Selasa, 16 Juni 2020

Makalah "Neraca Kehidupan Kupu-kupu Raja"


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kupu-kupu merupakan salah satu jenis serangga dari ordo Lepidoptera yang memiliki kombinasi corak warna yang variatif dan berperan sebagai salah satu satwa penyerbuk pada proses pembuahan bunga (Saputro 2007) dan salah satunya yaitu Kupu Raja (Troides helena). Kupu Raja merupakan spesies yang dilindungi karena populasinya yang telah menurun. Sampai saat ini, T. Helena menjadi obyek perburuan para kolektor kupu-kupu karena mempunyai bentuk dan pola warna yang menarik. Di alam, kelangsungan hidup kupu raja semakin terancam karena semakin berkurangnya habitat sebagai tempat hidup dan reproduksi serta akibat perburuan yang untuk diperdagangkan (Mardiana et.al 2002). Ma’ruf Manager Kanopi Indonesia menjelaskan, berkurangnya habitat Troides helena dapat menurunkan populasinya, dimana penurunan habitat menyebabkan melemahnya kemampuan hidup.
Troides helena merupakan salah satu kupu-kupu yang memiliki kombinasi warna sayap indah dan berukuran besar, sehingga menarik perhatian kolektor. Kupu-kupu T. helena termasuk satwa yang diperdagangkan dan telah memasukkan devisa dari subsektor kehutanan Indonesia (Dephut 2009 dalam Nurjannah 2010). Untuk mencegah dari kepunahan karena eksploitasi yang berlebihan, maka pemerintah melindungi T. helena melalui PP No. 7 Tahun 1999 (Noerdjito 2001 dalam Nurjannah 2010). Semua genus Troides masuk dalam daftar Appendix II CITIES, sehingga perdagangan jenis ini harus merupakan hasil budi daya di penangkaran.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui kelangsungan hidup kupu-kupu Troides helena Linn. yang didasari pada tabel kehidupan (neraca kehidupan) berdasarkan studi literatur kupu-kupu Raja (Troides helena helena Linn.).


PEMBAHASAN
Klasifikasi Kupu-kupu Raja
Klasifikasi T. Helena menurut Triplehorn & Johnson (2005) dan Tsukada & Nishiyama (1982) adalah sebagai berikut :
Filum                 : Arthopoda
Subfilum            : Mandibulata
Kelas                  : Insekta
Subkelas                        : Pterygota
Ordo                  : Lepidoptera
Superfamili        : Papilionoidea
Famili                 : Papilionidae
Subfamili           : Papilioninae
Tribe                  : Troidini
Genus                : Troides
Spesies               : Troides helena
Subspesies         : Troides helena helena Linnaeus, 1758

Siklus Hidup Kupu-kupu Raja
Kupu-kupu mengalami metamorfis sempurna (holometabola), yaitu memiliki empat stadia dalam hidupnya yang terdiri atas telur (ovum), ulat (larva), kepompong (pupa) dan kupu-kupu dewasa (imago) (Gullan & Cranston 2000 dalam Nurjanah 2010). Nurjanah (2010) menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh kupu-kupu dalam siklus hidupnya bervariasi.
Larva yang baru menetas dari telur berukuran sangat kecil. Stadia larva adalah fase makan yang intesif karena sebagian besar pertumbuhan tubuh Lepidoptera terjadi pada fase larva. Larva mengalami pergantian kulit, dimana kulit lama dilepaskan dan diganti dengan kulit baru yang ukurannya sesuai. Hal tersebut untuk mengantisipasi kulit yang tidak elastis, sehingga untuk menjadi besar larva mengalami pergantian kulit dari waktu ke waktu (Carey-Hughes & Pickford 1997 dalam Nurjanah (2010).
Pupa adalah masa tidak makan dan merupakan masa reorganisasi serta trasnformasi organ-organ-organ calon imago (Braby 2000 dalam Nurjanah 2014). Untuk meletakkan diri pada substrat, pupua memiliki serat-serat sutera yang dihasilkan oleh larva dari kelenjar sutera. Lama masa pupua kupu-kupu berkisar beberapa hari sampai sebulan lebih (Mastright & Rosariyanto 2005 dalam Nurjanah 2010). Fase pupa merupakan suatu periode tidak bergerak, namun pupa T. Helena melakukan gerakan berkejang dan mengeluarkan bunyi desis apabila terganggu (Carey-Hughes & Pickford 1977 dalam Nurjanah 2010).
Stadia setelah pupa adalah imago. Imago keluar dari pupa dengan membuka bagian atas pupa. Selanjutnya dengan tungkai depan berpegang pada tangkai atau substrat lalu menarik diri keluar dari pupa yang basah. Saat pertama keluar dari pupa, sayap iamgo masih basah dan terlipat. Imago yang baru keluar dari pupa akan mengeluarkan cairan dari abdomennya, kemudian menegeringkan tubuh dengan cara mengepak-ngepakkan sayapnya. Seluruh proses ini biasanya berlangsung di pagi hari saat cuaca cerah (Mastright & Rosariyanto 2005 dalam Nurjanah 2010). Panjang sayap depan imago T. helena adalah 81.00 mm (Garcia-Barros 2000 dalam Nurjanah 2010).

Neraca Kehidupan
Neraca kehidupan menggambarkan tentang perkembangan, kelangsungan hidup, produktivitas atau kesuburan induk betina pada suatu kelompok dan menyajikan data dasar parameter pertumbuhan populasi. Neraca kehidupan dihasilkan dari data lapangan dan digunakan untuk mengistimasi kemampuan adpatasi populasi yang dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotic (Gabre et.al 2005 dalam Nurjanah 2010). Kelahiran dan kematian dapat ditabulasi dengan menggunakan life table. Neraca kehidupan juga merupakan ringkasan pernyataan yang memuat tipe kehidupan dan populasi atau kelompok individu, sehingga harapan hidup dapat diperhitungkan (Price 1984 dalam Nurjanah 2010).
Lama waktu Setiap Stadia T.h. helena
Lama waktu yang dibutuhkan oleh T. h. helena hasil penangkaran pada setiap stadia sangat bervariasi. Pupa berasal dari alam kemudian dikembangkan di penangkaran. Waktu terlama adalah stadia pupa yang memiliki rataan waktu 18 ± 0.70 hari. Waktu paling singkat adalah pada stadia pre-pupa yang hanya membutuhkan waktu 1± 0.00 hari. Pre-pupa adalah masa larva berhenti makan dan menggantung pada substrat dengan menggunakan sutera dan kremaster sebelum menjadi pupa. Total waktu yang dibutuhkan untuk semua stadia di penangkaran adalah 70 ± 18.55 hari (Nurjanah 2010).  
Tabel 1. Rataan lama waktu setiap stadia T. h. helena (Nurjanah 2010)
Berdasarkan hasil pengamatan Nurjanah (2010), diketahui bahwa suhu yang tinggi akan mempercepat waktu tiap stadia T. h. helena dan suhu rendah akan mempengaruhi aktivitas terbang imago. Pada suhu rendah imago lebih banyak berlindung di bawah tanaman, sehingga mudah terserang oleh predator. Intensitas cahaya di kubah penangkaran juga mempengaruhi aktivitas imago untuk menghisap nectar, kawin dan bertelur. Intensitas cahaya yang cocok di penangkaran berkisar antara 500 – 7500 lux.
Kelangsungan Hidup T. h. helena
Rataan (n=3) proporsi jumlah individu yang hidup tiap stadia (kelas umur) pada T.h. helena, menunjukkan kelangsungan hidup terendah terjadi pada stadia telur. Jumlah telur adalah 36 dan yang menetas menjadi larva instar ke 1 hanya 16 larva. Hal ini berarti persentase penetasan telur hanya 0.44 atau 44 %. Penurunan angka kelangsungan hidup terus terjadi pada stadia berikutnya sampai pada stadia terakhir, yaitu stadia imago. Kelangsungan hidup imago betina adalah 0.08 atau 8 % dari total angka stadia awal, yaitu dihasilkan 3 imago betina dari 36 telur.
Tabel 2 Life table T. h. helena hasil penangkaran di IPB (Nurjanah 2010)
Kelangsungan hidup T. h. helena dipengaruhi oleh kematian yang terjadi pada tiap stadia. Kematian (mortalitas) tertinggi terjadi pada stadia telur, yaitu 56 % dan kematian terendah pada larva instar ke 3 dan instar ke 5 sebesar 0 %. Selanjutnya, dibuat kurva kelangsungan hidup. Kurva kelangsungan hidup yang dihasilkan termasuk tipe III (Hegazy 1992 dalam Nurjanah 2010). Hal ini berarti angka kematian tertinggi terjadi pada stadia awal (pradewasa) dan kematian rendah terjadi pada stadia dewasa (Campbell et.al 2006 dalam Nurjanah 2010).
Gambar 1.Grafik kurva kelangsungan hidup T. h. helena di penangkaran (Nurjanah 2010)

Persentase peluang hidup T. h. helena dari satu stadia ke stadia berikutnya dapat ditunjukkan dengan life table diagramatik. Peluang hidup tertinggi terjadi dari fase larva instar 3 ke larva instar 4, dari fase larva instar 5 ke pre-pupa, dan dari pupa ke imago yaitu 100 %. Peluang hidup terendah adalah dari stadia telur ke larva instar 1 yang hanya mencapai 0.44 atau 44 % (Nurjanah 2010).


Gambar 2. Diagram life table T. h. helena (n=3) (Nurjanah 2010)
Rendahnya persentase peluang hidup dari satu stadia ke stadia berikutnya, disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah parasitoid dan predator. Parasitoid yang menyerang stadia telur adalah serangga dari ordo Hymenoptera, family Scelionidae (Goulet & Huber 1993 dalam Nurjanah 2010). Predator yang menyerang imago di kubah penangkaran adalah laba-laba, cicak dan kadal (Nurjanah 2010). Nurjanah (2010) lebih menjelaskan bahwa tanda imago yang diserang oleh laba-laba diketahui dari sarang laba-laba yang melekat pada tubuh imago yang disrang dan imago yang diserang oleh cicak ditandai dengan hilangnya sebagian atau seluruh tubuh dan hanya tersisa sayapnya.
Kupu-kupu memiliki musuh alami, berupa predator, parasite, dan parasitoid. Predator kupu-kupu adalah dari kelompok arthropoda (tungau, laba-laba, kumbang, semut), burung, reptile dan mamalia kecil. Parasite dan penyakit yang menyerang kupu-kupu adalah cendawan, bakteri, virus, protozoa, nematoda, dan tungau. Parasitoid yang menyerang telur-pupa spesies ini adalah dari kelompok Hymenoptera dan Diptera (Dempster 1984 dalam Nurjanah 2010).


Fekunditas (Keperidian) Imago Betina
Fekunditas dari tiga betina T. h. helena yang dibuahi (fertile), didapatkan jumlah telur yang dihasilkan per hari dengan kisaran 4-8 telur, dengan rataan 6.65 ± 2.21 telur. Jumlah telur yang dihasilkan per betina adalah berkisar 21-153 telur, dengan rataan 100.33 ± 69.92 telur. Masa peneluran betina antara 5-21 hari, dengan rataan 13.67 ± 8.08 hari. Puncak peneluran terjadi pada hari ke-3. Persentase telur yang menetas antara 84.31 – 85.82 % dengan rataan 85.28 % ± 0.84 %.
Reproduksi serangga dipengaruhi oleh faktor antara lain: suhu, kelembaban, photoperiod, ketersediaan pakan, dan kesesuaian substrat peletakan telur (Gullan & Cranston 2000 dalam Nurjanah 2010). Mevi-Schutz & Erhadt (2005)  melaporkan bahwa kandungan asam amino yang tinggi pada nektar akan meningkatkan fekunditas kupu-kupu. Pemberian larutan madu sebagai sumber nektar juga dapat meningkatkan fekunditas kupu-kupu (Lederhouse et.al 1990 dalam Nurjanah 2010). Hasil pengamatan menunjukkan faktor yang mempengaruhi peneluran betina antara lain umur betina, lama peneluran, ukuran tubuh betina, gangguan dari jantan, banyaknya predator, kelimpahan sumber nektar, tanaman pelindung, suhu dan kelembaban udara (Nurjanah 2010).
Lama umur betina dan lamanya umur peneluran mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan. Jumlah telur yang banyak akan memungkinkan banyaknya generasi yang dihasilkan oleh betina. Banyaknya jumlah generasi akan mempengaruhi ukuran populasi spesies tersebut. Kekurangan sumber nektar dapat berakibat pada usia peneluran dan aktivitas peneluran. Ukuran tubuh betina dapat menjadi ukuran banyaknya telur yang dihasilkan. Gangguan dari jantan yang selalu mengejar betina untuk kawin, dapat menyebabkan kesempatan betina untuk bertelur menjadi berkurang. Keberadaan predator juga mempengaruhi usia betina dan usia peneluran betina. Betina yang baru saja melakukan perkawinan langsung dimangsa oleh predator saat beristirahat (Nurjanah 2010).
Untuk mengantisipasi berbagai kendala, berbagai hal yang terkait dengan fekunditas betina harus diperhatikan. Ketersediaan sumber nektar merupakan hal yang mempengaruhi betina selama masa peneluran. Keseimbagan seks ratio jantan dan betina juga mempengaruhi kesempatan betina bertelur. Jumlah jantan yang lebih banyak dari betina dapat mengakibatkan betina stress dan kurang memiliki kesempatan untuk mengisap nektar dan bertelur (Nurjanah 2010).
Mardiana (2000) melaporkan bahwa waktu yang diperlukan T. helena untuk menyelesaikan satu siklus hidupnya di dalam penangkaran adalah 86,9 hari, terdiri dari masa inkubasi telur 8,7 hari, larva 16 hari, pupa 25 hari dan imago 10 hari. Laju kematian pada masing-masing fase cenderung konstan. Da ri jumlah telur yang dihasilkan, sekitar 24 % berhasil menjadi imago.

SIMPULAN
Kesimpulan
Neraca kehidupan ditentukan oleh faktor internal dan eksternal, dimana faktor internal yaitu peluang hidup, pertumbuhan populasi,  dan reproduksi. Sementara untuk faktor eksternal yaitu kualitas habitat, kondisi iklim, dan predator (gangguan). Kelangsungan hidup T. h. helena dipengaruhi oleh kematian yang terjadi pada tiap stadia. Kematian (mortalitas) tertinggi terjadi pada stadia telur, yaitu 56 %. Peluang hidup tertinggi terjadi dari fase larva instar 3 ke larva instar 4, dari fase larva instar 5 ke pre-pupa, dan dari pupa ke imago yaitu 100 %. Peluang hidup terendah adalah dari stadia telur ke larva instar 1 yang hanya mencapai 0.44 atau 44 %. Faktor eksternal sangat mempengaruhi faktor internal. Rendahnya persentase peluang hidup dari satu stadia ke stadia berikutnya disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah parasitoid dan predator.

DAFTAR PUSTAKA
Nurjanah, ST. 2010. Biologi Troides helena helena dan Troides helena Hephaestus (Papilionidae) di Penangkaran [Tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana IPB.
Saputro, NA. 2007. Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu Di Kampus IPB Dramaga [Skripsi]. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor.
Mardiana, A, Atmowid, T, Amir, M. 2000. Morfologi dan Siklus Hidup Kupu Raja Troides helena Linnaeus (Lepidoptera: Papilionidae) yang Dipelihara dalam Penangkaran [Prosiding Seminar]. Seminar Nasional Entomologi dalam Perubahan Lingkungan dan Sosial. Perhimpunan Entomologi Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar