Rabu, 17 Juni 2020

Makalah "Ledakan Populasi Kupu-kupu"


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem pertumbuhan populasi dikaji menurut perjalanan waktu tertentu dan menurut laju tertentu, sehingga ia tunduk pada kaidah-kaidah dinamika. Demikian pula ekosistem yang terbentuk dari populasi serta lingkungan fisiknya senantiasa berubah dan bertumbuh sepanjang waktu (Tarumingkeng). Pertumbuhan populasi yang jauh menyimpang dari keadaan keseimbangan dimana terjadi laju pertumbuhan yang sangat tinggi dari suatu populasi dengan selang waktu relatif pendek memunculkan teori Ledakan Populasi (Outbreak). Ledakan ini menyebabkan terjadinya masalah terhadap ekologis maupun ekonomis yang sangat serius, dikarenakan pencegahannya masih sulit dilakukan maupun diprediksi.
Beberapa ahli berbeda pendapat dalam menjelaskan hubungan ledakan populasi ini terhadap lingkungan. Namun, jelas diketahui bahwa penyebab ledakan populasi diakibatkan oleh faktor iklim. Seperti yang dituliskan oleh Alison Middleton, 2015 di Australia tentang terjadinya ledakan populasi Kupu-kupu yang jauh melebihi kondisi normal dimana akibat kombinasi hujan dan panas yang tengah melanda kawasan ini (Quessland–red) telah menimbulkan kondisi yang sempurna bagi serangga untuk berkembang biak. Direktur entomologi Museum Quessland, Dr. Christine Lambkin, juga mengatakan bahwa laporan perihal kemunculan spesies dalam jumlah besar telah terjadi dalam kurun waktu 40 tahun, namun kemunculan Kupu-kupu dalam jumlah besar yang terjadi di tenggara Queensland dan utara New South Wales ini sangat melimpah, dengan jumlah 1 tiap 1 detik, Dr. Christine Lambkin mengemukakan bahwa ini dikarenakan ada migrasi dan juga kelahiran baru akibat cuaca (hujan).
Makalah ini bertujuan untuk menguraikan faktor penyebab yang mendorong terjadinya ledakan populasi kupu-kupu, menguraikan dampak yang diakibatkan dari ledakan populasi kupu-kupu dan menguraikan teknik pengendalian ledakan populasi kupu-kupu
PEMBAHASAN
Fenomena Ledakan Populasi
Pengetahuan mengenai aspek-aspek demografi merupakan salah satu langkah awal dalam mempelajari perkembangan suatu populasi (Fitriyana 2015). Perubahan nilai varian dari unsur-unsur iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban dan sebagainya dalam rentang waktu tertentu merupakan salah satu fenomena terjadinya keragaman iklim. Perubahan tersebut dapat berupa kejadian iklim ekstrim pada seluruh ruang dan waktu dari masing-masing unsur iklim, sehingga menyebabkan kondisi iklim yang tidak sama untuk setiap tahunnya (Hutapea 2011).  Hutapea (2011) juga menyatakan bahwa laju reproduksi dan kelangsungan hidup (survival) serangga terjadi peningkatan kelimpahan dan distribusinya dipengaruhi oleh suhu.
Serangga seperti makhluk hidup lainnya yang perkembangannya dipengaruhi oleh faktor iklim baik secara langsung maupun tidak langsung di antaranya curah hujan, temperatur, kelembaban relative, udara dan fotoperioditas. Besarnya pengaruh ini berbeda untuk tiap spesies serangga dan dampak secara langsung dapat terlihat pada siklus hidup, keperidian, lama hidup serta kemampuan diapause serangga (Ganaha et al. 2007; Lastuvka 2009 dalam Hutapea 2011). Michael (1995) dalam Fitriyana (2015) juga menjelaskan bahwa beberapa penelitian menunjukkan perkembangan populasi serangga dipengaruhi oleh suhu, kandungan nutrisi dan keberadaan cendawan endofit.
Serangga termasuk ke dalam golongan hewan berdarah dingin. Saat suhu lingkungannya menurun, suhu tubuh serangga juga ikut menurun yang menyebabkan proses fisiologis menjadi rendah. Dalam hal ini juga, kemampuan melakukan reproduksi pada serangga sangat menakjubkan. Lama waktu satu generasi bervariasi dari beberapa hari hingga tahunan. Bila alam tidak melakukan mekanisme untuk mengendalikan jumlah serangga maka serangga dapat menutupi seluruh permukaan bumi (Permana dan Putra).
Fenomena ledakan populasi pada serangga bergantung pada vegetasi dan vegetasi bergantung pada curah hujan dan ketika hujan terjadi secara konstan maka akan ada ledakan dalam berbagai jenis  populasi serangga (http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2015-01-22/ledakan-populasi-kupukupu-terjadi-di-queensland/1408957). Anomali cuaca dan menurunnya jumlah populasi predator alami bisa menjadi salah satu dari berbagai faktor penyebab terjadinya ledakan populasi terhadap suatu spesies. Ledakan populasi pada umumnya mencakup 4 fase kepadatan populasi yaitu : fase pertumbuhan normal, fase perkembangan, fase ledakan populasi dan fase penurunan populasi.  
Sebuah studi kasus ledakan populasi Kupu-kupu “Harimau Biru” (Tirumala limniace) yang  terjadi di Queensland diakibatkan dengan cuaca (hujan) yang bersamaan dengan suhu yang hangat atau terjadinya cuaca yang lembab, karena inilah jumlah serangga tersebut sangat besar. Dr. Christine mengemukakan bahwa suhu yang hangat disertai dengan hujan akan menyebabkan serangga dewasa berhenti ber-estivasi, yang merupakan proses hibernasi serangga dan kemudian akan memunculkan serangga dalam jumlah banyak, selain itu pula kondisi cuaca yang terjadi merupakan waktu yang sempurna bagi kupu-kupu untuk berimigrasi karena mereka tidak perlu mengkonsumsi energi sebanyak mungkin untuk tetap hangat dan terhidrasi (https://www.theguardian.com/environment/2016/nov/10/millions-of-butterflies-herald-insect-influx-in-hot-and-humid-queensland-spring), lanjut Dr. Christine menjelaskan bahwa tanaman serangga (kupu-kupu) tersebut tumbuh subur sehingga memungkinkan bagi para betina untuk meletakkan telur-telur mereka, dan mereka mampu berkembang biak dengan banyak.

(a)  ©Copyright by Tina Jensen         (b) © Copyright by Hongmin Kan

Gambar 1. (a) (b) Ledakan Populasi “Harimau Biru” (Tirumala limniace) di Queesnland


Gambar 2. Ledakan Populasi Kupu-kupu di Mexico, Amerika

Ledakan populasi juga pernah terjadi di Mexico, Amerika Serikat di setiap musim gugur. Populasi kupu-kupu tersebut berjumlah jutaan, mungkin satu miliar, kupu-kupu dari daerah yang luas di Amerika Utara, pada musim semi, kupu-kupu ini memulai migrasi selama 8 bulan menuju Kanada Timur dan akan kembali lagi, hal ini terjadi selama empat tahun berturut-turut. Kupu-kupu tersebut mulai berkembang biak di Kanada Timur, kemudian mendarat di cluster yang padat dalam 14 koloni di hutan cemara oyamel di Mexico tengah. Hutan inilah yang melindungi 8 dari koloni yang ada dan sekitar 70% dari populasi kupu-kupu. Peristiwa ini pun masih menimbulkan berbagai pertanyaan terkait bagaimana kupu-kupu ini bisa menemukan jalan kembali ke habitat awal mereka (https://sites.google.com/site/geo121wikispring2012/home/monarch-butterfly-biosphere-reserve-mexico).
Rekaman ledakan populasi kupu-kupu Pinus juga terjadi di bagian Oregon Timur pada tahun 1908 dan 1940 (Scott 2010 dalam DeMarco 2014), ledakan ini berlangsung tidak lebih dari 3 tahun (DeMarco 2014). Pada tahun 2011, dipuncak ledakan teramati bahwa kupu-kupu Pinus (Neophasia menapia C. & R. Felder) berpusat di Hutan Nasional Malheur yang menyebabkan penggundulan terlihat lebih dari sekitar 100.000 Ha hutan pinus ponderosa (USDA 2011 dalam DeMarco 2014).
Faktor-faktor pendorong terjadinya ledakan populasi kupu-kupu di Queesnland dikarenakan faktor iklim, selain itu, bisa diduga pula karena hilangnya musuh alami dimana kematian akibat predator menurun dengan meningkatnya kepadatan prey sehingga populasi yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat untuk berkembang. Jenis ledakan populasi kupu-kupu yang terjadi di Queensland juga bisa diakibatkan dari introduksi spesies ke dalam areal baru dengan cara yang tidak disengaja dan pertumbuhan populasi spesies asli.  Introduksi spesies ini diakibatkan oleh kondisi cuaca yang lembab sehingga mengundang kupu-kupu untuk bermigrasi ke Queesnland dan melakukan perkawinan serta bertelur (pertumbuhan baru yang disebabkan hujan-red). Sementara itu, ledakan populasi yang terjadi di Mexico dikarenakan introduksi spesies kupu-kupu ke dalam areal baru yang bisa jadi dikarenakan faktor musim/cuaca yang lebih hangat di Kanada Timur sehingga menyebabkan mereka untuk berimigrasi di wilayah tersebut, begitupun ledakan populasi kupu-kupu yang terjadi di Oregon Timur, kupu-kupu Pinus (Neophasia menapia C. & R. Felder) ini dikarenakan introduksi spesies kupu-kupu ke wilayah Oregon Timur.
Teori Andrewartha-Birch menyatakan bahwa perubahan populasi hama yang menimbulkan ledakan justru dipengaruhi oleh iklim. Faktor iklim yang berpengaruh bukan hanya sekedar perubahan dari musim hujan ke musim kemarau dan sebaliknya, tetapi faktor iklim global yang dikenal dengan fenomena El Nino dan La Nina (Suara Satwa, Volume XV No. 1/Januari-Maret 2011). Faktor iklim, khususnya suhu udara memiliki pengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan populasi hama, seperti: siklus hidupnya menjadi lebih singkat sehingga dapat menyebabkan peningkatan populasi dengan demikian tingkat kerusakan yang ditimbulkannya menjadi semakin besar (Bale et al. 2002 dalam Hutapea 2011).
Dampak Ledakan Populasi Kupu-kupu
Serangga fitofagus merupakan elemen hutan yang cukup penting dan memiliki peran yang menguntungkan dalam ekosistem hutan (Coulson 1984 dalam Musyafa et.al 2008). Keragaman iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan populasi dan penyebaran serangga sehingga dalam kurun waktu singkat dapat menimbulkan ledakan populasi serangga  hama tertentu  (Wiyono 2007; Dale 1994; Sunjaya 1970 dalam Koesmaryono 1985). Efek dari ledakan populasi itu baru disadari setelah terjadi penurunan populasi, bisa dilihat dari material-material lingkungannya atau tempat terjadinya ledakan populasi.
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO) melaporkan pada tahun 2009 terdapat 72 spesies hama serangga hutan yang menyebabkan kerusakan pada 25 negara lainnya. Salah satu kelompok serangga yang paling banyak dilaporkan di seluruh dunia sebagian besar adalah defoliator Lepidopteran. Beberapa yang paling merusak dari spesies Lepidoptera berada pada tingkat populasi terendah untuk beberapa tahun, kemudian ledakan populasi ini tidak dapat diprediksi dan menyebabkan kerusakan terjadi secara besar-besaran pada sumberdaya hutan (FAO 2009; Barbosa et. al 2012 dalam DeMarco 2014).
Defoliasi (penggundulan) selama periode ledakan dari spesies kupu-kupu ini dapat mempengaruhi pertumbuhan pohon dan kematian, alokasi nutrisi dan siklus dari seluruh ekosistem, produksi benih pohon (anakan alami), penetrasi cahaya ke lantai hutan, dan populasi predator, sejauh ini masih terdapat berbagai tipe gangguan hutan lainnya (DeMarco 2014). Dampak pertumbuhan pohon sangat bervariasi, Evenden (1940) dalam DeMarco (2014) melaporkan bahwa sebagian besar pohon yang mampu bertahan dari defoliasi yang parah tidak menunjukkan pertumbuhan rata-rata 2,6 tahun setelah terjadi defoliasi, namun setelah terjadinya ledakan tersebut, Cole  (1966) dalam DeMarco (2014) melaporkan hanya 40% terjadi penurunan tingkat pertumbuhan.
Menurut Scott (2010) periode terjadinya ledakan biasa berlangsung selama 3 – 5 tahun sebelum menghilang diakibatkan predator, parasite dan penyakit, fisiologi pohon atau faktor lainnya. Penyebab ledakan dari serangga umumnya masih kurang dipahami. Pengaruh siklus ledakan populasi (serangga) seperti iklim, predator, parasite, penyakit, fisiologi pohon dan faktor lainnya telah dieksplorasi (diteliti) (Barbossa et.al 2012 dalam DeMarco (2014), akan tetapi menurut DeMarco (2014) hal tersebut bukanlah menjadi kesimpulan secara umum.  
Kupu-kupu pinus (Neophasia menapia C. & R. Felder) merupakan defoliator yang jauh lebih agresif yang dapat menyebabkan kematian pohon dan menurunkan tingkat pertumbuhan. Pada tingkat endemic, kupu-kupu pinus menyebabkan sedikit kerusakan pada dedaunan. Walaupun sebagian orang melihat/mengamati banyaknya populasi kupu-kupu dengan santai, akan tetapi sebetulnya, larva (sebelum menjadi kupu-kupu) mengurangi kesehatan dan ketahanan pohon dan menyebabkan pertumbuhan komulatif pohon tersebut akan hilang selama bertahun-tahun (Evenden 1940; Cole 1954; Cole 1966, Dewey et.al 1973 dalam DeMarco 2014).
Larva dari kupu-kupu menyukai dedaunan dan larva tersebut akan mengkonsumsinya hingga kadang dedaunan pada suatu pohon menjadi berlubang, hal ini bisa menjadi faktor dalam melemahkan pohon walaupun biasanya tidak menyebabkan kematian, namun pastinya akan mempengaruhi pertumbuhan pohon tersebut. Setelah terjadinya ledakan, pasti ada beberapa spesies yang mati sehingga populasi tersebut banyak membusuk yang bisa mencapai ribuan hektar, hal ini akan berdampak pada kesehatan dari ekosistem itu sendiri. Lain halnya ketika ledakan populasi kupu-kupu ini masuk ke daerah perkotaan, yang padat akan kendaraan maupun penduduk. Banyaknya kupu-kupu yang berterbangan akan menghalangi aktifitas masyarakat, khususnya yang sedang mengendarai kendaraan, dan tidak bisa dipungkiri, bahwa kupu-kupu ini akan menghalangi pandangan saat berkendara dan bisa masuk kebagian-bagian mesin kendaraan sehingga bisa menyebabkan kecelakaan.
Disisi positifnya menjadikan ledakan ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menikmati gangguan serangga (kupu-kupu) tersebut yang sangat menarik dan indah. Hingga bisa mengabadikan momen-momen tersebut, khususnya bagi pecinta fotografer.

Teknik Pengendalian Ledakan Populasi Kupu-kupu
Wabah serangga selalu terjadi tiba-tiba dalam fase perkembangannya dan ini terkadang sulit untuk diprediksi sehingga perlu adanya pencegahan mengenai kuantifikasi ledakan populasi dan mitigasi yang disebabkan. Roualt et.al 2006; Vanhanen et.al 2007; Jepsen et.al 2013 dalam DeMarco (2014) menjelaskan karena perubahan iklim dipastikan akan terus mempengaruhi biologi dan berbagai defoliator hutan akan membuat informasi mengenai serangga ini sangat berharga, dan menyebabkan para pemerhati lingkungan akan mengantisipasi kemungkinan kondisi kesehatan hutan di masa depan.
Berpedoman pada pengelolaan silvikultur untuk memahami terkait ekologi spesies tersebut agar menciptakan dan mengelola hutan yang mampu menampung ledakan populasi serangga. Perawatan silvikultur berupa pengendalian struktur tegakan, komposisi jenis hutan, dan habitat predator alami, jenis manajemen ini merupakan alternatif yang sangat baik dan aman dibanding pengendalian menggunakan insektisida atau biokontrol. Akan tetapi, jika ledakan yang terjadi justru memberikan kerugian yang sangat besar, baik dalam segi ekologi maupun ekosistem, penggunaan inteksida perlu dilakukan namun populasi serangga tersebut tidak bisa langsung dihabiskan karena keseimbangan ekosistem harus diperhatikan.
Permodelan ekologi juga bisa digunakan untuk menghadapi berbagai kondisi alam atau lingkungan yang terus menerus berubah atau dinamis. Dalam hal ini manusia dituntut dapat membuat penjelasan terhadap fenomena-fenomena alam untuk memperoleh manfaat bagi kepentingan hidupnya maupun meramalkan kejadian yang mungkin akan terjadi guna menghindari efek buruknya bagi manusia (https://www.scribd.com/doc/84386409/Konsep-Ekologi-Hewan).
Dengan adanya pemodelan ini, kita dapat mengetahui perkembangan dinamika serangga (kupu-kupu) tersebut. Clark dan Holling (1975) dalam Mata Kuliah Dinamika Populasi (2017) memodelkan dinamika populasi spesies yang mengalami ledakan populasi dengan cara mencari tahu berapa kepadatan pemangsa (P), waktu yang digunakan untuk menangani mansa (Th), luas wilayah pemangsaan, populasi mangsa (N) dan laju pemangsa menemukan mangsa (q), sehingga siklus dinamika populasi serangga bisa diketahui dan penanganannya pun bisa dilakukan semaksimal mungkin.

SIMPULAN
Kesimpulan
Ledakan populasi masih sulit untuk diprediksi, dikarenakan pada tahap perkembangan populasi serangga seringkali tidak diperhatikan karena dampak yang ditimbulkannya masih sangat kecil, berbeda jika serangga tersebut secara tiba-tiba meledak dalam satu waktu, hal ini akan tentunya memberikan dampak yang buruk dari segi ekologis maupun ekonomis. Sampai saat ini, telah ada upaya pengendalian yang bisa dilakukan namun hal ini berbeda-beda dari setiap jenis serangga. Pada populasi kupu-kupu bisa melakukan upaya introduksi predator ke area yang terjadi ledakan populasi, namun jika tetap tidak bisa dikendalikan, maka perlu adanya pengendalian secara insektisida, bila dimungkinkan yang memiliki bahan alami sehingga tidak mengganggu keseimbangan populasi maupun ekosistem.
DAFTAR PUSTAKA
Berryman, A.A. 1986. Forest Insect (Principles and Practice of Population Mangement). Washington State University.Washington.
DeMarco, A.T. 2014. Pine Butterfly (Neophasia menapia) Outbreak in the Malheur National Forest, Blue Mountains, Oregon: Examining Patterns of  Defoliation [Thesis]. United Stated (US): Oregon State University.
Fitriyana, I. 2015. Statistik Demografi Diaphenia indica (Saunders) (Lepidoptera: Crambidae) pada Tanaman Mentimun [Tesis]. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor.
Geo 121 Wiki: Spring 2012. 2012. Monarch Butterfly Biosphere Reserve, Mexico [Internet]. [diunduh 2017 Des 28]. Tersedia pada: https://sites.google.com/site/geo121wikispring2012/home/monarch-butterfly-biosphere-reserve-mexico
Hutapea, D. 2011. Kajian Dampak Keragaman Iklim Terhadap Distribusi dan Perubahan Status Hama Tanaman Padi di Pantai Utara Jawa Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institu Pertanian Bogor.
Middleton, A. 2015. Ledakan Populasi Kupu-kupu Terjadi di Queensland [Internet]. [diunduh 2018 Jan 02]. Tersedia pada: http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2015-01-22/ledakan-populasi-kupukupu-terjadi-di-queensland/1408957
Musyafa, Sumardi, Triyogo, A. 2008. Peranan Serangga Herbivora dalam Proses Suksesi di Hutan Pendidikan Wanagama [Laporan Penelitian]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.
Permadi, M. I. -----. Konsep Ekologi Hewan [Internet]. [diunduh 2018 Jan 03]. Tersedia pada:  https://www.scribd.com/doc/84386409/Konsep-Ekologi-Hewan
Permana, A. D dan Putra R, E. ----. Modul 1 : Serangga dan Manusia [Internet]. [diunduh 2018 Jan 03]. Tersedia pada: http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/BIOL4415-M1.pdf
Robertson, J. 2016. Millions of butterflies herald insect influx in hot and humid Queensland Spring [Internet]. [diunduh 2018 Jan 03]. Tersedia pada: https://www.theguardian.com/environment/2016/nov/10/millions-of-butterflies-herald-insect-influx-in-hot-and-humid-queensland-spring
Scott, D. W.  2010. Chronology of Pine Butterfly, Neophasia menapia (Felder & Felder), Infestations in Western North America. Report No. BMPMSC-10-01, Blue Mountains Pest Mangement Service Center.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar