
Syarat
mutlak untuk penyusunan kayu pada pengerikan buatan harus mempunyai fondasi dan
lantai yang kuat dan datar, agar tidak mempengaruhi kerusakan kayu dan tumpukan
kayu secara keseluruhan. Kayu yang akan dikeringkan harus diseragamkan dalam
hal : jenis kayu, kualitas kayu, ketebalan kayu dan kadar air kayu awal. Dengan
keseragaman ini, maka pelaksanaan pengeringan akan lebih sempurna. Kayu ada
yang diletakkan langsung diatas pondasi, tapi ada pula dengan menggunakan lori.
Umumnya cara terakhir lebih banyak dipakai. Agar peredaran udara merata pada
seluruh bagian permukaan kayu, maka lapisan papan tingkat demi tingkat harus
diberi ganjel/sticker. Tumpukan kayu secara keseluruhan hendaknya merupakan
bentuk persegi panjang dengan ganjel lurus, baik secara vertikal maupun
horizontal. Selanjutnya pada bagian teratas tumpukan diletakkan beban pemberat
yang merata keseluruh bagian tumpukan kayu untuk menghindari kemungkinan
perubahan untuk selama proses pengeringan (Ariyanti dan Erniwaty, 2000).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses pengeringan buatan adalah:
o Kadar air kayu awal
o Kadar air kayu akhir yang diinginkan
o Jenis kayu yang dikeringkan
o Tebal tipisnya kayu (sortimen kayu)
o Kipas angin (sirkulasi udara)
o Kualitas alat
Pada
garis besarnya, kerusakan yang timbul akibat proses pengeringan ada 3, sebagai
berikut :
1.
Kerusakan akibat
penyusutan kayu
Umumnya pengeringan buatan ataupun secara alami
dapat menimbulkan kerusakan karena adanya penyusutan ini. Kerusakan karena
adanya penyusutan ini yang paling banyak terjadi.
Hal ini perlu mendapatkan perhatian agar kerusakan
dapat dicegah dengan jalan menurunkan suhu atau menaikkan kelembaban udara.
Cacat-cacat yang
diakibatkan oleh adanya penyusutan adalah:
o Pecah ujung (end checks) dan pecah permukaan
(surface checks)
o Pecah dimulai pada bagian ujung kayu dan menjalar
sepanjang papan
o Retak dibagian dalam kayu (honeycombing)
o Casehardening
o Bentuk mangkok (cupping) : perubahan bentuk
melengkung pada arah lebar kayu
o Bentuk busur (bowing) : perubahan bentuk melengkung
pada arah memanjang kayu
o Menggelinjang (twist)
o Perubahan bentuk penampang kayu (diamonding)
Cacat-cacat seperti ini sukar dihindari tetapi dapat
dikurangi dengan cara penumpukan yang lebih baik dan meletakkan beban pemberat
pada bagian atas tumpukan serta tidak memberikan suhu yang tinggi selama proses
pengeringan.
2.
Kerusakan akibat
serangan jamur pembusuk
Kerusakan ini terjadi pada awal pengeringan. Jamur
itu sendiri sebenarnya telah melekat sebelum kayu dikeringkan dalam kiln. Yang
banyak diserang adalah kayu gubal. Karena jamur dapat tumbuh subur pada suhu
rendah dan kelembapan yang tinggi, maka untuk mengendalikan kerusakan ini
adalah dengan mempercepat pengeringan pada suhu yang lebih tinggi. Umumnya
kerusakan ini hanya mengubah warna kayu, tidak menurunkan mekanik kayu.
3.
Kerusakan akibat
bahan kimia didalam kayu
Kayu
mempunyai kandungan beberapa zat, diantaranya zat ekstraktif. Melalui reaksi
kimia zat ini dapat mengakibatkan perubahan warna atau noda kimia pada kayu.
Perubahan warna ini nampak pada beberapa jenis kayu, bervariasi dari warna
terang sampai ke warna gelap. Perubahan ini tidak mempengaruhi kekuatan kayu,
tetapi mempunyai pengaruh yang tidak baik pada penglihatan mata. Selain pengaruh
bahan kimia, juga karena pengaruh suhu yang terlalu tinggi, sehingga zat-zat
ekstraktif tersebut mengadakan reaksi terhadap panas yang ditimbulkan (Ariyanti
dan Erniwaty, 2000).
2.2 Pengawetan Kayu
Keawetan
kayu berhubungan erat dengan pemakainnya. Kayu dikatakan awet apabila mempunyai
umur pakai yang lama. Kayu dapat berumur pakai yang lama apabila mampu menahan
bermacam-macam faktor perusak kayu. Dengan kata lain keawetan kayu adalah daya
tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar
tubuh kayu itu sendiri. Kayu dapat diselidiki keawetannya hanya pada bagian
kayu terasnya saja, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu
menetukan pula umur keawetannya. Kayu yang awet dipakai dalam kontruksi atap,
belum tentu dapat bertahan lama bila digunakan di laut, ataupun tempat lain
yang berhubungan langsung dengan tanah.
Keawetan
kayu dikatakan rendah apabila dalam pemakaian tidak tercapai umur yang
diharapkan sesuai dengan ketentuan kelas awet kayu. Dalam hal ini perlu
diketahui apakah faktor penyebabnya. Adapun faktor-faktor perusak kayu
digolongkan sebagai berikut :
1.
Penyebab non
makhluk hidup terdiri dari :
a.
Faktor fisik
b.
Faktor mekanik
c.
Faktor mekanik
2.
Penyebab makhluk
hidup terdiri dari :
a.
Jenis jamur
b.
Jenis serangga
c.
Jenis binatang
laut
(Ariyanti dan
Erniwaty, 2000).
Untuk
pengawetan kayu yang baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip ini : pengawetan
kayu harus merata pada seluruh bidang kayu, penetrasi dan retensi bahan
pengawet diusakan masuk sedalam dan sebanyak mungkin di dalam kayu, bahan
pengawet harus tahan terhadap pelunturan, faktor waktu yang digunakan, metode
pengawetan yang digunakan, faktor kayu sebelum diawetkan dan faktor peralatan
yang dipakai serta manusia yang melaksanakannya (Ariyanti dan Erniwaty, 2000).
Ada
2 macam pengawetan kayu, dimana ada pengawetan sementara, bertujuan menghindari
serangan perusak kayu pada kayu basah (baru ditebang) dan pengawetan permanen,
bertujuan menahan semua faktor perusak kayu dalam waktu selama mungkin.
Bahan pengawet kayu adalah bahan-bahan kimia
yang telah ditemukan dan sangat beracun terhadap makhluk perusak kayu, seperti
: arsen (as), tembaga (cu), seng (Zn), fluor (F), chroom (Cr), dan lain-lain.
Tidak semua bahan pengawet akan baik digunakan dalam pengawetan kayu. Dalam
penggunaannya harus diperhatikan, sifat-sifat bahan pengawet agar disesuaikan
dengan tujuan pemakaian(Ariyanti dan Erniwaty, 2000).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
akhir proses pengawetan adalah pembongkaran kayu dari tumpukan dalam bak celup
(rendaman) harus dilakukan dengan hati-hati, untuk pengeringan kayu setelah
diawetkan dapat digunakan secara alami atau buatan, dan penyimpanan sementara
kayu dipakai harus dilakukan ditempat yang terlindung dan terbuka bagi
sirkulasi udara.
Pada
umumnya bahan pengawet kayu memiliki daya racun terhadap manusia dan binatang.
Oleh karena itu pada waktu memilih bahan pengawet kayu perlu diketahui dulu
sifat-sifat racun bahan pengawet tersebut. Tindakan pengaman sangat diutamakan
pada waktu menggunakan bahan-bahan pengawet kayu untuk menghindarkan bahaya
yang mungkin timbul akibat kelalaian, kecerobohan waktu pelaksanaannya. Para
pekerja pun yang menangani hal ini dianjurkan penggunakan kelengkapan
pengamanan yang baik, dan membersihkan anggota badan setelah melaksanakan
pengawetan tersebut.
2.3 Jenis-jenis Kayu
Jenis-jenis
kayu yang diolah pada PT. Tatehe Nusa Jaya adalah :
·
Bintangur (Calophyllum
spp.)
Kayu terasnya
berwarna cokelat-merah pucat, sedangkan jenis lainnya memiliki warna
bervariasi, seperti merah jambu, merah muda, merah-cokelat-kelabu muda,
merah-cokelat, hingga merah-lembayung. Sedangkan kayu gubalnya memiliki warna
cokelat-kelabu pucat atau cokelat kuning semu-semu merah jambu, yang memiliki
ketebalan 5 cm.
Tekstur kayu
agak kasar sampai kasar, agak tidak merata. Kayu bintangur secara umum termasuk
kelas awet II – IV. Memiliki daya tahan terhadap rayap kayu kering termasuk
kelas V. Kayu bintangur secara umum agak sukar diawetkan kecuali gubalnya.
Keterawetan kayu termasuk kelas sukar.
·
Bayur (Pterospermum
spp.)
Kayu terasnya
berwarna merah pucat, merah-cokelat muda, kadang semu-semu lembayu.Kayu
gubalnya berwarna putih kotor sampai kelabu.
Tekstur kayu agak
kasar. Kayu bayur secara umum, masuk dalam kelas awet IV – V. Keterawetan kayu
bayur termasuk kelas sedang sampai mudah. Kayu bayur muah dikeringkan, meskipun
cebderung mudah mengalami pencekungan dan pecah ujung.
·
Nyatoh (Ganua spp.)
Kayu terasnya
meiliki warna yang bervariasi, dari cokelat-kuning, cokelat muda, cokelat ungu,
cokelat-merah sampai cokelat atau merah tua. Kayu gubalnya berwarna lebih muda,
etapi biasanya hanya sedikit berbeda dari kayu teras, tebal seringkali sampai
10 cm.
Tekstur kayu agak
halus sampai agak kasar dan merata.
Kayu nyatoh
secara umum termasuk kelas awet III-IV. Kayu nyatoh umumnya sukar diawetkan.
Secara umum, kayu nyatoh termasuk sukar dikeringkan, mudah menggeleding dan
pecah ujung.
·
Palapi (Haritiera
spp.)
Warna kayu teras
bervariasi dari cokelat-merah sampai cokelat, kadang-kadang sangat merah atau
cokelat-merah tua seringkali dengan gari-aris berwarna gelap hampir hitam. Kayu
gubalnya berwarna lebih muda dan tidak selalu dapat dibedakan dengan jelas dari
kayu teras, tebal 5 – 12,5 cm.
Tekstur kayu
sedikit kasar sampai cukup kasar.Kayu palapi secara umum termasuk kelas awet
II-IV. Keterwaetan kayu termasuk kelas sukar. Kayu palapi dapa mengerin dengan
bai meskipun ada kecenderungan mudah mengalami retak permukaan
·
Tapi-Tapi (Santiria
laevigata)
Tapi-tapi memiliki nama latin Santiria
laevigata Blume. Tapi-tapi merupakan salah satu spesies yang termasuk
famili Burseraceae. Nama lain kayu tapi-tapi antara lain kerantai, kedondong
kerantai lichin, berambang, kambajau burung, dan pegah kabu-kabu. Tinggi pohon
tapi-tapi bisa mencapai 57 m dan memiliki diameter 126 cm, daunnya berbentuk
alternet, biasanya ditemukan dihutan campuran tetapi juga bisa ditemukan di
hutan rawa dan hutan keranga. Sebagian besar di lereng bukit dengan tanah
berpasir.
III.
METODE
PRAKTEK
3.1
Waktu
dan Tempat
Praktikum Teknologi
Hasil Hutan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 11 Januari 2013 pada pukul
13.30 WITA sampai selesai bertempat di PT. Tatehe Nusa Jaya, di Jalan Sarovele, Kelurahan Kayumalue Ngapa,
Kecamatan Palu Utara, Palu, Sulawesi Tengah.
3.2
Bahan
dan Alat
Bahan
dan alat yang digunakan selama praktikum adalah alat tulis menulis dan alat
dokumentasi
3.3
Cara Kerja
1.
Menyiapkan beberapa pertanyaan sebagai
bahan wawancara kepada narasumber.
2.
Meninjau lokasi yang akan dijadikan
tempat praktek.
3.
Mengajukan pertanyaan mengenai proses
pengerjaan kayu, mesin-mesin yang digunakan dan lain sebagainya.
4.
Mengambil gambar pada lokasi tersebut.
IV.
GAMBARAN
UMUM LOKASI
PT. Tatehe Nusa Jaya. Beralamat
dijalan Sarovele Kel. Kayumalue Ngapa Kec. Palu Utara Kota PaluTelp. (0451)
491149, Fax (0451) 491728, berdiri sejak tahun 2001 pada lahan seluas 20.358 M²
(2.036 Ha), dibawah pimpinan (Direktur) Bapak / Mr. RECKY WENTINUSA yang
bergerak dibidang pemanfaatan hasil kayu hutan alam yang memiliki hak, hasil
produksi di Export ke berbagai Negara bagian Asia dan Eropa. Semua hasil
produksi dijual/diperdagangkan atas nama sendiri dan jenis produk – produk kayu
olahan yang tersetifikasi antara lain :
- Door Jamb
- E2e
- Finger Join Solid
- Finger Join Laminated Board
- Finger Join Laminated Block
- Moulding Profile
- Shutter Board TC
4.1
Pembahasan
4.1.1
Proses
produksi kayu
Sebagai
produk alam yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal
selama pembentukannya, kayu memiliki variasi yang sangat tinggi. Variasi tidak
hanya terjadi antar species, tetapi juga antar pohon dalam satu species, bahkan
antar bagian dalam satu batang pohon. Variasi kekuatan kayu antar bagian dalam
satu batang pohon sebagian besar disumbangkan oleh cacat-cacat kayu selain
posisinya di sebatang pohon.
Proses
produksi dikerjakan oleh orang-orang yang berpengalaman sebagai tukang kayu
maupun sebagai pengrajin seni ukir yang sudah ahli, dan para tenaga kerjanya
merupakan penduduk asli Desa Kayumalue yang sudah terkenal sebagai pengrajin
kerajinan kayu. Barang-barang yang dihasilkan berbahan dasar dari kayu
bintangur, bayur, tapi-tapi, palapi, nyatoh yang memiliki kualitas tinggi
dibandingkan dengan jenis kayu yang lain.
Kualitas
yang baik merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh industri kayu,
apabila produk tersebut akan dipasarkan kepada konsumen dalam dan luar negeri.
Dalam kaitan ini proses produksi sangat erat kaitannya dengan bahan-bahan yang
dipergunakan, peralatan serta keterampilan tenaga kerja yang terliat dalam
proses produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kayu antara lain
adalah kualitas bahan kayu yang digunakan dalam proses produksi, proses
pengeringan kayu yang tidak sempurna, dan finishingnya kurang halus atau rapi.
Diagram alur proses produksi :
Kayu log/glondong dimasukkan
ke dalam mesin Saw Mill untuk diolah
menjadi papan à pengeringan (Kiln Dried) à mesin Sercle (pembelahan) à mesin Cutter Saw (pemotongan)
à mesin Scrall Band Saw à mesin Moulding à mesin : ten oner, mortizer,
boor, profil à mesin Sanding à Asembling (pengeleman,
pemasangan hardware/aksesories) à Finishing à Packing à Pengiriman.
Di dalam pembuatan furniture ada beberapa tahapan proses,
adapun tahapan dalam proses produksi tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Kayu glondong/log masuk mesin Saw Mill yaitu proses
pembelahan/penggergajian dari bahan baku dasar menjadi bahan baku yang sudah
berupa papan.
2.
Proses pengeringan (Kiln Dried) dengan sistem pemanasan tertentu agar
kadar air yang terkandung di dalam kayu bisa dikurangi sampai dengan kadar
kelembaban 12-15 %. Hal ini dimaksud untuk mengurangi resiko kayu menjadi pecah
dan melengkung, dan juga kayu tidak akan mengalami penyusutan lagi.
3.
Proses pembelahan menjadi komponen sesuai dengan lebar yang dikehendaki
dengan mesin SERCLE.
4.
Proses pemotongan dengan mesin potong/Cutter Saw : kayu dipotong-potong
sesuai dengan panjang yang dibutuhkan.
5.
Proses pembuatan komponen furniture dengan memakai mesin Scrall Band Saw.
6.
Proses penyerutan agar kayu lapis halus dan sama ukuran tebal lebarnya
dengan mesin Planner/mesin serut atau juga bissa dengan mesin Moulding.
7. Proses pemasukankedalammesin yang
meliputi :
a.
Mesin TENONER yaitu proses pembuatan pen untuksistempertemuan.
b.Mesin MORTIZER yaitu proses pembuatan lubang boor guna penempatan baut
ataupun dowel-dowel yang bersifat barang knock down.
c. Mesin Profil yaitu proses pembuatan variasi profil apabila diperlukan.
8. Proses memasukkan ke dalam mesin SANDING untuk semua komponen
yang sudah selesai diproses, sehingga akan diperoleh komponen yang sudah halus dengan
ukuran yang sama sebelum dilakukan penyetelan.
9. Proses ASSEMBLING atau penyetelan yaitu
proses menyetel/merangkai dari komponen menjadi barang jadi yang meliputi pengeleman
dan pemasangan hardware atau aksesoris lain yang dibutuhkan.
10.Proses Finishing, yaitu proses
pengamplasan terakhir dengan sistem manual. Proses finishing ini juga bisa meliputi
proses politu atau cat apabila diperlukan.
11.Proses packing, yaitu proses pengepakan dengan box agar
barang-barang yang akan dikirim tidak mengalami kerusakan.
12.Proses pengiriman produk kepasaran di dalam negeri maupun luar negeri
(ekspor).
4.1.2
Latar
belakang perusahaan
Profil
Perusahaan
PT. Tatehe
Nusa Jaya (PT. TNJ) awalnya berdiri dengan nama UD. Maka’ampo, pada tahun 1996.
UD. Maka’ampo bergerak dalam perdagangan kayu local dan antar pulau. Pada tahun
1999, UD. Maka’ampo mulai mengembangkan usahanya dengan mengeksport kayu keluar
Indonesia. Seiring dengan perkembangan usaha, pada tanggal 28 Mei 2001, UD.
Maka’ampo berubah nama menjadi CV. Tatehe Nusa Jaya (TNJ).
Dengan wilayah pasar yang semakin
luas, CV. TNJ mempunyai banyak peluang untuk lebih maju dan berkembang. Dalam
rangka mengakomodir peluang tersebut, pada tanggal 3 Februari 2007 CV. TNJ
berganti status hukum menjadi PT. Tatehe Nusa Jaya, yang bergerak tidak hanya
dalam perdagangan kayu ekspor, tetapi juga kontraktor dalam bidang pembangunan.
1.
Fasilitas
Dalam memproduksi
kayu eksport, PT. TNJ memiliki fasilitas perlengkapan, peralatan, juga
bersumber dari hutan yang didukung dengan administrasi perizinan dari
pemerintah setempat yang legal.
2. Sumber Kayu
Produk kayu PT. TNJ berasal dari hutan yang dengan
izin yang telah dilegalisasi oleh pemerintah, dapat dikelola sendiri oleh
pemilik PT. TNJ, yang selanjutnya disebut hutan IPKHH (Izin Pemanfaatan Kayu
Hutan Hak, no. 522.1/361.a/VII/BID.PPH) dan pembelian bebas resmi di kabupaten
Parimo, Poso, Morowali, Luwuk Banggai dan Proponsi. Gorontalo.
3. Pabrik
Dalam rangka efisiensi aktivitas produksi, PT. TNJ
memiliki pabrik pengolahan kayu sendiri.
· Pabrik untuk memproduksi kayu gergajian.
Berlokasi di desa Sibayu, kecamatan Balaesang.
Berjarak sekitar 130 km dari ibukota propinsi (Palu).
·
Pabrik Finishing / Pengolahan.
Berlokasi di kel. Kayumalue, kec. Palu Selatan.
Berjarak +16 km dari Palu, dan digunakan untuk mengerjakan kayu finishing dan
persiapan export. Dengan jarak 30 menit dari ibukota propinsi, memudahkan
pengiriman dan pengurusan dokumen serta administrasi pengiriman.
·
CV. Produksi
PT. Tatehe Nusa Jaya (TNJ) juga mendirikan perusahaan
baru yang bergerak di bidang penggergajian kayu untuk mendukung produksi PT.
TNJ, atas nama CV. SOJOL JAYA, yang bertempat di Desa Bou, kec. Sojol, kab.
Donggala, Sulawesi Tengah. Berjarak + 230km dari Palu.
4. Wilayah
Pemasaran
Selama ini,
PT. TNJ telah menyuplai kayu ke berbagai negara di Eropa Barat, Asia, Afrika,
dan Australia. Beberapa perusahaan dari negara-negara tersebut telah menjadi
pelanggan tetap PT. TNJ, seperti sebagai berikut :
· Aimpex Pte. Ltd (Singapore)
· France Timber s.a.r.l (France)
· J H Industries
· SM Wood Industries
· Seo Hae Mozes Co.Ltd
· Dongjing Trading
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pernyataan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
·
Kegunaan kayu
sangat tergantung pada sifat – sifat kayu yang bersangkutan.Kayu
merupakan hasil hutan yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan
kemajuan teknologi.
·
Proses mengenai
pengeringan, pengawetan, pemotongan, penghalusan, penyambungan dan tahap
pengangkutan kayu menggunakan mesin-mesin teknologi yang telah canggih dan
berkualitas tinggi. Seperti saat pengepresan menggunakan mesin laminating,
pemotongan kayu menggunakan mesin prostcut, penghalus kayu menggunakan mesin
blendur, penyambungan kayu menggunakan mesin fingerjoint.
·
Kayu-kayu yang
diolah di PT. Tatehe Nusantara ini kebanyakan jenis kayu Bintangur (Calophyllum inophyllum L.), Palapi (Heritiera javanica sp.), Nyatoh (Palaquium xanthoxhymum P.), Bayur (Pterospermum spp.)dan masih banyak lagi. Kayu-kayu tersebut diekspor sesuai dengan
permintaan saja dan hanya diekspor diluar Sulawesi saja.
5.2
Saran
Sebaiknya asisten dosen
dapat memandu dalam berjalannya praktikum agar proses praktikum dapat berjalan
dengan baik sehingga meminimalisir kesalahan atau kebingungan yang terjadi pada
praktikan. Dan sebaiknya waktu yang diberikan dapat diperpanjang lebih sedikit
lagi berhubung praktikan tengah dalam proses pengerjaan laporan praktikum pada
mata kuliah yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti dan Erniwaty, S.hut. 2000.
Hand out : Dasar-dasar Teknologi Hasil
Hutan. Fakultas Pertanian UNTAD. Palu
Diakses pada
tanggal 12 Januari 2013
Diakses pada tanggal 12 Januari 2013
http://www.scribd.com/doc/39610569/Industri-Hasil-Hutan
Diakses pada tanggal 15 Januari 2013
http://tatehe.com/profile.php
Diakses pada tanggal 15 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar