PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kupu-kupu
merupakan salah satu jenis serangga dari ordo Lepidoptera yang memiliki
kombinasi corak warna yang variatif dan berperan sebagai salah satu satwa
penyerbuk pada proses pembuahan bunga (Saputro 2007) dan salah satunya yaitu
Kupu Raja (Troides helena). Kupu Raja
merupakan spesies yang dilindungi karena populasinya yang telah menurun. Sampai
saat ini, T. Helena menjadi obyek
perburuan para kolektor kupu-kupu karena mempunyai bentuk dan pola warna yang
menarik. Di alam, kelangsungan hidup kupu raja semakin terancam karena semakin
berkurangnya habitat sebagai tempat hidup dan reproduksi serta akibat perburuan
yang untuk diperdagangkan (Mardiana et.al
2002). Ma’ruf Manager Kanopi Indonesia menjelaskan,
berkurangnya habitat Troides helena dapat menurunkan populasinya, dimana
penurunan habitat menyebabkan melemahnya kemampuan hidup.
Troides helena merupakan salah satu kupu-kupu yang
memiliki kombinasi warna sayap indah dan berukuran besar, sehingga menarik
perhatian kolektor. Kupu-kupu T. helena
termasuk satwa yang diperdagangkan dan telah memasukkan devisa dari subsektor
kehutanan Indonesia (Dephut 2009 dalam
Nurjannah 2010). Untuk mencegah dari kepunahan karena eksploitasi yang
berlebihan, maka pemerintah melindungi T.
helena melalui PP No. 7 Tahun 1999 (Noerdjito 2001 dalam Nurjannah 2010). Semua genus Troides masuk dalam daftar
Appendix II CITIES, sehingga perdagangan jenis ini harus merupakan hasil budi
daya di penangkaran.
Makalah
ini bertujuan
untuk mengetahui kelangsungan hidup kupu-kupu Troides helena Linn. yang didasari pada tabel
kehidupan (neraca kehidupan) berdasarkan studi literatur kupu-kupu Raja (Troides helena helena Linn.).
PEMBAHASAN
Klasifikasi Kupu-kupu
Raja
Klasifikasi
T. Helena menurut Triplehorn & Johnson (2005) dan Tsukada & Nishiyama
(1982) adalah sebagai berikut :
Filum : Arthopoda
Subfilum : Mandibulata
Kelas : Insekta
Subkelas : Pterygota
Ordo : Lepidoptera
Superfamili : Papilionoidea
Famili : Papilionidae
Subfamili : Papilioninae
Tribe : Troidini
Genus : Troides
Spesies : Troides helena
Subspesies : Troides
helena helena Linnaeus, 1758
Siklus Hidup Kupu-kupu
Raja
Kupu-kupu
mengalami metamorfis sempurna (holometabola), yaitu memiliki empat stadia dalam
hidupnya yang terdiri atas telur (ovum), ulat (larva), kepompong (pupa) dan
kupu-kupu dewasa (imago) (Gullan & Cranston 2000 dalam Nurjanah 2010). Nurjanah (2010) menyatakan bahwa waktu yang
dibutuhkan oleh kupu-kupu dalam siklus hidupnya bervariasi.
Larva
yang baru menetas dari telur berukuran sangat kecil. Stadia larva adalah fase
makan yang intesif karena sebagian besar pertumbuhan tubuh Lepidoptera terjadi
pada fase larva. Larva mengalami pergantian kulit, dimana kulit lama dilepaskan
dan diganti dengan kulit baru yang ukurannya sesuai. Hal tersebut untuk
mengantisipasi kulit yang tidak elastis, sehingga untuk menjadi besar larva
mengalami pergantian kulit dari waktu ke waktu (Carey-Hughes & Pickford
1997 dalam Nurjanah (2010).
Pupa
adalah masa tidak makan dan merupakan masa reorganisasi serta trasnformasi
organ-organ-organ calon imago (Braby 2000 dalam
Nurjanah 2014). Untuk meletakkan diri pada substrat, pupua memiliki serat-serat
sutera yang dihasilkan oleh larva dari kelenjar sutera. Lama masa pupua
kupu-kupu berkisar beberapa hari sampai sebulan lebih (Mastright &
Rosariyanto 2005 dalam Nurjanah
2010). Fase pupa merupakan suatu periode tidak bergerak, namun pupa T. Helena
melakukan gerakan berkejang dan mengeluarkan bunyi desis apabila terganggu
(Carey-Hughes & Pickford 1977 dalam
Nurjanah 2010).
Stadia
setelah pupa adalah imago. Imago keluar dari pupa dengan membuka bagian atas
pupa. Selanjutnya dengan tungkai depan berpegang pada tangkai atau substrat
lalu menarik diri keluar dari pupa yang basah. Saat pertama keluar dari pupa,
sayap iamgo masih basah dan terlipat. Imago yang baru keluar dari pupa akan
mengeluarkan cairan dari abdomennya, kemudian menegeringkan tubuh dengan cara
mengepak-ngepakkan sayapnya. Seluruh proses ini biasanya berlangsung di pagi
hari saat cuaca cerah (Mastright & Rosariyanto 2005 dalam Nurjanah 2010). Panjang sayap depan imago T. helena adalah 81.00 mm (Garcia-Barros
2000 dalam Nurjanah 2010).
Neraca Kehidupan
Neraca kehidupan
menggambarkan tentang perkembangan, kelangsungan hidup, produktivitas atau
kesuburan induk betina pada suatu kelompok dan menyajikan data dasar parameter
pertumbuhan populasi. Neraca kehidupan dihasilkan dari data lapangan dan
digunakan untuk mengistimasi kemampuan adpatasi populasi yang dipengaruhi oleh
faktor biotik dan abiotic (Gabre et.al 2005 dalam
Nurjanah 2010). Kelahiran dan kematian dapat ditabulasi dengan menggunakan life
table. Neraca kehidupan juga merupakan ringkasan pernyataan yang memuat tipe
kehidupan dan populasi atau kelompok individu, sehingga harapan hidup dapat
diperhitungkan (Price 1984 dalam Nurjanah
2010).
Lama waktu Setiap
Stadia T.h. helena
Lama
waktu yang dibutuhkan oleh T. h. helena
hasil penangkaran pada setiap stadia sangat bervariasi. Pupa berasal dari alam
kemudian dikembangkan di penangkaran. Waktu terlama adalah stadia pupa yang
memiliki rataan waktu 18 ± 0.70 hari. Waktu paling singkat adalah pada stadia
pre-pupa yang hanya membutuhkan waktu 1± 0.00 hari. Pre-pupa adalah masa larva
berhenti makan dan menggantung pada substrat dengan menggunakan sutera dan
kremaster sebelum menjadi pupa. Total waktu yang dibutuhkan untuk semua stadia
di penangkaran adalah 70 ± 18.55 hari (Nurjanah 2010).
Tabel 1. Rataan lama waktu setiap
stadia T. h. helena (Nurjanah 2010)
Berdasarkan hasil pengamatan Nurjanah
(2010), diketahui bahwa suhu yang tinggi akan mempercepat waktu tiap stadia T. h. helena dan suhu rendah akan
mempengaruhi aktivitas terbang imago. Pada suhu rendah imago lebih banyak
berlindung di bawah tanaman, sehingga mudah terserang oleh predator. Intensitas
cahaya di kubah penangkaran juga mempengaruhi aktivitas imago untuk menghisap nectar,
kawin dan bertelur. Intensitas cahaya yang cocok di penangkaran berkisar antara
500 – 7500 lux.
Kelangsungan Hidup T. h. helena
Rataan (n=3) proporsi
jumlah individu yang hidup tiap stadia (kelas umur) pada T.h. helena, menunjukkan kelangsungan hidup terendah terjadi pada
stadia telur. Jumlah telur adalah 36 dan yang menetas menjadi larva instar ke 1
hanya 16 larva. Hal ini berarti persentase penetasan telur hanya 0.44 atau 44 %.
Penurunan angka kelangsungan hidup terus terjadi pada stadia berikutnya sampai
pada stadia terakhir, yaitu stadia imago. Kelangsungan hidup imago betina
adalah 0.08 atau 8 % dari total angka stadia awal, yaitu dihasilkan 3 imago
betina dari 36 telur.
Tabel 2 Life
table T. h. helena hasil penangkaran di IPB (Nurjanah 2010)
Kelangsungan hidup T. h. helena dipengaruhi oleh kematian yang terjadi pada tiap
stadia. Kematian (mortalitas)
tertinggi terjadi pada stadia telur, yaitu 56 % dan kematian terendah pada
larva instar ke 3 dan instar ke 5 sebesar 0 %. Selanjutnya, dibuat kurva
kelangsungan hidup. Kurva kelangsungan hidup yang dihasilkan termasuk tipe III
(Hegazy 1992 dalam Nurjanah 2010).
Hal ini berarti angka kematian tertinggi terjadi pada stadia awal (pradewasa)
dan kematian rendah terjadi pada stadia dewasa (Campbell et.al 2006 dalam Nurjanah 2010).
Gambar
1.Grafik kurva kelangsungan hidup T. h. helena
di penangkaran (Nurjanah 2010)
Persentase
peluang hidup T. h. helena dari satu
stadia ke stadia berikutnya dapat ditunjukkan dengan life table diagramatik.
Peluang hidup tertinggi terjadi dari fase larva instar 3 ke larva instar 4,
dari fase larva instar 5 ke pre-pupa, dan dari pupa ke imago yaitu 100 %.
Peluang hidup terendah adalah dari stadia telur ke larva instar 1 yang hanya
mencapai 0.44 atau 44 % (Nurjanah 2010).
Gambar 2. Diagram life table T. h. helena
(n=3) (Nurjanah 2010)
Rendahnya
persentase peluang hidup dari satu stadia ke stadia berikutnya, disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya adalah parasitoid dan predator. Parasitoid yang
menyerang stadia telur adalah serangga dari ordo Hymenoptera, family
Scelionidae (Goulet & Huber 1993 dalam
Nurjanah 2010). Predator yang menyerang imago di kubah penangkaran adalah
laba-laba, cicak dan kadal (Nurjanah 2010). Nurjanah (2010) lebih menjelaskan
bahwa tanda imago yang diserang oleh laba-laba diketahui dari sarang laba-laba
yang melekat pada tubuh imago yang disrang dan imago yang diserang oleh cicak
ditandai dengan hilangnya sebagian atau seluruh tubuh dan hanya tersisa sayapnya.
Kupu-kupu
memiliki musuh alami, berupa predator, parasite, dan parasitoid. Predator
kupu-kupu adalah dari kelompok arthropoda (tungau, laba-laba, kumbang, semut),
burung, reptile dan mamalia kecil. Parasite dan penyakit yang menyerang
kupu-kupu adalah cendawan, bakteri, virus, protozoa, nematoda, dan tungau.
Parasitoid yang menyerang telur-pupa spesies ini adalah dari kelompok
Hymenoptera dan Diptera (Dempster 1984 dalam
Nurjanah 2010).
Fekunditas (Keperidian)
Imago Betina
Fekunditas dari
tiga betina T. h. helena yang dibuahi
(fertile), didapatkan jumlah telur yang dihasilkan per hari dengan kisaran 4-8
telur, dengan rataan 6.65 ± 2.21 telur. Jumlah telur yang dihasilkan per betina
adalah berkisar 21-153 telur, dengan rataan 100.33 ± 69.92
telur. Masa peneluran betina antara 5-21 hari, dengan rataan 13.67 ± 8.08 hari.
Puncak peneluran terjadi pada hari ke-3. Persentase telur yang menetas antara
84.31 – 85.82 % dengan rataan 85.28 % ± 0.84 %.
Reproduksi serangga dipengaruhi oleh faktor antara lain:
suhu, kelembaban, photoperiod, ketersediaan pakan, dan kesesuaian substrat
peletakan telur (Gullan & Cranston 2000 dalam
Nurjanah 2010). Mevi-Schutz & Erhadt (2005)
melaporkan bahwa kandungan asam amino yang tinggi pada nektar akan
meningkatkan fekunditas kupu-kupu. Pemberian larutan madu sebagai sumber nektar
juga dapat meningkatkan fekunditas kupu-kupu (Lederhouse et.al 1990 dalam Nurjanah 2010). Hasil
pengamatan menunjukkan faktor yang mempengaruhi peneluran betina antara lain
umur betina, lama peneluran, ukuran tubuh betina, gangguan dari jantan,
banyaknya predator, kelimpahan sumber nektar, tanaman pelindung, suhu dan
kelembaban udara (Nurjanah 2010).
Lama umur betina dan lamanya umur peneluran
mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan. Jumlah telur yang banyak akan
memungkinkan banyaknya generasi yang dihasilkan oleh betina. Banyaknya jumlah
generasi akan mempengaruhi ukuran populasi spesies tersebut. Kekurangan sumber
nektar dapat berakibat pada usia peneluran dan aktivitas peneluran. Ukuran
tubuh betina dapat menjadi ukuran banyaknya telur yang dihasilkan. Gangguan
dari jantan yang selalu mengejar betina untuk kawin, dapat menyebabkan
kesempatan betina untuk bertelur menjadi berkurang. Keberadaan predator juga
mempengaruhi usia betina dan usia peneluran betina. Betina yang baru saja
melakukan perkawinan langsung dimangsa oleh predator saat beristirahat
(Nurjanah 2010).
Untuk mengantisipasi berbagai kendala, berbagai hal
yang terkait dengan fekunditas betina harus diperhatikan. Ketersediaan sumber
nektar merupakan hal yang mempengaruhi betina selama masa peneluran.
Keseimbagan seks ratio jantan dan betina juga mempengaruhi kesempatan betina
bertelur. Jumlah jantan yang lebih banyak dari betina dapat mengakibatkan
betina stress dan kurang memiliki kesempatan untuk mengisap nektar dan bertelur
(Nurjanah 2010).
Mardiana (2000) melaporkan bahwa waktu yang diperlukan T. helena untuk menyelesaikan satu
siklus hidupnya di dalam penangkaran adalah 86,9 hari, terdiri dari masa
inkubasi telur 8,7 hari, larva 16 hari, pupa 25 hari dan imago 10 hari. Laju
kematian pada masing-masing fase cenderung konstan. Da ri jumlah telur yang
dihasilkan, sekitar 24 % berhasil menjadi imago.
SIMPULAN
Kesimpulan
Neraca kehidupan ditentukan oleh faktor
internal dan eksternal, dimana faktor internal yaitu peluang hidup, pertumbuhan
populasi, dan reproduksi. Sementara
untuk faktor eksternal yaitu kualitas habitat, kondisi iklim, dan predator
(gangguan). Kelangsungan hidup T. h. helena
dipengaruhi oleh kematian yang terjadi pada tiap stadia. Kematian (mortalitas) tertinggi terjadi pada
stadia telur, yaitu 56 %. Peluang hidup tertinggi terjadi dari fase larva
instar 3 ke larva instar 4, dari fase larva instar 5 ke pre-pupa, dan dari pupa
ke imago yaitu 100 %. Peluang hidup terendah adalah dari stadia telur ke larva
instar 1 yang hanya mencapai 0.44 atau 44 %. Faktor eksternal sangat
mempengaruhi faktor internal. Rendahnya
persentase peluang hidup dari satu stadia ke stadia berikutnya disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya adalah parasitoid dan predator.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurjanah, ST. 2010. Biologi Troides helena helena dan Troides helena Hephaestus
(Papilionidae) di Penangkaran [Tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana
IPB.
Saputro, NA. 2007. Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu Di Kampus IPB Dramaga [Skripsi].
Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor.
Mardiana, A, Atmowid, T, Amir, M. 2000. Morfologi dan Siklus Hidup Kupu Raja Troides
helena Linnaeus (Lepidoptera: Papilionidae) yang Dipelihara dalam Penangkaran
[Prosiding Seminar]. Seminar Nasional Entomologi dalam Perubahan Lingkungan dan
Sosial. Perhimpunan Entomologi Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar