PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Sistem pertumbuhan populasi dikaji menurut perjalanan
waktu tertentu dan menurut laju tertentu, sehingga ia tunduk pada kaidah-kaidah
dinamika. Demikian pula ekosistem yang terbentuk dari populasi serta lingkungan
fisiknya senantiasa berubah dan bertumbuh sepanjang waktu (Tarumingkeng). Pertumbuhan
populasi yang jauh menyimpang dari keadaan keseimbangan dimana terjadi laju
pertumbuhan yang sangat tinggi dari suatu populasi dengan selang waktu relatif
pendek memunculkan teori Ledakan Populasi (Outbreak). Ledakan ini menyebabkan
terjadinya masalah terhadap ekologis maupun ekonomis yang sangat serius,
dikarenakan pencegahannya masih sulit dilakukan
maupun diprediksi.
Beberapa ahli berbeda pendapat dalam menjelaskan hubungan
ledakan populasi ini terhadap lingkungan. Namun, jelas
diketahui bahwa penyebab
ledakan populasi diakibatkan oleh faktor iklim. Seperti yang dituliskan oleh Alison
Middleton, 2015 di Australia tentang terjadinya ledakan populasi Kupu-kupu yang
jauh melebihi kondisi normal dimana akibat kombinasi hujan dan panas yang
tengah melanda kawasan ini (Quessland–red) telah menimbulkan kondisi yang
sempurna bagi serangga untuk berkembang biak. Direktur entomologi Museum
Quessland, Dr. Christine Lambkin, juga mengatakan bahwa laporan perihal
kemunculan spesies dalam jumlah besar telah terjadi dalam kurun waktu 40 tahun,
namun kemunculan Kupu-kupu dalam jumlah besar yang terjadi di tenggara
Queensland dan utara New South Wales ini sangat melimpah, dengan jumlah 1 tiap
1 detik, Dr. Christine Lambkin mengemukakan bahwa ini dikarenakan ada migrasi
dan juga kelahiran baru akibat cuaca (hujan).
Makalah
ini bertujuan untuk
menguraikan faktor penyebab yang
mendorong terjadinya ledakan populasi kupu-kupu, menguraikan
dampak yang diakibatkan dari ledakan populasi kupu-kupu dan menguraikan teknik pengendalian ledakan populasi
kupu-kupu
PEMBAHASAN
Fenomena
Ledakan Populasi
Pengetahuan
mengenai aspek-aspek demografi merupakan salah satu langkah awal dalam
mempelajari perkembangan suatu populasi (Fitriyana 2015). Perubahan nilai
varian dari unsur-unsur iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban dan
sebagainya dalam rentang waktu tertentu merupakan salah satu fenomena
terjadinya keragaman iklim. Perubahan tersebut dapat berupa kejadian iklim
ekstrim pada seluruh ruang dan waktu dari masing-masing unsur iklim, sehingga
menyebabkan kondisi iklim yang tidak sama untuk setiap tahunnya (Hutapea
2011). Hutapea (2011) juga menyatakan
bahwa laju reproduksi dan kelangsungan hidup (survival) serangga terjadi peningkatan kelimpahan dan distribusinya
dipengaruhi oleh suhu.
Serangga
seperti makhluk hidup lainnya yang perkembangannya dipengaruhi oleh faktor
iklim baik secara langsung maupun tidak langsung di antaranya curah hujan,
temperatur, kelembaban relative, udara dan fotoperioditas. Besarnya pengaruh
ini berbeda untuk tiap spesies serangga dan dampak secara langsung dapat
terlihat pada siklus hidup, keperidian, lama hidup serta kemampuan diapause
serangga (Ganaha et al. 2007;
Lastuvka 2009 dalam Hutapea 2011).
Michael (1995) dalam Fitriyana (2015)
juga menjelaskan bahwa beberapa penelitian menunjukkan perkembangan populasi
serangga dipengaruhi oleh suhu, kandungan nutrisi dan keberadaan cendawan
endofit.
Serangga
termasuk ke dalam golongan hewan berdarah dingin. Saat suhu lingkungannya
menurun, suhu tubuh serangga juga ikut menurun yang menyebabkan proses
fisiologis menjadi rendah. Dalam hal ini juga, kemampuan melakukan reproduksi
pada serangga sangat menakjubkan. Lama waktu satu generasi bervariasi dari
beberapa hari hingga tahunan. Bila alam tidak melakukan mekanisme untuk
mengendalikan jumlah serangga maka serangga dapat menutupi seluruh permukaan
bumi (Permana dan Putra).
Fenomena
ledakan populasi pada serangga bergantung pada vegetasi dan vegetasi bergantung
pada curah hujan dan ketika hujan terjadi secara konstan maka akan ada ledakan
dalam berbagai jenis populasi serangga (http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2015-01-22/ledakan-populasi-kupukupu-terjadi-di-queensland/1408957).
Anomali cuaca dan menurunnya jumlah populasi predator alami bisa menjadi salah
satu dari berbagai faktor penyebab terjadinya ledakan populasi terhadap suatu
spesies. Ledakan populasi pada umumnya mencakup 4 fase kepadatan populasi yaitu
: fase pertumbuhan normal, fase perkembangan, fase ledakan populasi dan fase
penurunan populasi.
Sebuah
studi kasus ledakan populasi Kupu-kupu “Harimau Biru” (Tirumala limniace) yang
terjadi di Queensland diakibatkan dengan cuaca (hujan) yang bersamaan
dengan suhu yang hangat atau terjadinya cuaca yang lembab, karena inilah jumlah
serangga tersebut sangat besar. Dr. Christine mengemukakan bahwa suhu yang
hangat disertai dengan hujan akan menyebabkan serangga dewasa berhenti
ber-estivasi, yang merupakan proses hibernasi serangga dan kemudian akan
memunculkan serangga dalam jumlah banyak, selain itu pula kondisi cuaca yang
terjadi merupakan waktu yang sempurna bagi kupu-kupu untuk berimigrasi karena
mereka tidak perlu mengkonsumsi energi sebanyak mungkin untuk tetap hangat dan
terhidrasi (https://www.theguardian.com/environment/2016/nov/10/millions-of-butterflies-herald-insect-influx-in-hot-and-humid-queensland-spring),
lanjut Dr. Christine menjelaskan bahwa tanaman serangga (kupu-kupu) tersebut
tumbuh subur sehingga memungkinkan bagi para betina untuk meletakkan
telur-telur mereka, dan mereka mampu berkembang biak dengan banyak.
(a) ©Copyright by Tina Jensen (b) © Copyright by Hongmin Kan
Gambar 1. (a) (b) Ledakan
Populasi “Harimau Biru” (Tirumala
limniace) di Queesnland
Gambar
2. Ledakan Populasi Kupu-kupu di Mexico,
Amerika
Ledakan populasi juga pernah terjadi di
Mexico, Amerika Serikat di setiap musim gugur. Populasi kupu-kupu tersebut
berjumlah jutaan, mungkin satu miliar, kupu-kupu dari daerah yang luas di
Amerika Utara, pada musim semi, kupu-kupu ini memulai migrasi selama 8 bulan menuju
Kanada Timur dan akan kembali lagi, hal ini terjadi selama empat tahun
berturut-turut. Kupu-kupu tersebut mulai berkembang biak di Kanada Timur,
kemudian mendarat di cluster yang padat dalam 14 koloni di hutan cemara oyamel
di Mexico tengah. Hutan inilah yang melindungi 8 dari koloni yang ada dan
sekitar 70% dari populasi kupu-kupu. Peristiwa ini pun masih menimbulkan
berbagai pertanyaan terkait bagaimana kupu-kupu ini bisa menemukan jalan
kembali ke habitat awal mereka (https://sites.google.com/site/geo121wikispring2012/home/monarch-butterfly-biosphere-reserve-mexico).
Rekaman
ledakan populasi kupu-kupu Pinus juga terjadi di bagian Oregon Timur pada tahun
1908 dan 1940 (Scott 2010 dalam
DeMarco 2014), ledakan ini berlangsung tidak lebih dari 3 tahun (DeMarco 2014).
Pada tahun 2011, dipuncak ledakan teramati bahwa kupu-kupu Pinus (Neophasia menapia C. & R. Felder) berpusat
di Hutan Nasional Malheur yang menyebabkan penggundulan terlihat lebih dari
sekitar 100.000 Ha hutan pinus ponderosa (USDA 2011 dalam DeMarco 2014).
Faktor-faktor
pendorong terjadinya ledakan populasi kupu-kupu di Queesnland dikarenakan
faktor iklim, selain itu, bisa diduga pula karena hilangnya musuh alami dimana
kematian akibat predator menurun dengan meningkatnya kepadatan prey sehingga populasi yang berukuran
lebih kecil akan lebih cepat untuk berkembang. Jenis ledakan populasi kupu-kupu
yang terjadi di Queensland juga bisa diakibatkan dari introduksi spesies ke
dalam areal baru dengan cara yang tidak disengaja dan pertumbuhan populasi
spesies asli. Introduksi spesies ini
diakibatkan oleh kondisi cuaca yang lembab sehingga mengundang kupu-kupu untuk
bermigrasi ke Queesnland dan melakukan perkawinan serta bertelur (pertumbuhan baru yang disebabkan hujan-red).
Sementara itu, ledakan populasi yang terjadi di Mexico dikarenakan introduksi
spesies kupu-kupu ke dalam areal baru yang bisa jadi dikarenakan faktor
musim/cuaca yang lebih hangat di Kanada Timur sehingga menyebabkan mereka untuk
berimigrasi di wilayah tersebut, begitupun ledakan populasi kupu-kupu yang
terjadi di Oregon Timur, kupu-kupu Pinus (Neophasia
menapia C. & R. Felder) ini dikarenakan introduksi spesies kupu-kupu ke
wilayah Oregon Timur.
Teori
Andrewartha-Birch menyatakan bahwa perubahan populasi hama yang menimbulkan
ledakan justru dipengaruhi oleh iklim. Faktor iklim yang berpengaruh bukan
hanya sekedar perubahan dari musim hujan ke musim kemarau dan sebaliknya,
tetapi faktor iklim global yang dikenal dengan fenomena El Nino dan La Nina
(Suara Satwa, Volume XV No. 1/Januari-Maret 2011). Faktor iklim, khususnya suhu
udara memiliki pengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan
populasi hama, seperti: siklus hidupnya menjadi lebih singkat sehingga dapat
menyebabkan peningkatan populasi dengan demikian tingkat kerusakan yang
ditimbulkannya menjadi semakin besar (Bale et
al. 2002 dalam Hutapea 2011).
Dampak
Ledakan Populasi Kupu-kupu
Serangga
fitofagus merupakan elemen hutan yang cukup penting dan memiliki peran yang
menguntungkan dalam ekosistem hutan (Coulson 1984 dalam Musyafa et.al 2008).
Keragaman iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan populasi dan penyebaran serangga
sehingga dalam kurun waktu singkat dapat menimbulkan ledakan populasi
serangga hama tertentu (Wiyono 2007; Dale 1994; Sunjaya 1970 dalam Koesmaryono 1985). Efek dari
ledakan populasi itu baru disadari setelah terjadi penurunan populasi, bisa
dilihat dari material-material lingkungannya atau tempat terjadinya ledakan
populasi.
Organisasi
Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO) melaporkan pada tahun
2009 terdapat 72 spesies hama serangga hutan yang menyebabkan kerusakan pada 25
negara lainnya. Salah satu kelompok serangga yang paling banyak dilaporkan di
seluruh dunia sebagian besar adalah defoliator Lepidopteran. Beberapa yang
paling merusak dari spesies Lepidoptera berada pada tingkat populasi terendah
untuk beberapa tahun, kemudian ledakan populasi ini tidak dapat diprediksi dan
menyebabkan kerusakan terjadi secara besar-besaran pada sumberdaya hutan (FAO
2009; Barbosa et. al 2012 dalam DeMarco 2014).
Defoliasi
(penggundulan) selama periode ledakan dari spesies kupu-kupu ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan pohon dan kematian, alokasi nutrisi dan siklus dari
seluruh ekosistem, produksi benih pohon (anakan alami), penetrasi cahaya ke
lantai hutan, dan populasi predator, sejauh ini masih terdapat berbagai tipe
gangguan hutan lainnya (DeMarco 2014). Dampak pertumbuhan pohon sangat
bervariasi, Evenden (1940) dalam DeMarco
(2014) melaporkan bahwa sebagian besar pohon yang mampu bertahan dari defoliasi
yang parah tidak menunjukkan pertumbuhan rata-rata 2,6 tahun setelah terjadi
defoliasi, namun setelah terjadinya ledakan tersebut, Cole (1966) dalam
DeMarco (2014) melaporkan hanya 40% terjadi penurunan tingkat pertumbuhan.
Menurut Scott
(2010) periode terjadinya ledakan biasa berlangsung selama 3 – 5 tahun sebelum
menghilang diakibatkan predator, parasite dan penyakit, fisiologi pohon atau
faktor lainnya. Penyebab ledakan dari serangga umumnya masih kurang dipahami. Pengaruh
siklus ledakan populasi (serangga) seperti iklim, predator, parasite, penyakit,
fisiologi pohon dan faktor lainnya telah dieksplorasi (diteliti) (Barbossa
et.al 2012 dalam DeMarco (2014), akan
tetapi menurut DeMarco (2014) hal tersebut bukanlah menjadi kesimpulan secara
umum.
Kupu-kupu
pinus (Neophasia menapia C. & R. Felder) merupakan
defoliator yang jauh lebih agresif yang dapat menyebabkan kematian pohon dan
menurunkan tingkat pertumbuhan. Pada tingkat endemic, kupu-kupu pinus
menyebabkan sedikit kerusakan pada dedaunan. Walaupun sebagian orang
melihat/mengamati banyaknya populasi kupu-kupu dengan santai, akan tetapi
sebetulnya, larva (sebelum menjadi kupu-kupu) mengurangi kesehatan dan
ketahanan pohon dan menyebabkan pertumbuhan komulatif pohon tersebut akan
hilang selama bertahun-tahun (Evenden 1940; Cole 1954; Cole 1966, Dewey et.al 1973 dalam DeMarco 2014).
Larva dari
kupu-kupu menyukai dedaunan dan larva tersebut akan mengkonsumsinya hingga
kadang dedaunan pada suatu pohon menjadi berlubang, hal ini bisa menjadi faktor
dalam melemahkan pohon walaupun biasanya tidak menyebabkan kematian, namun
pastinya akan mempengaruhi pertumbuhan pohon tersebut. Setelah terjadinya ledakan,
pasti ada beberapa spesies yang mati sehingga populasi tersebut banyak membusuk
yang bisa mencapai ribuan hektar, hal ini akan berdampak pada kesehatan dari
ekosistem itu sendiri. Lain halnya ketika ledakan populasi kupu-kupu ini masuk
ke daerah perkotaan, yang padat akan kendaraan maupun penduduk. Banyaknya
kupu-kupu yang berterbangan akan menghalangi aktifitas masyarakat, khususnya
yang sedang mengendarai kendaraan, dan tidak bisa dipungkiri, bahwa kupu-kupu
ini akan menghalangi pandangan saat berkendara dan bisa masuk kebagian-bagian
mesin kendaraan sehingga bisa menyebabkan kecelakaan.
Disisi
positifnya menjadikan ledakan ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk
menikmati gangguan serangga (kupu-kupu) tersebut yang sangat menarik dan indah.
Hingga bisa mengabadikan momen-momen tersebut, khususnya bagi pecinta
fotografer.
Teknik
Pengendalian Ledakan Populasi Kupu-kupu
Wabah serangga
selalu terjadi tiba-tiba dalam fase perkembangannya dan ini terkadang sulit
untuk diprediksi sehingga perlu adanya pencegahan mengenai kuantifikasi ledakan
populasi dan mitigasi yang disebabkan. Roualt et.al 2006; Vanhanen et.al
2007; Jepsen et.al 2013 dalam DeMarco (2014) menjelaskan karena
perubahan iklim dipastikan akan terus mempengaruhi biologi dan berbagai
defoliator hutan akan membuat informasi mengenai serangga ini sangat berharga,
dan menyebabkan para pemerhati lingkungan akan mengantisipasi kemungkinan
kondisi kesehatan hutan di masa depan.
Berpedoman pada
pengelolaan silvikultur untuk memahami terkait ekologi spesies tersebut agar
menciptakan dan mengelola hutan yang mampu menampung ledakan populasi serangga.
Perawatan silvikultur berupa pengendalian struktur tegakan, komposisi jenis
hutan, dan habitat predator alami, jenis manajemen ini merupakan alternatif
yang sangat baik dan aman dibanding pengendalian menggunakan insektisida atau
biokontrol. Akan tetapi, jika ledakan yang terjadi justru memberikan kerugian
yang sangat besar, baik dalam segi ekologi maupun ekosistem, penggunaan
inteksida perlu dilakukan namun populasi serangga tersebut tidak bisa langsung
dihabiskan karena keseimbangan ekosistem harus diperhatikan.
Permodelan
ekologi juga bisa digunakan untuk menghadapi berbagai kondisi alam atau
lingkungan yang terus menerus berubah atau dinamis. Dalam hal ini manusia
dituntut dapat membuat penjelasan terhadap fenomena-fenomena alam untuk
memperoleh manfaat bagi kepentingan hidupnya maupun meramalkan kejadian yang
mungkin akan terjadi guna menghindari efek buruknya bagi manusia (https://www.scribd.com/doc/84386409/Konsep-Ekologi-Hewan).
Dengan
adanya pemodelan ini, kita dapat mengetahui perkembangan dinamika serangga
(kupu-kupu) tersebut. Clark dan Holling (1975) dalam Mata Kuliah Dinamika Populasi (2017) memodelkan dinamika
populasi spesies yang mengalami ledakan populasi dengan cara mencari tahu
berapa kepadatan pemangsa (P), waktu yang digunakan untuk menangani mansa (Th),
luas wilayah pemangsaan, populasi mangsa (N) dan laju pemangsa menemukan mangsa
(q), sehingga siklus dinamika populasi serangga bisa diketahui dan
penanganannya pun bisa dilakukan semaksimal mungkin.
SIMPULAN
Kesimpulan
Ledakan
populasi masih sulit untuk diprediksi, dikarenakan pada tahap perkembangan
populasi serangga seringkali tidak diperhatikan karena dampak yang
ditimbulkannya masih sangat kecil, berbeda jika serangga tersebut secara
tiba-tiba meledak dalam satu waktu, hal ini akan tentunya memberikan dampak
yang buruk dari segi ekologis maupun ekonomis. Sampai saat ini, telah ada upaya
pengendalian yang bisa dilakukan namun hal ini berbeda-beda dari setiap jenis
serangga. Pada populasi kupu-kupu bisa melakukan upaya introduksi predator ke
area yang terjadi ledakan populasi, namun jika tetap tidak bisa dikendalikan,
maka perlu adanya pengendalian secara insektisida, bila dimungkinkan yang
memiliki bahan alami sehingga tidak mengganggu keseimbangan populasi maupun
ekosistem.
DAFTAR
PUSTAKA
Berryman, A.A. 1986. Forest Insect (Principles and Practice of Population Mangement).
Washington State University.Washington.
DeMarco, A.T. 2014. Pine Butterfly (Neophasia menapia) Outbreak in the Malheur National Forest,
Blue Mountains, Oregon: Examining Patterns of
Defoliation [Thesis]. United Stated (US): Oregon State University.
Fitriyana, I. 2015. Statistik Demografi Diaphenia
indica (Saunders) (Lepidoptera: Crambidae) pada Tanaman Mentimun [Tesis]. Bogor
(ID): Intitut Pertanian Bogor.
Geo 121 Wiki: Spring 2012. 2012. Monarch Butterfly Biosphere Reserve, Mexico [Internet].
[diunduh 2017 Des 28]. Tersedia pada: https://sites.google.com/site/geo121wikispring2012/home/monarch-butterfly-biosphere-reserve-mexico
Hutapea, D. 2011. Kajian Dampak Keragaman Iklim
Terhadap Distribusi dan Perubahan Status Hama Tanaman Padi di Pantai Utara Jawa
Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institu Pertanian Bogor.
Middleton, A. 2015. Ledakan Populasi Kupu-kupu Terjadi di Queensland [Internet].
[diunduh 2018 Jan 02]. Tersedia pada: http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2015-01-22/ledakan-populasi-kupukupu-terjadi-di-queensland/1408957
Musyafa, Sumardi, Triyogo, A. 2008. Peranan Serangga Herbivora dalam Proses
Suksesi di Hutan Pendidikan Wanagama [Laporan Penelitian]. Yogyakarta (ID):
Universitas Gajah Mada.
Permadi, M. I. -----. Konsep Ekologi Hewan [Internet]. [diunduh 2018 Jan 03]. Tersedia
pada: https://www.scribd.com/doc/84386409/Konsep-Ekologi-Hewan
Permana, A. D dan Putra R, E. ----. Modul 1 : Serangga dan Manusia [Internet].
[diunduh 2018 Jan 03]. Tersedia pada: http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/BIOL4415-M1.pdf
Robertson, J. 2016. Millions of butterflies herald insect influx in hot and humid
Queensland Spring [Internet]. [diunduh 2018 Jan 03]. Tersedia pada: https://www.theguardian.com/environment/2016/nov/10/millions-of-butterflies-herald-insect-influx-in-hot-and-humid-queensland-spring
Scott, D. W.
2010. Chronology of Pine
Butterfly, Neophasia menapia (Felder & Felder), Infestations in Western
North America. Report No. BMPMSC-10-01, Blue Mountains Pest Mangement
Service Center.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar