Senin, 07 Januari 2013

Laporan Lengkap PraktikumQ -Geodesi & Kartografi Hutan-

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu ukur tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan bentuk muka bumi (topografi) artinya ilmu yang bertujuan menggambarkan bentuk topografi muka bumi dalam suatu peta dengan segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi seperti kota, jalan, sungai, bangunan, dan lain-lain dengan skala lingkaran tertentu sehingga dengan mempelajari peta kita dapat mengetahui jarak, arah dan posisi tempat yang kita inginkan. Tak dapat dipungkiri bahwa peran ilmu ukur tanah dan ilmu pemetaan (Geodesi dan Kartografi) telah memberikan sumbangsih yang tidak sedikit dalam kegiatan pemantapan kawasan hutan negara. Sumbangsih cukup besar adalah pada pengukuran batas dan pemetaan sumberdaya hutan sampai pembangunan sistem informasi parsial kehutanan. Ilmu Geodesi dan Kartografi merupakan dua bidang ilmu yang sangat penting dan bermanfaat terutama dalam bidang kehutanan serta sebagai salah satu ilmu tertua dalam sejarah ilmu pengetahuan. Di dunia pendidikan tinggi ilmu Geodesi merupakan salah satu bagian dalam ilmu rekayasa (engineering). Ilmu geodesi di bidang kehutanan banyak dimanfaatkan dalam kegiatan penataan kawasan hutan, yang meliputi penataan ruang kawasan hutan (batas luas kawasan hutan, batas fungsi hutan, batas konsesi pengusahaan lahan hutan, dan lain-lain), perencanaan dan monitoring kawasan hutan, pembuatan titik ikat di lapangan baik secara terretris maupun non-terretris. Geodesi banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti teknik sipil, kehutanan, pertanian, agraria dan bidang-bidang lainnya. Ilmu geodesi tidak lain adalah ilmu posisi yang menuntut ketelitian tinggi. Sesuai misi dan tujuannya dalam penentuan posisi, kawasan hutan dapat digambarkan secara detail di atas kertas yang dikenal dengan nama peta. Karena diketahuinya posisi koordinat suatu lokasi hutan berarti lokasi tersebut dapat diketahui batas-batasnya yan mengacu sistem koordinat nasional atau sistem koordinat dunia. Ilmu geodesi dan kartografi mengalami kemajuan seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi. Para ilmuan geodesi dan kartografi sesuai kemajuan tersebut, terus-menerus mengembangkan pendekatan ke bidang ilmu lainnya dan salah satunya pada ilmu kehutanan. Sesungguhnya ilmu geodesi adalah ilmu posisi, dan dengan hasil yang diperoleh ilmu ini, maka ilmu kartografi bertugas untuk menggambarkannya di atas kertas atau media elektronik dalam bentuk peta. Dengan demikian kedua ilmu ini sangat sulit untuk dipisahkan. Berpadunya kedua ilmu ini menjadikan ilmu kehutanan memanfaatkannya untuk dijadikan bagian dari ilmunya untuk digunakan dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hutan. Menurut Akhbar (2003), ilmu Geodesi dibidang kehutanan merupakan salah satu cabang ilmu matematika terapan dengan maksud untuk melakukan pengukuran-pengukuran, menentukan bentuk dan ukuran bumi, menentukan posisi/koordinat titik-titik, panjang dan arah-arah garis pada permukaan bumi. Geodesi mempelajari pula medan gravitiasi bumi, secara umum ilmu geodesi dibagi kedalam dua bagian yaitu Geodesi Geometris dan Geodesi Fisis. Sedangkan kartografi merupakan suatu seni untuk mempercantik suatu peta dan teknik-teknik pembuatan peta. Tujuan utama dari geodesi adalah menentukan koordinat-koordinat geodesi dan astronomi dari tempat-tempat di muka bumi (titik-titik terresteris) yang tetap. Koordinat geodesi secara tradisi dengan jalan mengukur jarak dan atau arah-arah (poligon, triangulasi, trilaterasi, pemotongan kemuka dan pemotongan kebelakang, dan lain-lain) sifat datar dan grivitasi yang dituang dalam bentuk jaring-jaring yang membentang di permukaan bumi. Dalam bidang kehutanan, rimbawan harus mempunyai kemampuan dalam bidang ilmu Geodesi dan Kartografi dengan baik karena pada saat akan melakukan kegiatan pengelolaan SDH dibutuhkan suatu perencanaan pengelolaan yang matang, dan salah satu dari rangkaian perencanaan tersebut adalah pelaksanaan survei dan pemetaan. Begitu besarnya peranan ilmu geodesi dan kartografi dalam bidang kehutanan sehingga kedua bidang ilmu ini penting untuk dipelajari dan dikuasai. Dalam mempelajari geodesi terutama menyangkut masalah praktis di lapangan, kita mengenal dua jenis pengukuran, yaitu pengukuran memdatar dengan alat ukur theodolit dan pengukuran tinggi dengan alat ukur waterpas (WT). Pengukuran theodolit akan menghasilkan poligon sedangkan pengukuran dengan waterpas akan menghasilkan beda tinggi. Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik). Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan suduthorisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputarputar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengantingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington, 1997). Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington, 1997). Awal altazimuth instrumen yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh lingkaran di sayap vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang paling sering setengah lingkaran. Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk melihat obyek untuk pengukuran sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah terpasang pada vertikal setengah lingkaran. Nanti satu instrumen telah alidade pada vertikal setengah lingkaran dan setengah lingkaran keseluruhan telah terpasang sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan sudut horisontal secara langsung. Pada akhirnya, sederhana, buka-mata alidade diganti dengan pengamatan teleskop. Ini pertama kali dilakukan oleh Jonathan Sisson pada 1725. Alat survey theodolite yang menjadi modern, akurat dalam instrumen 1787 dengan diperkenalkannya Jesse Ramsden alat survey theodolite besar yang terkenal, yang dia buat menggunakan mesin pemisah sangat akurat dari desain sendiri. Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang berhubungan dengan ukur tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk pengukuran polygon, pemetaan situasi, maupun pengamatan matahari. Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat Penyipat Datar bila sudut verticalnya dibuat 90º. Dengan adanya teropong pada theodolit, maka theodolit dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan bangunan gedung, theodolit sering digunakan untuk menentukan sudut siku-siku pada perencanaan / pekerjaan pondasi, theodolit juga dapat digunakan untuk mengukur ketinggian suatu bangunan bertingkat. Macam Theodolit berdasarkan konstruksinya, dikenal dua macam yaitu: 1. Theodolit Reiterasi ( Theodolit sumbu tunggal ) Dalam theodolit ini, lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan kiap, sehingga bacaan skala mendatarnya tidak bisa di atur. Theodolit yang di maksud adalah theodolit type T0 (wild) dan type DKM-2A (Kem). 2. Theodolite Repitisi Konsruksinya kebalikan dari theodolit reiterasi, yaitu bahwa lingkaran mendatarnya dapat diatur dan dapt mengelilingi sumbu tegak. Akibatnya dari konstuksi ini, maka bacaan lingkaran skala mendatar 0º, dapat ditentukan kearah bidikan / target myang dikehendaki. Theodolit yang termasuk ke dakmjenis ini adalah theodolit type TM 6 dan TL 60-DP (Sokkisha ), TL 6-DE (Topcon), Th-51 (Zeiss). 3. Theodolite Modern Theodolites di hari ini, membaca dari kalangan vertikal dan horisontal biasanya dilakukan secara elektronik. Readout yang dilakukan oleh rotary encoder, yang dapat absolut, misalnya Gray menggunakan kode, atau meningkat, dengan terang dan gelap sama jauh radial band. 1. MACAM THEODOLIT MENURUT SISTEM BACAANNYA: Ø Theodolite sistem baca dengan Indexs Garis Ø Theodolite sistem baca dengan Nonius Ø Theodolite sistem baca dengan Micrometer Ø Theodolite sistem baca dengan Koinsidensi Ø Theodolite sistem baca dengan Digital’ 2. THEODOLIT MENURUT SKALA KETELITIAN Ø Theodolit Presisi (Type T3/ Wild) Ø Theodolit Satu Sekon (Type T2 / Wild) Ø Theodolit Spuluh Sekon (Type TM-10C / Sokkisha) Ø Theodolit Satu Menit (Type T0 / Wild) Ø Theodolit Sepuluh Menit ( Type DK-1 / Kern) 3. SYARAT SEBELUM MENGUKUR SUDUT Sumbu tegak (sumbu-I) harus benarbenar tegak. Bila sumbu tegak miring maka lingkaran skala mendatar tidak lagi mendatar. Hal ini berarti sudut yang diukur bukan merupakan sudut mendatar. Gelembung nivo yang terdapat pada lingkaran skala mendatar ditengah dan gelembung nivo akan tetap berada ditengah meskipun theodolit diputar mengelilingi sumbu tegak. Bila pada saat theodolit diputar mendatar dan gelembung nivo berubah posisi tidak ditengah lagi, maka berarti sumbu-I tidak vertical, ini disebabkan oleh kesalahan sistim sumbu yang tidak benar, atau dapat juga disebabkan oleh posisi nivo yang tidak benar. Tidak ada salah indeks pada skala lingkaran tegak. Setelah syarat pertama, kedua dan ketiga dipenuhi maka arahkan garis bidik ketitik yang agak jauh Ketengahkan gelembung nivo lingkaran skala tegak Baca lingkaran skala tegak, missal didapat bacaan sudut zenith z Putar teropong 180o Periksa gelembung nivo lingkaran skala tegak, ketengahkan bila belum terletak di tengah Baca lingkaran skala tegak, misal z’. Bila bacaan z’ = 360 Apabila keempat syarat tidak terpenuhi maka diadakan pengaturan. Untuk mendapatkan sudut horizontal yang benar maka syarat pertama kedua dan ketiga harus benar sedangkan syarat keempat dipenuhi untuk mendapatkan sudut vertical yang benar. 4. MENGATUR SUMBU TEGAK Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengatur sumbu tegak adalah sebagai berikut: Usahakan agar nivo lingkaran mendatar sejajar dengan kaki tribrach Tengahkan posisi gelembung nivo dengan cara memutar kedua skrup kaki tribrach secara bersamaan dengan arah yang berlawanan Setelah keadaan gelembung nivo berada di tengah maka putar theodolit 90o gelembung nivo dengan hanya memutar skrup kaki tribrach yang ketiga Kemudian kembalikan ke kedudukan semula (sejajar skrup kaki tribrach 1 dan 2) Tengahkan kembali posisi nivo apabila gelembung nivo belum berada ditengah Kemudian putar theodolit 180o kedudukan nivo yang sejajar dengan skrup kaki kiap 1 dan 2 Bila garis arah nivo tegak lurus dengan sumbu tegak, maka gelembung nivo akan tetap berada ditengah. Poligon adalah rangkaian titik-titik secara berurutan, sebagai kerangka dasar pemetaan. Untuk kepentingan kerangka dasar, titik-titik poligon tersebut harus diketahui atau ditentukan posisi atau koordinatnya. Macam-macam poligon, antara lain: a. Atas dasar titik ikat: (1) poligon terikat sempurna : poligon yang ujung-ujungnya terikat pada dua titik yang diketahi koordinatnya, (2) poligon terikat sepihak: poligon yang salah satu titik ujungnya terikat atau diketahui koordinatnya, (3) poligon bebas: poligon yang ujung-ujungnya tidak terikat. b. Atas dasar bentuk: (1) Poligon Terbuka: poligon yang ujungnya tidak saling bertemu satu dengan yang lain, (2) poligon tertutup: poligon yang ujungnya saling bertemu (titik awal dan titik ahir menjadi satu) dan membentuk suatu loop atau kring, (3) poligon cabang: poligon yang merupakan cabang dari poligon yang lain. c. Atas dasar hirarki dalam pemetaan : (1) poligon yang utama : poligon yang koordinat titik-titiknya diperoleh langsung dari penentuan koordinat titik local atau diikatkan langsung melaui pengukuran dari titik kontrol terdekat. (2) poligon cabang: poligon yang koordinat titik-titiknya diikatkan dari poligon utama. Pada setiap pekerjaan poligon tertutup, penting diketahui arah pengukuran poligon. Pada gambar, arah pengukuran poligon berlawanan dengan jarum jam. Konsekuensinya, sudut kanan (β) yang terbentuk adalah sudut dalam. Berbeda dengan poligon pertama, pada gambar, arah pengukuran poligon searah jarum jam sehingga sudut kanan (β) yang terbentuk adalah sudut luar. Perlu diketahui bahwa sudut kanan adalah sudut yang terbentuk dari selisih arah bacaan muka dikurangi arah bacaan belakang (back sight atau reference object). Bacaan back sight ini dapat diset nol, sembarang atau sebesar asimut yang diketahui. Ketika theodolith dititik 2, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ke titik 1 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 3. Ketika teodolit dititik 3, bacaan belakangnya adalah ke titik 2 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ke titik 4. Ketika theodolit dititik 4, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ke titik 3 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ke titik 5. Ketika teodolit dititk 5, bacaan belakngnya adalah hasil bidikan ke titik 4 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 1. Terakhir, ketika teodolit dititik 1, bacaan belakangnya adalah hasil bidikan ketitik 5 sedangkan bacaan mukanya adalah hasil bidikan ketitik 2. Cara ini berlaku baik untuk posisi biasa maupun luar biasa. Pengukuran poligon dimaksud menghitung koordinat, ketinggian tiap-tiap titik poligon untuk itu kita mengadakan pengukuran sudut dan jarak dengan mengikat pada satu titik tetap seperti titik tringulasi atau yang sudah diketahui koordinat dan ketinggiannya. Pengukuran Sudut dan Jarak Sudut diukur dengan alat ukut theodolit dengan mengarahkan teropong pada arah tertentu dan kita akan memperoleh pembacaan tertentu pada plat lingkaran horizontal alat tersebut. Dengan bidikan ke arah lainnya, selisih pembacaan kedua dan pertama merupakan sudut dari kedua arah tersebut. Menghitung Sudut Datar dan Koreksi Setelah sudut datar dijumlah dari semua titik yang didapat dari hasil pengukuran akan terjadi kesalahan, maka dengan itu harus dikoreksi sesuai dengan banyaknya titik pengukuran. Bila sudut-sudut yang diukur berupa segi banyak (poligon) maka : Jumlah sudut = (2n – 4) x 900 untuk pengukuran berlawanan dengan jarum jam (sudut dalam) = (2n + 4) x 900 untuk pengukuran searah dengan jarum jam (sudut luar) Poligon tertutup, pada poligon ini dititik awal dan titik akhir merupakan satu yang sama. Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus diatas maka harus diratakan sehingga memenuhi syarat. Menghitung Azimuth Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung haruslah ditentukan lebih dahulu azimuth awalnya. Penentuan azimuth awal dapat dilakukan dengan cara magnetis (kompas) atau pengamatan matahari. Menghitung Koordinat Setelah azimuth dan arah datar telah dihitung, maka kita dapat menghitung koordinat titik-titik poligon. Menghitung Koreksi Koordinat Setelah itu kita menghitung koreksi absis pada setiap titik. Cara penentuan posisi titik horizontal dengan banyak titik satu dengan titik lainnya dihubungkan satu sama lain melalui pengukuran sudut dan jarak sehingga rangkaian titik-titik (poligon) disebut metode poligon. Teknik atau cara pembuatan titik-titik poligon, dapat digolongkan menjadi 4 (empat) cara, yaitu : Poligon terbuka Poligon tertutup Poligon bercabang Poligon kombinasi dari dua atau ketiganya Poligon tertutup merupakan poligon yang titik awal dan titik akhir saling berimpit atau pada posisi yang sama atau saling bertemu. Pada poligon tertutup ini secara geometris bentuk rangkaian poligon tertutup bila memiliki dua titik tetap biasa dinamakan dengan poligon tertutup terikat sempurna. Teori Pengukuran polygon bisa digunakan untuk menentukan kerangka dasar mendatar pengukuran situasi. Polygon merupakan serangkaian garis lurus khayal yang menghubungkan titik-titik di permukaan bumi. Setiap titik dalam rangkaian tersebut akan menjadi acuan bagi penentuan koordinat titik-titik disekitarnya. Pada pengukuran situasi, theodolit diletakkan pada titik-titik polygon. Jika tidak terdapat titik di antara titik-titik polygon sebagai titik acuan, maka harus dilakukan pengikatan ke belakang (dari titik pertama polygon ke titik acuan). Pengukuran polygon merupakan pengukuran sudut mendatar dan jarak mendatar antara titik-titik polygon. Dari selisih antara dua sudut mendatar pada suatu titik, diperoleh sudut dalam polygon pada titik tersebut. Ada dua cara pengukuran polygon yaitu cara polygon tertutup (satu titik acuan), dan cara polygon terbuka (dua titik acuan). Pada praktikum kali ini, yang digunakan adalah cara polygon tertutup. Dengan cara ini, seharusnya titik awal dengan titik akhir berimpit. Sudut dalam polygon pada suatu titik, dapat dicari dengan menghitung delta kedua sudut yang terukur dengan pusat putaran titik tersebut. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Tujuan Laporan Praktikum Geodesi dan Kartografi Hutan, yaitu : Tujuan Instruksi Umum Sebagai syarat kelulusan mata kuliah geodesi dan kartografi hutan Mengetahui sejauh mana pemahaman mahasiswa terhadap mata kuliah Geodesi dan Kartografi Hutan dan materi-materi yang sudah disampaikan dikelas Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang didapat di kelas untuk diterapkan di lapangan Mengetahui apakah mahasiswa dapat menguasai Geodesi dan Kartografi Hutan ini baik secara teoro maupun praktek Mahasiswa dapat mengenal dan mengetahui prinsip pengukuran theodolith Mahasiswa dapat melakukan pengukuran sudut horizontal dan sudut vertikal dengan menghitung jarak antar dasar pembacaan sudut dan rambu. Tujuan Instruksi Khusus Mahasiswa dapat melakukan pengukuran sudut dengan metode yang ditentukan Mahasiswa dapat melakukan perhitungan atas dasar hasil ukur Mahasiswa dapat menggambar situasi dan menghitung luasan areal yang diukur Kegunaan dilaksanakannya praktikum Geodesi dan Kartografi Hutan adalah yaitu untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang bagian-bagian peralatan ukur tanah serta cara pengukuran dengan menggunakan metode polygon. TINJAUAN PUSTAKA Geodesi didefenisikan sebagai ilmu posisi, dan dengan hasil yang diperoleh maka Ilmu Kartografi bertugas untuk menggambarkannya di atas kertas atau media elektronik dalam bentuk peta (Akhbar, 2003). Dalam bidang geodesi dan ukur tanah terdapat bermacam-macam alat pengukur sudut dan jarak Theodolit merupakan alat yang didesain khusus untuk mengukur sudut, akan tetapi pada praktek di lapangan theodolit dapat digunakan pula untuk mengukur jarak. Secara umum theodolit mempunyai prinsip mekanisme yang sama, akan tetapi pada tingkatan tertentu mempunyai perbedaan baik penampilan maupun bagian dalam atau konstruksinya. Disamping itu dalam konteks aktivitas, ruang lingkup aktivitas pekerjaan-pekerjaan ilmu geodesi umumnya akan mencakup tahapan-tahapan: pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data, perepresentasian informasi, serta analisa dan utilisasi informasi (Prihandito, 1989) Ilmu Geodesi adalah ilmu posisi dan dengan hasil yang diperoleh ilmu ini, maka ilmu Kartografi bertugas untuk menggambarkannya di atas kertas atau media elektronik dalam bentuk peta (Akhbar, 2003). Kartografi adalah ilmu dan teknik pembuatan peta. Proses kartografi adalah proses grafis sampai sebuah gambar menjadi peta yang telihat informatif (map compotition) (Prihandito, 1989). Dalam ilmu ukur tanah dikenal beberapa macam alat ukur diantaranya alat untuk mengukur beda tinggi (alat menyipat datar atau alat ukur waterpas), theodolit dan boussole tranche montagne, placent. Theodolit merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur sudut-sudut (Wongsotjitro, 1988). Pengukuran poligon dengan theodolit merupakan pengukuran dimana pengukuran poligon harus dimulai dan diakhiri pada titik yang telah ditentukan, karena titik awal yang telah ditentukan digunakan untuk mencari koordinat-koordinat titik berikutnya, sedang titik akhir dengan titik awal digunakan untuk penelitian poligon (Wongsotjitro, 1988). Metode poligon adalah cara penentuan titik posisi horizontal dengan banyak titik dimana titik satu dengan titik lainnya dihubungkan satu sama lain melalui pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik (poligon) (Brinker dan Wolf, 1997). Jarak adalah garis hubungan terpendek antara 2 (dua) titik yang dapat diukur dengan menggunakan alat ukur, misalnya : mistar, pita ukur, theodolith, waterpass, dan lain-lain. Susut adalah besaran antara 2 (Dua) arah yang bertemu pada satu titik (Untuk menentukan azimuth dan arah). Ketinggian adalah jarak tegak diatas atau dibarah bidang refiners yang dapat diukur dengan waterpass dan rambu ukur (Tim Penyusun, 2006). Bidang Nivo adalah suatu permukaan yang arah gaya berat pada setiap titik selalu tegak lurus dengan arah gaya berat tersebut. Dicontohkan suatu bidang nivo adalah permukaan air dalam keadaan tenang, misalnya permukaan air dalam gelas, permukaan air danau, dan permukaan air laut (Akhbar, 2007). Suatu jurusan horizontal dapat diamati atau diukur dengan dua cara, yaitu searah jarum jam atau berlawanan jarum jam. Dalam jurusan ilmu ukur tanah biasanya jurusan atau sudut diukur searah jarum jam (kekanan) dari garis acuan, kecuali di tentukan yang lain (Wirshing, 1995). Bila suatu daerah yang dibatasi oleh garis-garis lurus tertutup, maka daerah tersebut dapat diukur berapa luasnya. Salah satu cara untuk menentukan luas adalah dengan menggunakan angka-angka yang menyatakan jarak. Cara membuat suatu poligon adalah cara pertama untuk menentukan tempat yang lebih dari satu titik. Telah diketahui pula bahwa pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang tentu pula. Supaya keadaan menjadi simetris, maka pada ujung akhir dibuat titik yang tentu pula dan diikat pada jurusan yang tentu lagi. Umumnya suatu poligon dimulai dan diakhiri oleh 2 titik tertentu dan diikat pada kedua ujung pada dua jurusan tertentu pula (Wongsotjitro, 1988). III. METODE PRAKTIK 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan praktik Geodesi dan Kartografi Hutan dilaksanakan pada hari Rabu, 05 Desember 2012, mulai pukul 11.40 WITA sampai dengan selesai. Kegiatan praktik Geodesi dan Kartografi Hutan dilaksanakan di areal lapangan Gedung Pasca Sarjana, Universitas Tadulako, Palu. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam praktik Geodesi dan Kartografi Hutan adalah patok, payung, batu dan alat tulis-menulis. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Geodesi dan Kartografi Hutan adalah theodolit T0, rambu ukur, statif, meteran dan kalkulator. Cara Kerja Langkah-langkah dalam praktikum meliputi : Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya; Tentukan jalur poligon (patok), dan pilih minimal 5 titik yang selanjutnya dipakai sebagai titik-titik poligon; Memilih alat yang baik dan tempat yang aman untuk mendirikan alat ukur theodolith (tanah tidak rapuh, terhindar dari gangguan lalu lintas dan sebagainya); Dirikan statif dengan aman sesuai dengan keadaan setempat maupun juru ukur; Pasang alat ukur theodolit diatas statif dan eratkan dengan skrup pengunci hingga aman; Mensejajarkan unting – unting dengan titik pengamatan; Atur gelembung nivo kotak ketengah dengan skrup A, B, dan C; Dengan cara yang sama seperti halnya mengatur nivo kotak, atur nivo tabung sedemikian rupa sehingga posisinya tepat ditengah – tengah; Check kedudukan alat ukur theodolit, apakah tepat vertikal di atas titik; Jika kedudukan alat ukur tidak dapat vertikal di atas titik, buka skrup penggail alat ukur ke statif dan geser – geserkan theodolit tersebut secara hati – hati sehingga posisinya tepat vertikal di atas titik; Mengatur pencerahan melalui skrup pengukuran sampai mistar ukur dapat terbaca; Membidik mistar ukur, kemudian membaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah; Mengatur posisi cermin sehingga mendapatkan intensitas cahaya yang cukup untuk membaca sudut vertikal, dan horizontal; Membaca sudut vetikal dan horizontal, dalam penentuan sudut horizontal dan vertikal pada theodolith T1 atau To untuk menentukan detik menggunakan skrup pengukur detik; Mencatat semua hasil pembacaan alat serta mengisi tally sheet; Lakukan langkah-langkah tersebut dari no. 3 – 15 pada setiap patok (patok P1 - P0); Gambarlah hasil pengukuran dan perhitungan. GAMBAR THEODOLIT Gambar Gambar 1. Theodolit Manual Gambar 2. Theodolit Manual Tampak Muka dan Belakang Keterangan 1. Tombol micrometer 2. Sekrup penggerak halus vertical 3. Sekrup pengunci penggerak vertical 4. Sekrup pengunci penggerak horizontal 5. Sekrup penggerak halus horizontal 6. Sekrup pendatar Nivo 7. Plat dasar 8. Pengunci limbus 9. Sekrup pengunci nonius 10. Sekrup penggerak halus nonius 11. Ring pengatur posisi horizontal 12. Nivo tabung 13. Sekrup koreksi Nivo tabung Telescop 14. Reflektor cahaya 15. Tanda ketinggian alat 16. Slot penjepit 17. Sekrup pengunci Nivo Tabung 18. Nivo Tabung Telescop 19. Pemantul cahaya penglihatan Nivo 20. Visir Collimator 21. Lensa micrometer 22. Ring focus benang diafragma 24. Ring focus okuler 23. Lensa okuler HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil pengukuran yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel : Pembahasan hasil perhitungan 5.2.1 Menghitung Sudut Horizontal. P1 = P2 – P0 = 3290 30’ 23” - 780 0’ 0” = 2510 30’ 23” P2 = P3 – P1 = 2470 52’ 51’’ - 3380 30’ 53’ = -900 38’ 2” + 3600 = 2690 21’58” P3 = P4 – P2 = 130 30’ 49” - 1520 30’ 49” = -1390 0’ 0” + 3600 = 2210 0’ 0” P4 = P0 – P3 = 3530 20’ 54” - 770 30’ 31” = 2750 50’ 23” P0 = P1 – P4 = 910 5’ 3” - 2120 30’ 17” = -1210 25’ 14” + 3600 = 2380 34’ 46” Menghitung Koreksi Sudut Jumlah sudut koreksi = ( 2n + 4) 900 = (2.5 + 4) 900 = 12600 0’ 0” Jumlah koreksi = Jumlah sudut koreksi – Jumlah sudut horisontal = 12600 0’ 0” - 12560 17’ 30” = 30 42’ 30” P1 = 2510 30’ 23” x 30 42’ 30” = 00 44’ 32,64” 12560 17’ 30” P2 = 2690 21’ 58” x 30 42’ 30” = 00 47’ 42,42” 12560 17’ 30” P3 = 2210 0’ 0” x 30 42’ 30” = 00 39’ 8,46” 12560 17’ 30” P4 = 275050’ 23” x 30 42’ 30” = 00 48’ 51,21” 12560 17’ 30” P0 = 2380 34’ 46” x 30 42’ 30” = 00 42’ 15,27” 12560 17’ 30” Menghitung Sudut Terkoreksi. P1 = 2510 30’ 23” + ( 00 44’ 32,64” ) = 2520 14’ 55,64” P2 = 2690 21’ 58” + ( 00 47’ 42,42” ) = 2700 9’ 40,42” P3 = 2210 0’ 0” + ( 00 39’ 8,46” ) = 2210 39’ 8,46” P4 = 2750 50’ 23” + ( 00 48’ 51,21” ) = 2760 39’ 14,21” P0 = 2380 34’ 46” + ( 00 42’ 15,27” ) = 2390 17’ 1,27” Menghitung Sudut Azimut (α), P1 = 160 6’ 3” + 2520 14’ 55,64” - 1800 = 880 20’ 58,64” P2 = 880 20’ 58,64” + 2700 9’ 40,42” - 1800 = 1780 30’ 39,06” P3 = 1780 30’ 39,06” + 2210 39’ 8,46” - 1800 = 2200 9’ 47,52” P4 = 2200 9’ 47,52” + 2760 39’ 14,21” - 1800 = 3160 49’ 1,73” P0 = 3160 49’ 1,73” + 2390 17’ 1,27” - 1800 = 3760 6’ 3” - 3600 = 160 6’ 3” Menghitung Jarak Optis ( D ). P1 = (246 - 224) 100 Sin2900 = (22) 100 (1) = 22 m P2 = (53 - 29) 100 sin2 900 = (24) 100 (1) = 24 m P3 = (31 - 9) 100 sin2 900 = (22) 100 (1) = 22 m P4 = (178 - 154) 100 sin2 900 = (24) 100 (1) = 24 m P0 = (260 -236) 100 sin2 900 = (24) 100 (1) = 24 m Menghitung Selisih Koordinat X dan Y. Selisih Koordinat ∆X P1 = 22 Sin 880 20’ 58,64” = 21,991 P2 = 24 Sin 1780 30’ 39,06” = 0,624 P3 = 22 Sin 2200 9’ 47,52” = -14,189 P4 = 24 Sin 3160 49’ 1,73” = -16,424 P0 = 24 Sin 160 6’ 3” = 6,656 b. Selisih Koordinat ∆Y P1 = 22 Cos 880 20’ 58,64” = 0,634 P2 = 24 Cos 1780 30’ 39,06” = -23,992 P3 = 22 Cos 2200 9’ 47,52” = -16,813 P4 = 24 Cos 3160 49’ 1,73” = 17,500 P0 = 24 Cos 160 6’ 3” = 23,059 Menghitung Koreksi Koordinat X dan Y. Koreksi koordinat X. P1 = (-(-1,342))/59,884 x 21,991 = 0,493 P2 = (-(-1,342))/59,884 x 0,624 = 0,014 P3 = (-(-1,342))/59,884 x 14,189 =0,318 P4 = (-(-1,342))/59,884 x 16,424 = 0,368 P0 = (-(-1,342))/59,884 x 6,659 = 0,149 Koreksi koordinat Y. P1 = (-(0,388))/81,998 x 0,634 =-0,003 P2 = (-(0,388))/81,998 x 23,992 = -0,114 P3 = (-(0,388))/81,998 x 16,813 = -0,079 P4 = (-(0,388))/81,998 x 17,500 = -0,083 P0 = (-(0,388))/81,998 x 23,059 = -0,109 Menghitung Selisih koordinat terkoreksi X dan Y. Absis terkoreksi (∆x) P1 = 21,991 + 0,493 = 22,484 m P2 = 0,624 + 0,014 = 0,638 m P3 = -14,189 + 0,318 = -13,871 m P4 = -16,424 + 0,368 = -16,059 m P0 = 6,659 + 0,149 = 6,805 m Absis terkoreksi (∆Y) P1 = 0,634 + (-0,003) = 0,631 m P2 = -22,992 + (-0,114) = -24,106 m P3 = -16,813 + (-0,079) = -16,892 m P4 = 17,500 + (-0,083) = 17,417 m P0 = 23,059 + (-0,109) = 22,95 m Menghitung Koordinat Poligon Poligon ∆X P1 = 3 + 22,484 = 25,484 m P2 = 25,484 + 0,638 = 26,122 m P3 = 26,122 + (-13,871) = 12,251 m P4 = 12,251 + (-16,059) = -3,805 m P0 = -3,805 + 6,805 = 3 m Poligon ∆Y P1 = 3 + 0,631 = 3,631 m P2 = 3,631 + (-24,106) = -20,475 m P3 = -20,475 + (-16,892) = -37,367 m P4 = -37,367 + 17,417 = -19,95 m P0 = -19,95 + 22,95 = 3 m Menghitung Luas Tabel 3. Tabel Hasil Poligon X dan Y PATOK X Y P1 25,484 3,631 P2 26,122 -20,475 P3 12,251 -37,367 P4 -3,805 -19,95 P0 3 3 P1 25,484 3,631 Tabel 4. Menghitung Luas Poligon PATOK X Y ∑Xn * Yn + 1 ∑Xn * Yn + 1 P1 25,484 3,631 94,849 -521,785 P2 26,122 -20,475 -250,839 -976,101 P3 12,251 -37,367 142,181 -244,407 P4 -3,805 -19,95 -59,85 -11,415 P0 3 3 76,452 10.893 P1 25,484 3,631 92,532 92,532 ∑ -1650,283 95,325 2 Luas = ∑xn*Yn+1 - ∑xn+1*Yn Luas = ∑xn*Yn+1 - ∑xn+1*Yn 2 = -1650,283 – 95,325 2 = - 872,804 m2 Jadi , Luas Poligon = 872,804 m2 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari praktikum ini dapat disimpulkan hasil yang didapat, sebagai berikut : Nilai X , pada P1 = 25,484 P2 = 26,122 P3 = 12,251 P4 = -3,805 P0 = 3 Nilai Y, pada P1 = 3,631 P2 = -20,475 P3 = -37,367 P4 =-19 ,95 P0 = 3 Luas Poligon = 872,804 m2 Saran Praktikum Geodesi dan Kartografi Hutan membutuhkan pemahaman teori yang cukup baik agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi kebingungan dan meminimalisir kesalahan yang terjadi. Setelah kita mampu memahami teori tersebut, baru kita mencoba mempraktekkannya. Realitasnya, kadang antara teori dan praktek dalam praktikum ini belum tentu sama, jadi kreativitas dan pemahaman kita terhadap materi geodesi dan kartografi hutan harus benar-benar muncul saat kita terjun ke lapangan.